Pilu rasanya jika kita mendengar kabar mengenai bagaimana potret Pendidikan saat ini. Mulai dari kasus pembunuhan mahasiswa UI Depok, yang baru-baru ini terjadi, antara senior dan juniornya. Lalu kasus lainnya, yakni kasus perundungan. Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat selama Januari-Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan di satuan pendidikan. Empat diantaranya bahkan terjadi saat tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja dimulai pada medio Juli 2023.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengatakan dari 16 kasus perundungan pada satuan pendidikan mayoritas terjadi pada tingkat sekolah dasar (25 persen), sekolah menengah pertama (25 persen), dan sekolah menengah atas (18,75 persen), dan sekolah menengah kejuruan (18,75 persen). Kemudian terjadi di madrasah tsanawiyah dan pondok pesantren masing-masing 6,25 persen. (VOA, 4/8/23).
Tak asing lagi jika membahas permasalahan seks bebas dikalangan remaja. Sungguh miris sekali, dikutip dari media online Liputan6, Jakarta - Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2017 saja mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual. Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.. lantas bagaimana dengan sekarang? Ternyata belum ada perubahan yang signifikan, bahkan senantiasa meningkat.
*Sistem Pendidikan Saat Ini Telah Gagal*
Melihat potret Pendidikan saat ini, ternyata jelas bahwa banya sekali tumpukan problematika yang senantiasa bermunculan di dunia Pendidikan dan ini menandakan bahwa sistem Pendidikan saat ini telah gagal dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun sejak dini.
Dalam UUD 1945 alinea ke-4 terdapat kalimat “Mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan tujuan pendidikan nasional yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas.
Dengan adanya tujuan pendidikan nasional, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Karena pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemerintah dan negeri ini.
Namun, tujuan ini hanyalah mimpi karena semua permasalahan ini ibarat mata rantai yang tidak pernah terputus. Untuk menjacapai tujuan Pendidikan maka butuh pendetailan terhadap apa yang menjadi akar masalah saat ini di dunia Pendidikan.
*Akibat Pendidikan Sekuler*
Inilah petaka sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini. Semua berawal dari penerapan sekularisme di lingkup pendidikan yang meminggirkan Islam sebagai aturan kehidupan. Agama sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam minim. Agama (Islam) hanya dikenal pada peringatan hari besar. Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam pendidikan.
Mari berpikir sejenak, berkali-kali negeri ini berganti kurikulum, tetapi faktanya output pendidikan tidak menghasilkan generasi berkepribadian mulia. Krisis adab menggejala, dekadensi moral merebak, dan generasi jatuh pada jurang kenistaan parah. Revolusi mental dan program nawacita berbasis pendidikan karakter yang dibangga-banggakan juga tidak berdaya menghadapi problematik pendidikan yang makin pelik. Sebaik apa pun program pendidikan, jika napas pendidikan masih berasas sekuler, tidak akan terwujud generasi berkualitas.
Kenapa? Karena manusia akan berjalan sesuka hati menurut standarnya dan jauh dari batas agama. Dalam hal kepengaturan tatanan kehidupan, maka Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki konsep detail dalam mengatur segala lini kehidupan. Dan ini sangat bermanfaat untuk orang-orang non muslim.
*Sistem Pendidikan Islam adalah Terbaik Untuk Semua Manusia*
Mari kita lihat dan resapi rahasia peradaban yang seakan telah terkubur. Bahkan, banyak kalangan muslim yang belum mengetahui bahwa mereka pernah memiliki peradaban tinggi yang melahirkan generasi cemerlang. Dan untuk orang non muslim apalagi, banyak pula mereka yang merasa takut dengan sistem Islam, padahal dulu non muslim sangat menikmati sistem Islam ini ketika berada di dalamnya.
Contoh saja dalam catatan sejarah, peradaban Islam banyak melahirkan cendekiawan dan ilmuwan yang ahli berbagai bidang. Al-Khawarizmi, misalnya, seorang ahli matematika yang dikenal Barat dengan Algebra atau Aljabar. Dengan kecerdasannya, beliau merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan angka nol ketika kala itu peradaban Romawi masih menggunakan angka romawi yang susah dipelajari.
Seorang ahli kimia, Jabir Ibnu Hayyan, atau dikenal dengan nama Ibnu Geber, membuat rumusan yang menjadi dasar bagi ilmuwan Barat di bidang kimia. Ada pula Al-Idrisi sang penemu globe, juga Ibnu Batutah, seorang penjelajah dunia sekaligus penemu 300 jalur laut. Kehebatannya tidak kalah dari penjelajah Barat seperti Marco Polo atau Christopher Columbus. Ini menjadi bukti bahwa pada masa peradaban Islam tidak semata lihai dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi.
Kegemilangan Islam dan peradabannya di pentas dunia membuat Barat segan terhadapnya. Ini karena faktor keberhasilan mereka adalah keimanan dan keilmuannya. Negara melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam, ditopang sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan dan kebijakan yang bersumber pada syariat Islam. Alhasil, seluruh lapisan masyarakat merasakan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya. Dan ini termasuk para non muslim yang mereka terkategori kafir dzimmi, yaitu orang non muslim yang mau hidup dalam sistem Islam pada waktu itu.
Selama 13 abad, sistem Islam (Khilafah) mampu membangun generasi beriman dan berilmu. Tidak heran jika pada masa Khilafah memimpin peradaban, terlahir sosok-sosok terbaik di kalangan ulama, cendekiawan, maupun ilmuwan. Kecerdasan ilmu yang mereka miliki didedikasikan untuk kemaslahatan umat dan digunakan untuk menciptakan berbagai hal yang bermanfaat bagi rakyat dan negara.
Dari sini, tidakkah kita rindu dengan sistem ini? Bukan merupakan sistem abal-abal, ii adalah sistem yang lahir dari Sang Pencipta manusia, dan memang sudah teruji penerapannya berabad-abad lamanya.
_Wallahuálam bi ash shawwab_