> Tawuran Pelajar dengan Harapan Generasi Emas, Jauh Panggang dari Api. Susaaah! - NusantaraNews

Latest News

Tawuran Pelajar dengan Harapan Generasi Emas, Jauh Panggang dari Api. Susaaah!

Penulis: Farihan_almajriti


Siswa baru, semangat baru! Tahun ajaran baru identik dengan siswa baru yang penuh dengan semangat baru menjelajahi dunia pendidikan setingkat lebih tinggi dari pendidikan yang ditempuh sebelumnya. Akan tetapi tidak sedikit dari siswa baru yang penuh semangat ini tidak menempatkan jiwa semangatnya pada tempat yang semestinya, bahkan mengarah pada semangat yang merugikan banyak pihak. Sebut saja aksi tawuran antar pelajar. Tidak lama ini, media sosial banyak memberitakan terkait tawuran pelajar yang marak lagi. Seperti tawuran 69 pelajar di Tangerang (Antaranews,18/07/2023), 20 pelajar yang hendak tawuran dengan membawa senjata tajam di Bogor (Beritasatu, 23/07/2023). Motifnya tidak hanya untuk membuat keonaran dan mendapat eksistensi dari beberapa sekolah lain, bahkan ada beberapa pelajar yang mengadakan tawuran dengan alasan bikin konten untuk mencari eksistensi atau pengakuan di media sosial (Antaranews, 18/07/2023). Parahnya lagi, rata-rata aksi tawuran ini terjadi saat pekan pertama masuk ajaran baru. Coba jelaskan apa manfaatnya? Apakah tidak ada kegiatan positif yang sifatnya bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain yang bisa dilakukan? Malah melakukan tawuran antar pelajar. Sudah babak belur, rusak nama baik keluarga, bawa nama almamater, bukan maen negatifnya.


Jika kita cari penyebabnya, dalam jurnal penelitian bisa kita dapatkan bahwa diantaranya disebabkan karena lemahnya kontrol diri (Weakness of self control), krisis identitas, pengaruh media, tekanan teman sebaya, kurangnya pengawasan orang tua, dll.  Ditambah lagi sistem saat ini yang memandang pelajar sebagai aset materil yang potensinya dilihat untuk kepentingan berdasarkan untung ruginya. Miris lah keadaan negeri ini. Apa yang mau dibanggakan dari pelajar yang hari pertama masuk sekolah saja taunya cuma tawuran? Sangat jauh dari harapan bangsa dan negara yang mengharapkan generasi sebagai agent of change. Bagaimana mau dijadikan sebagai agen perubahan, kalau yang mereka paham sebatas agen keonaran dan penindasan? Inilah akibat dari pengalihan fungsi utama pendidikan, yang berfokus pada tercapainya nilai akademik dalam lembaran kertas, yang mengabaikan bagaimana membina kepribadian pelajarnya. Ditambah lagi dalam sistem pendidikan saat ini pelajaran agama minim sekali, materinya pun dipangkas sedemikian rupa dan disampaikan sekadar memenuhi target kompetensi yang ditetapkan pemerintah. Di luar sekolah pun para pelajar dijejali dengan konten-konten media sosial yang bisa menimbulkan perilaku-perilaku negatif. 


Di sisi lain, pemerintah seolah kurang serius dalam menyelesaikan tawuran pelajar ini. Walupun sudah berbuat onar bahkan bertindak anarkis, para pelaku hanya diberikan pembinaan, kemudian dilepaskan kembali. Ditambah sistem hukum yang lemah karena pelaku tawuran pelajar masih dibawah umur 18 tahun sehingga hukum tidak bisa memenjarakan. Tidak bisa dipungkiri mereka kemungkinan akan tawuran lagi. Keonaran aksi tawuran bak penyakit yang berulang ini, cukupkah ditanggulangi dengan melakukan sosialisasi mengenai bahaya dan dampak bagi pelajar dan melakukan pembinaan? Generasi emas bonus demografi 2045 menjadi harapan semu belaka. Menginginkan generasi emas di tengah-tengah gempuran sistem pergaulan bebas ala Kapitalisme-Sekulerisme, seperti pepatah jauh panggang dari api. Susaaah. 


Hal ini menjadikan kita seharusnya berpikir ulang terkait bagaimana kelayakan pendidikan yang berasas Demokrasi Kapitalisme ini menyelesaikan persoalan-persoalan pelajar saat ini. Sistem pendidikan ala Kapitalis saat ini, bukannya menyelesaikan masalah, makin menambah masalah. Berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Islam memiliki konsep jelas bin tegas dalam menyelesaikan masalah tawuran pelajar. Bagaimana caranya? Hal yang paling mendasar adalah dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara sehingga seluruh aturan kehidupan tegak berdasarkan asas keimanan. Ini menjadikan setiap perilaku pemuda bahkan warga negara terikat dengan pemahaman Islam. Pemahaman berlandaskan halal haram sehingga tidak akan bisa berbuat seenaknya. Sistem pendidikan Islam, mendidik pelajar untuk menjadi generasi pembebas, bukan hanya generasi emas (Muslimahnews, 25/07/2023).


 Pendidikan Islam adalah pendidikan anti kekerasan, karena Islam memerintahkan sesama muslim untuk saling mengasihi, saling mencintai, dan menjaga persatuan yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 143, yang artinya “Berpegang teguh lah kalian semua pada tali agama Allah dan janganlah bercerai-berai”. Juga dijelaskan di dalam hadis riwayat Muslim yang artinya “Bahwa perumpamaan orang-orang beriman dalam mencintai, saling mengasihi, dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh yang lainnya akan merasakan sakit”.


 Pendidikan Islam mendidik pelajarnya untuk menjadi ulama yang tidak hanya ahli agama tapi juga bisa menyelesaikan masalah kehidupan dalam masyarakat. Pun ilmuan yang tidak hanya ahli di bidangnya saja tapi juga mumpuni dalam agamanya. Pendidikan Islam mendidik pelajar bervisi akhirat untuk menjadi apapun yang berkontribusi terhadap kejayaan Islam. Selain itu, sistem sanksi dalam Islam juga tegas dan efektif. Setiap orang yang sudah baligh harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan syariat. Dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Bahkan bisa menerima sanksi qisas dalam hal melukai dan membunuh orang.


Islam memiliki sistem pendidikan terbaik yang mampu menghasilkan generasi berkualitas yang berkepribadian Islam. Dalam naungan sistem Islam, pelajar terkondisikan untuk menjadi insan berkepribadian Islam. Wallahu ‘alam.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.