Oleh Ummu Muthya
Ibu Rumah Tangga
Jajaran anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah selesai mengikuti Akademi Militer atau Akmil di Magelang, Jawa Tengah. Akmil di Magelang itu dilaksanakan selama 3 hari mulai Jumat sampai hari Minggu. Presiden RI Prabowo Subianto pun mengungkapkan alasan mengapa diperlukan adanya pembekalan Kabinet Merah Putih selama 3 hari sebelum mulai bekerja di Akmil Magelang. Prabowo mengingatkan pentingnya bonding serta team building yang sangat dibutuhkan di setiap usaha. (Liputan6.com. 27/10/2024)
Tujuan dari retreat Akademi Militer ini untuk pembekalan yang bersifat militeristik (The Military Way) atau cara militer yang biasa diterapkan di pemerintahan maupun perusahaan, untuk menyelaraskan kedisiplinan dan kesetiaan pada bangsa dan negara, juga untuk berkomitmen dalam mengentaskan kemiskinan, serta menyukseskan makanan bergizi gratis, pemberantasan korupsi dan swasembada pangan dan energi.
Para pejabat diharapkan siap bekerja setelah pembekalan (retreat) berbau healing di Akmil Magelang, retreat diadakan untuk menyatukan visi dan misi dalam membentuk bonding serta team building. Kesamaan misi dan visi antara pejabat pemimpin dan para pembantu pemerintahan, memang penguasa dan pejabat fungsinya untuk mengurusi rakyat. Pembekalan pejabat sebenarnya harus dilakukan, namun yang diinginkan rakyat bukan hanya butuh pejabat yang disiplin dan sinergi, tetapi harus punya misi dan visi baru untuk perubahan.
Masyarakat masih sangsi dengan perubahan yang ingin dicapai dalam pemerintahan baru. Banyak masyarakat menilai kegiatan tersebut hanya berakhir pada retorika tanpa tindak lanjut yang nyata. Semangat kebersamaan serta kesatuan visi dan misi belum menjamin baik buruknya kinerja. Apalagi dilakukan hanya beberapa hari saja. Selain tentunya menggelontorkan biaya yang tidak sedikit, juga patut diduga karena ada maksud lain. Mengingat, kabinet Merah Putih berdiri di atas asas kepentingan dan manfaat yang ingin dicapai dalam koalisi gemuk pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sepanjang sistem demokrasi kapitalisme masih dipakai di negeri ini, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat tidak akan terwujud. Sistem ini meletakkan kedaulatan hukum di tangan manusia. Manusia berhak membuat aturan sendiri untuk mengatur kehidupan. Hal ini jelas batil karena menyalahi fitrah manusia terutama muslim yang wajib terikat dengan hukum syariat. Kebatilan pasti membawa kerusakan, nyatanya pejabat sebagai wakil rakyat hanyalah omong kosong belaka. Karena faktanya, pejabat dipilih hanya berdasarkan spirit bagi-bagi kekuasaan, bukan integritas dan propesionalitas.
Saat ini yang dibutuhkan rakyat adalah pejabat dan penguasa bukan hanya disiplin dan setia akan tetapi rakyat menginginkan perubahan yang fundamental, bukan sekedar retorika dan narasi. Rakyat butuh perubahan yang dapat menuntaskan persoalan kemiskinan dan pengangguran, kesehatan dan pendidikan. Ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat. Butuh sosok pemimpin dan pejabat yang mampu mengayomi dan mengutamakan kepentingan rakyatnya bukan penguasa yang mementingkan para kapitalis dan oligarki, dengan berbagai kebijakan dan regulasi.
Dalam pandangan Islam, seorang penguasa atau pemimpin adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia akan dimintai pertanggungjawabannya pada hari kiamat atas amanah kepemimpinannya
Dalam kitab As-Siyâsah asy-Syar’iyyah, Imam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa kekuasaan memiliki dua kriteria utama, yaitu kekuatan (al-quwwah) dan amanah (al-amanah). Maksud dari al-quwwah adalah kapabilitas dalam semua urusan, baik dalam urusan peperangan, urusan pemerintahan (terwujud pada kapasitas ilmu dan keadilan), serta kemampuan dalam menerapkan syariat. Adapun amanah, direfleksikan pada takut kepada Allah Swt.
Dalam urusan kepemimpinan, Islam mengatur tata cara pengangkatan pejabat yang tugasnya membantu seorang pemimpin. Pejabat ini dipilih sebagai pembantu pelaksana tugas penguasa, bukan karena bagi-bagi kekuasaan atas politik balas budi. Pejabat dipilih berdasarkan integritas atau kepribadian dan keahlian atau kapabilitas. Integritas yang dimaksud ialah pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Adapun kapabilitas dilihat dari kemampuan secara fisik dan keilmuan yang dimiliki individu calon pejabat.
Dalam sistem Islam, aturan yang diterapkan adalah aturan Allah yang bersifat baku dan tetap, yakni mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat, maupun rakyat. Dengan konsekuensi ini, tidak akan ada celah perilaku jual beli hukum, revisi aturan, pejabat korupsi, curang, konflik kepentingan, dan bagi-bagi jatah kursi dan kekuasaan. Aneka perilaku maksiat tersebut akan dicegah dengan sistem politik-ekonomi dan sosial-pendidikan yang berbasis akidah Islam.
Pemimpin dalam Islam memahami bahwa jabatan harus diamanahkan kepada orang terbaik, di antara yang terbaik. Sebab, amanah jabatan pun berat tangung jawabannya di dunia dan di akhirat.
Dalam sistem Islam, yang diterapkan adalah aturan Allah yang sudah pasti, dan mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat, maupun rakyat. Ketaatan kepada Allah ini yang akan menjadikan hidup umat sejahtera dan terwujud rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS Al-Araf: 96)
Wallhu A’lam Bish shawab.
COMMENTS