(Pemerhati Sosial)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau, Masrani mengatakan, sektor pariwisata saat ini menjadi penyumbang PAD tertinggi ketiga setelah sektor pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Bahkan ke depan ia menyebut bisa menjadi penyumbang utama PAD.
Pada 2019 lalu, sektor pariwisata mampu menyumbangkan PAD hingga Rp 39 miliar. Ia pun menargetkan tahun depan PAD dari sektor ini meningkat 40 persen. “Jika kondisi normal bisa saja capai 50 persen. Apalagi kami bersama Bapenda akan segera menerapkan retribusi di semua objek wisata. Selain untuk ke daerah, dampaknya juga untuk masyarakat. Karena itu, untuk mendongkrak PAD dari sektor ini, salah satu yang menjadi fokus pembenahan yakni fasilitas objek wisata. Dengan fasilitas yang memadai, ia yakni objek wisata di Kabupaten Berau mampu menarik wisatawan dalam jumlah besar. (media online Berau, 17/9/2020)
Tahun ini kembali dikatakan Sekretaris Disbudpar Berau, Abdul Majid, terjadi peningkatan pada jumlah wisatawan asing periode semester I 2023 dibanding dengan tahun lain. Jika disepanjang tahun 2022 wisatawan mancanegara (wisma) hanya mencapai 283 orang saja, kini di semester I 2023 jumlahnya sudah mencapai 554 orang . Namun, diakuinya peningkatan itu belum terjadi untuk wisnus yang saat ini baru mencapai 136.440 orang. Sedangkan di tahun lalu mencapai 379.054 orang. Dia juga mengatakan mendongkrak PAD melalui sektor pariwisata merupakan suatu tantangan yang tidak mudah di tengah banyaknya infrastruktur yang harus dibenahi. Namun, hal ini bukan menjadi suatu hal yg sulit karena SDA di Berau cukup mempuni. (media online Berau, 25 Juli 2023)
Dongkrak PAD dengan pariwisata tidak akan berkontribusi besar, SDA sudah seharusnya dimiliki dan dikelola sendiri. Akan bisa dipastikan dalam peningkatan sektor pariwisata ini pemerintah akan menggandeng swasta baik dari pribumi ataupun asing untuk bersama-sama mengelolahnya. Dan seperti pada sektor lainnya, jika swasta sudah masuk dan ikut bersama mengelola maka bisa dipastikan akan mencari keuntungan semata.
Dibalik peningkatan pariwisata seharusnya lebih diwaspadai dampaknya, apalagi kepada wisatawan asing. Kemaksiatan, gaya hidup, miras, prostitusi dan lain sebagainya akan sangat merajalela. Inilah efek dari pariwisata dalam sistem kapitalisme sekuler yang hanya mengejar materi. Dalam sistem kapitalisme, pengawasan negara kepada sektor pariwisata lebih kepada bagaimana mampu menghasilkan pemasukan yang besar serta menghidupkan sektor industri di sekitar obyek wisata. Tanpa disadari budaya asing akan mudah masuk dan diikuti termasuk gaya hidup liberalisme.
Dalam hal ini sangat berbeda dengan islam. Dimana sistem pemerintahan islam yang berlandaskan kepada Al-Qur'an dan As-sunah, dakwah menyebarkan islam tujuannya, maka dalam hal ini Khilafah tidak akan membiarkan terbukanya pintu kemaksiatan di dalam negara, termasuk di sektor pariwisata ini. Obyek wisatanya pun semua menjadi sarana untuk menanamkan pemahaman islam bahi setiap pengunjung.
Dalam sistem islam, sektor pariwisata ini meskipun bisa menjadi sumber devisa tatapi tidak akan dijadikan sebagai sumber perekonomian negara khilafah. Hal ini karena negara khilafah mempunyai sumber perekonomian yang bersifat tetap yaitu pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Disamping itu negara khilafah mempunyai sumber pemasukan yang lain yaitu fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, khumus, rikaz dan dharibah.
Dan harus dipahami bahwa sektor pariwisata ini sebagai sarana dakwah dan tidak akan di eksploitasi untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Dengan demikian jelas negara khilafah berperan penuh dalam semua sektor agar tetap terjaga kemurnian aqidah islam, menahan serangan yang datang merusak aqidah dan pemikiran kaum muslim. Tidak akan menggadaikan aqidah demi kepentingan ekonomi. Inilah islam, mempunyai produk hukum yang paripurna dimana akan menghantarkan keberkahan dan kerahmatan dalam kehidupan manusia.