(Pemerhati Masalah Kebijakan Publik)
Lingkungan yang kondusif, udara yang sehat, serta distribusi ekonomi yang stabil merupakan impian bagi setiap individu masyarakat, kaya ataupun miskin. Sebab, semua itu akan berimplikasi pada semakin meningkatnya kualitas hidup sebuah bangsa.Ironisnya,kata pepatah ibarat panggang jauh dari api, semua itu hanya sekedar angan-angan ditengah maraknya kembali kebakaran hutan yang melanda sebagian besar wilayah hutan Indonesia.berita dari Rantau (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan menyatakan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) merambat hingga ke pinggir jalan.Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Tapin Sofyan mengatakan kejadian itu berada di Desa Kalumpang, Kecamatan Bungur.
Karhutla, mengapa bisa terjadi kembali?
Kebakaran lahan kembali terjadi, berpotensi membahayakan lahan dan perumahan warga, juga menimbulkan kabut asap sehingga sempat mengganggu mobilitas barang dan masyarakat, dan mengancam kesehatan negara seolah abai dengan kondisi tersebut.Buktinya, karhutla senantiasa berulang dan dampak yang dihasilkan sangatlah besar karena menyangkut kesehatan masyarakat yang sampai hari ini warga yang terdampak semakin mengkhawatirkan.
Kapitalisme liberal biangnya
Karhutla senantiasa menjadi isu yang berkembang ditengah semakin derasnya investasi asing ke Indonesia.Bukan tanpa sengaja, justru para pengembang telah dengan sengaja melakukan pembakaran hutan demi membuka pabrik baru maupun alih fungsi lahan dari hutan lindung menjadi hutan produksi.Sebab dengan prinsip dasar model sekecil-kecilnya untung sebesar-besarnya menjadikan para investor mengambil jalan pintas dengan biaya murah dengan melakukan pembakaran hutan, oleh karena hemat biaya.Bukan hanya faktor cuaca, karhutla yang berulang terjadi sejatinya lebih disebabkan karena unsur kesengajaan perusahaan/korporasi membakar hutan dan lahan. Dari aspek ini saja, kita patut mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk mengatasi karhutla.
Dilansir dari KOMPAS TV---Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.Dari 22 perusahaan yang digugat, sebanyak 14 perusahaan diketahui telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht dengan total nilai putusan mencapai Rp5,60 triliun.Hal ini imbas dari kebijakan adanya konsesi hutan untuk perusahaan, dan abainya perusahaan negara akan penjagaan hutan sebagai paru-paru dunia. Apalagi Penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera membuka peluang penyalahgunaan konsesi yang diberikan negara.
Pengelolaan hutan dalam sistem Islam
Rasulullah Saw bersabda:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.
Hutan termasuk dalam kategori padang rumput yang merupakan bagian dari kepemilikan umum.Maka haram hukumnya dimiliki maupun dimanfaatkan untuk kepentingan individu.Apalagi, pemanfaatannya justru akan membahayakan ekosistem alam serta kehidupan makhluk.Begitu juga,Islam bukan sekedar agama ruhiyah, akan tetapi sekaligus agama siyasiyah yang menjamin tercapainya kemaslahatan seluruh umat termasuk dalam hal keselamatan dan lingkungan yang bersih dan sehat.Komitmen ini berpengaruh terhadap kebijakan negara sebagai pengatur urusan rakyat dengan tidak memberikan ruang sedikitpun terhadap swasta untuk menguasai lahan-lahan strategis yang merupakan bagian dari kebutuhan hajat hidup orang banyak diantaranya deforestasi hutan.
Oleh karena itu,negara harusnya memberikan sanksi yang tegas terhadap siapapun yang merusak hutan apalagi sampai membakarnya demi kepentingan korporasi.Dengan demikian,tidak boleh memberikan kewenangan pengelolaan kepada swasta, tetapi negara boleh mempekerjakan swasta untuk mengelola hutan. Akad yang berlaku ialah akad kerja, bukan kontrak karya.
WaAllahu a'lam bi Ash-showwab.