Hidupku Milik Siapa? (2)


Andai rindu bisa bersuara, ia akan melantunkan sejuta rasa terpendam dalam dada. Disetiap malam, ku ukir do'a kepada Rabbku tentang duka yang terpendam. Rusuh, resah hati terus bergemuruh pertanda hati terhembus 'yuwashwisuh' (bisikan syaithan). Ku coba pejamkan mata agar mimpi indah segera tiba, namun realita tetaplah menjadi jalan cerita. Tetap hampa hingga waktu yang akan merubahnya.
..
Sebelumnya :

Hidupku Milik Siapa?

Hari ini rumah teramat sepi, dua bocil ikut bu lik mengaji, pak de' telah pergi merantau untuk mencari sesuap nasi. Ku rebahkan badan agar bebanku sedikit lebih ringan. Di sekolah tadi ada sedikit masalah pertemanan. Aku yang lemah memilih mengalah meskipun tak bersalah, percuma saja melawan, toh aku juga yang bakalan kalah. Sebenarnya aku tidak terima dengan perlakuan teman sekelasku Luhur siang ini, aku berniat akan mengadukan Luhur kepada bu lik agar ia  dimarahi nanti pas ngaji Taman Pendidikan Al-Qur’an atau TPQ, secara bu lik adalah guru ngajinya, hehehe.

Suara motor khas bu lik terdengar mendekati teras, "pasti bu lik bawa jajan" gumamku,

"Assalamu'alaikum," suara bersahutan keluar dari balik pintu ruang tamu,

"Wa'alaikum salam!" jawabku girang,

Pintu memang tidak pernah terkunci disiang hari, ku lihat bu lik begitu kelelahan hari ini, si kecil Khadijah sepertinya terlelap sejak perjalanan pulang. Bahu kurusnya terlihat renta menggendong si bungsu dengan bobot melebihi balita. Aku segera bersigap memapah tubuh mungil Khadijah namun bu lik menolak bantuanku karena takut dengan kondisi fisiku yang mungil. Melihat kondisi bu lik yang kelelahan, ku urungkan harapan tentang jajan.

"Ummi, mamas ngantuk," si sulung mulai berdendang, seperti biasa dia meminta dikelonin tidur,

Si sulung memang lebih manja daripada Khadijah. Menjadi anak pertama memang kerap memiliki sifat manja, disamping itu bu lik juga memanjakanya. Tidak seperti aku, siapa yang memanjakanku? Nasib oh nasib.  Setelah khatam meletakan Khadijah diatas matras, bu lik segera menidurkan mamas sulung dengan jurus kelon jari-jarinya. Sejak dipisah persusuan karena janin sudah dikandung badan alias 'kesundulan' mamas memiliki kebiasaan unik yaitu memegang tangan kiri bu lik sampai terlelap. Kebiasaan yang nyleneh bukan? Terserahlah apa maunya, yang penting dia bahagia.

Alarm dalam perutku berbunyi, memaksaku mendekati meja makan yang melambai-lambai memanggil sedari tadi. Makanan dingin yang belum tersentuh sejak pagi membuat selera makanku hilang, namun apalah daya perut harus diisi dengan kenyang, agar penduduk perut bisa tenang. Belum sempat ku memasukan makanan kemulut, seseorang telah memanggilku,

"Diana," suara amat ku kenal,

"Iya, bentar ya njel! Mau makan dulu nih," sahutku sambil berkata muncu-muncu (mulut dipenuh makanan),

Aku segera menghabiskan makananku agar aku bisa segera main bersama Enjel, setiap pulang sekolah dia pasti menemuiku untuk mengajaku bermain. Namanya begitu rumit untuk diucapkan, nama yang kebarat-baratan membuat lidahku sering keseleo mengucapkan, belum lagi antara tulisan dan bacaan yang berbeda 190 derajat membuatku semakin pening mengeja. Namanya, Angel biasa dipanggil Enjel, nasibnya hampir mirip denganku, kita sama-sama hidup dan dibesarkan oleh nenek, bedanya dia masih punya Ibu dan Bapak yang yang mengurusnya hanya saja berprofesi sebagai TKI sehingga jarang pulang. Tiga kali puasa, tiga kali lebaran baru pulang biasanya, mirip lagunya bang toyib gitu lah. 

Sebagai anak gadis yang menginjak masa remaja kami mulai menghindari permainan konyol layaknnya anak-anak seperti petak-umpet dan lainya, kami lebih suka bermain membuat rumah-rumahan dan segala permainan yang berbeda dari masa kanak-kanak. Kamipun asyik bermain diteras depan. Lama kelamaan mungkin Enjel bosan bermain dirumahku terus, seperti hari-hari biasanya, Enjel mengajaku bermain kerumahnya, sambil berbisik ia berkata,

"Hayuk kerumahku saja mainya," Ia berbisik lirih, berharap bisa merayu dan membawaku kabur kerumahnya,

"Nanti aku dimarahin bu lik," ku jawab dengan nada lirih,

"Ndak lama-lama kok yan," ia melanjutkan,

"Ayo lah," Ia memelas dan sedikit memaksa,

"Bu lik sedang tidur kan?" Ia semakin meyakinkan,

Aku terdiam sejenak, sambil berfikir resiko apa yang ku dapat jika mengikuti bisikan syetan #eh maksudnya bisikan teman hehehe. Jika aku bisa pulang cepat kemungkinan bu lik belum terjaga dan tak ada sanksi untuk cerita hati ini, aku mulai memutar otaku mencari strategi jitu mengakali waktu,

"Ok, bentar dulu ya, ku lihat bu lik dahulu," Aku masuk kedalam rumah memastikan bu lik tertidur atau tidak, langkahku lebih mirip pencuri dengan berjalan menggunakan jari-jari, dari kejauhan aku memberikan signal 'aman' kepada Enjel, Enjel menyambutnya dengan ekspresi kegirangan, kami bergegas mengambil sendal dan sepeda bersama menuju rumah Enjel.
Akhirnya hari ini bisa lolos lisensi bu lik #hahaha

Kami asyik bermain boneka, bercekak-cekikik ria tanpa harus dibatasi aturan sebagaimana biasanya, tanpa sadar siang semakin tenggelam bersama senja, aku lupa waktu dan shalat seperti biasa,

"Ya Allah, ini sudah sore njel," seraya menepok jidat,

 "Aku pulang dulu ya," Nada suaraku menjadi gugup,

Tanpa berfikir panjang aku berlari menuju rumah secepat kilat, ditengah kegugupan itu aku berharap agar Allah lumpuhkan ingatan bu lik untuk kali ini saja agar ia lupa tentang aku yang pergi tanpa berita, atau jika tidak, semoga bu lik belum terjaga dari tidurnya. #ngarep

Bersambung,

Post a Comment

Previous Post Next Post