Oleh Asma Dzatin Nithaqoin
Aktivis Dakwah
“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan
yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.” (Ali bin Abi Thalib)
Menjelang musim hujan petani Indonesia
lagi-lagi harus menghadapi krisis pupuk di setiap tahunnya. Di setiap tahunnya
petani tidak pernah merasa tenang ketika menjelang musim hujan, dikarenakan
mereka harus memikirkan biaya pupuk yang kian hari kian melonjak dan tentu
mereka harus menyediakan tambahan modal, belum lagi harga bibit yang juga
mahal. Tidak sedikit petani yang mengajukan pinjaman dibank untuk mendapatkan
tambahan modal.
Dilansir dari media online Bisnis, Ketua Komisi IV
DPR RI, Sudin, menyoroti perbedaan angka e-alokasi dan realisasi kontrak dalam
pupuk subsidi imbas adanya laporan langkanya pupuk subsidi di daerah. Menurut
data yang diperoleh Sudin, pupuk subsidi yang dialokasi oleh Kementerian
Pertanian (Kementan) tercatat sebesar 7,85 juta ton, sedangkan dalam realisasi
kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dengan PT
Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,68 juta ton.
"Ini ada selisih kurang lebih 1,17 juta ton. Mau diapakan? Apa di-pending atau dijual nonsubsidi? Atau apa? Jangan digantung masalah ini," tegas Sudin. (dilansir dari media CNN Indonesia).
Kelangkaan pupuk bagi para petani bukanlah sesuatu hal yang baru
terjadi, sebab tahun-tahun kemarin pun pernah terjadi hal serupa. Maka dari itu
tidak heran lagi jika para petani memburu pupuk jauh-jauh hari sebelum datangnya
musim hujan. Apalagi bagi petani dibeberapa wilayah yang hanya mengandalkan
musim hujan baru bisa menyebar bibit. Nah, dengan adanya kelangkaan pupuk ini
justru akan makin membuat rakyat terbebani. Sebab modal yang seharusnya
mereka kembangkan harus stagnan ditempat.
Hal ini tidak lepas dari ketidak tanggungjawaban pemerintah yang
hanya mengembangkan sebagian pembangunan sedangkan pembangunan yang lainnya
seakan-akan dipandang sebelah mata, contoh halnya pembangunan dalam sektor
pertanian dan salah satu contoh kecilnya kelangkaan pupuk yang sering terjadi
disetiap tahunnya. Pupuk yang langka ini tentu akan membuat harganya juga ikut
naik. Sehingga ketidak rataan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah justru
akan membuat masalah baru bagi rakyatnya.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di negeri ini tentu
tidaklah lepas dari sistem ekonomi yang di emban oleh pemerintah dan negaranya
yaitu sistem ekonomi kapitalis. Pada faktanya penyediaan pupuk tidak bisa
dipisahkan dengan kebijakan ekonomi yang memungkinkan adanya monopoli
perusahaan yang memiliki modal besar. Hal ini satu keniscayaan dalam sistem
kapitalisme. Negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis dalam
pemerintahannya tentu tidaklah akan melihat bagaimana seharusnya negara
memberikan kemaslahatan bagi rakyatnya. Namun, negara kapitalis akan membuat
kebijakan yang akan menguntungkan bagi para pemilik modal, sehingga kebijakan
yang mereka buat harus sesuai dengan keinginan para pemilik modal.
Berbanding terbalik dengan sistem ekonomi dalam negara Islam,
yang di mana negara Islam akan membuat suatu kebijakan yang mampu membuat
rakyatnya sejahtera. Islam memudahkan para petani dalam berusaha dengan
berbagai kebijakan yang berpihak pada rakyat, bahkan ada mekanisme pemberian
negara tanpa kompensasi termasuk sarana produksi pertanian. Kebijakan tersebut
juga akan membuat negara memiliki ketahanan pangan yang kuat. Bahkan negara
akan memberikan saranan yang memadai untuk menunjang kehidupan rakyat
kedepannya. Sehingga rakyat tidak lagi sibuk untuk memikirkan biaya hidup yang
remeh-temeh. Itulah perbedaan pengelolaan sistem ekonomi dalam negara kapitalis
dengan pengelolaan sistem ekonomi dalam negara Islam, perbedaannya sangatlah
jauh.