Wabah covid-19 Belum Berlalu, Siapkah Hadapi Varian Baru?

Ramadan dan hari kemenangan Idul Fitri telah berlalu. Ada rasa pilu dalam kalbu tatkala keduanya beranjak pergi. Semoga masih diperkenankan bertemu kembali di tahun yang akan datang. Suasana lebaran kali ini tentunya berbeda dengan lebaran tahun kemarin. Dimana pada tahun ini jumlah pemudik lebih banyak dibandingkan tahun kemarin atau tahun-tahun sebelumnya. Sebagaimana yang disampakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa mudik lebaran tahun 2023 merupakan paling tinggi dalam sejarah. Pemerintah memprediksi ada sekitar 123 juta orang melaksanakan perjalanan mudik di momen Idul Fitri tahun ini. news.detk.com (24/4/2023)

Lebaran merupakan momen yang selalu dinanti untuk berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga, saudara, kerabat dan handai tolan. Dengan demikan ritual mudik saat lebaran menjadi tradisi rutinan yang dilaksanakan setiap momen lebaran. Walau terkadang jarak jauh yang harus ditempuh tidak menjadi halangan untuk mudik dan berlebaran di kampung halaman. Dibalik hiruk-pikuk dan keramaian perayaan hari raya Idul fitri kita masih dibayang-bayangi oleh covd-19 yang hingga saat ini masih ada. Ternyata kita masih belum terlepas dari serangan virus yang sudah hampir 3 tahun melanda negri ini dan berbagai belahan dunia lainnya.   

Virus Covid-19 kembali melonjak. Kementerian kesehatan meminta agar masyarakat kembali menggunakan masker dan menghimbau masyarakat untuk menjalani hidup sehat, menjalankan protokol kesehatan. Hal ini menyusul adanya lonjakan kasus covid-19 dari varian Arcturus dari India. Data terkini menunjukkan angka kematian anak menjadi 13 kasus dari sebelumnya 12 kasus aktif pun naik menjadi 10.881 dari sebelumnya 10. 448. Sedangkan Pasien yang dirawat dalam rata-rata tujuh hari terakhir mengalami kenaikan menjadi 1.617, dari hari sebelumnya 1.573. Walaupun kasus baru mengalami penurunan ke 1.145 kemarin dari hari sebelumnya 1.242. Kenaikan Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir dipicu oleh varian baru sub varian Arcturus atau XBB 1.16 yang sangat menular. Adapun gejala dari Varian ini antara lain kasus konjungtivitis (mata merah) terutama pada anak-anak, demam atau menggigil, batuk, sesak nafas atau kesulitan bernafas, kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, hilang rasa atau bau, sakit tenggorokkan, hidung tersubat atau pilek, mual atau muntah, dan diare. https://www.cnbcindonesia.com (22/04/2023)

Seolah tak kunjung usai bencana wabah covid-19 masih terus melanda hingga saat ini dengan varian barunya. Hal ini tentu saja sangat menghawatirkan, dan yang menjadi pertanyaan sudah siapkah negara menghadapi serangan covid-19 varian baru tersebut? Tentunya butuh penanganan yang serius dalam menghadapi kondisi ini, dimana pemerintah tidak hanya cukup memberikan himbauan kepada masyarakat. Diperlukan kesigapan dan aksi nyata sehingga ribuan nyawa penduduk negeri ini tidak hilang sia-sia akibat buruknya penangan terhadap wabah dan akibat kebijakan yang lambat. Pemerintah harus berani mengambil keputusan yang tegas dengan melakukan karantina bagi wilayah yang terdampak covid dan memberikan layanan kesehatan terbaik. 

Negara harus bisa mengambil pelajaran dari serangan wabah covid-19 terdahulu. Tidak boleh ada lagi kesalahan dalam penentuan kebijakan, dan keterlambatan penanganan bagi pasien covid. Masyarakat juga harus diberikan edukasi dan informasi secara masif akan keberadaan dan bahaya dari wabah covid-19 varian baru ini. Sehingga masyarakat bisa lebih waspada dan mau menerapkan kembali cara hidup sehat dan patuh terhadap protocol kesehatan. Negara tidak boleh abai dalam pengurusan umatnya. Sebagaimana pada masa Pemerintah Islam dulu yang memiliki metode yang sangat baik dalam menangani penyebaran wabah. Saat wabah terjadi, negara Islam mengkarantina wilayah yang terjangkit, hal ini sangat penting agar penyebaran wabah tidak meluas ke wilayah lain yang belum terkena wabah. Sebagaimana Sabda Rosulullah SAW, "Taun (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT. Untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di tempat kanu berada, jangan pula kamu lari darinya. " (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadist tersebut, karantina menjadi upaya yang diterapkan oleh Rasulullah bagi daerah yang terdampak wabah. Hal serupa juga pernah dilakukan ketika kekhilafahan Umar bin Khaththab yang saat itu beliau membatalkan kunjungannya ke Syam tatkala di negeri tersebut sedang terserang wabah. Hal tersebut tentu saja bertujuan agar wabah tidak menyebar ke wilayah lain yang tidak terkena wabah. Wilayah yang dikarantina tidak dibiarkan begitu saja oleh negara. Saat karantina berlangsung penduduknya tidak dapat leluasa mendapatkan kebutuhan pokok dan logistik karena aktivitasnya terbatas, oleh karena itu negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar agar tetap tercukupi. Di wilayah yang tidak terkena wabah dan tidak dikarantina kegiatan ekonomi dan aktivitas masyarakat tetap berjalan. Negara memiliki keuangan yang kuat dan tidak akan mudah pailit karena pendapatan negara bersumber dari banyak pos seperti, pengelolaan sumber daya alam, zakat, ganimah, jizyah, fai, dan kharaj. 

Betapa aturan Islam sangat sempura memberikan panduan, pengaturan, dan kepengurusan rakyatnya. Negara yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan akan mampu memberikan jaminan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan yang hakiki bagi rakyatnya. Dengan demikian saatnya mengembalikan kepengurusan umat menggunakan panduan dari yang maha sempurna dengan aturan yang paripurna, menanggalkan sistem gagal kapitalistik yang terus mencekik, dan menjadikan islam sebagai satu-satunya solusi terbaik dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. 

Wallahualam bish-shawab

Penulis : Iis Kurniawati

Post a Comment

Previous Post Next Post