Status Darurat Covid-19 Dicabut, Bukti Negara Kian Abai Oleh Ummu Syifa

Oleh Ummu Syifa 

Pemerhati Perempuan dan Generasi

Masyarakat dunia saat ini sedang menyiapkan masa peralihan dari kondisi pandemi ke endemi, setelah kurang lebih tiga tahun hidup dalam status kedaruratan akibat  pandemi Covid-19

Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)  telah mencabut status kedaruratan global terhadap pandemi Covid-19. Kasus Covid-19 dianggap telah mengalami tren penurunan di berbagai negara dan sebagian besar negara telah kembali ke kehidupan sebelum pandemi Covid-19, sehingga sudah tidak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai kedaruratan global. Meski demikian, bukan berarti ancaman virus Covid-19 sudah berakhir, lonjakkan masih terjadi di Asia Tenggara dan Timur Tengah.  (voaindonesia.com, 5/5/2023).

Di Indonesia, Juru Bicara Kementrian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan bahwa Indonesia sedang menuju pengakhiran kondisi kedaruratan, walaupun saat ini masih menghadapi adanya lonjakan kasus positif. Tim Satgas Penanggulangan Covid-19, melaporkan  per tgl 5 Mei 2023 ada penambahan 2.122 orang positif Covid-19 (liputan6.com, 5/5/2023).

Dengan dicabutnya status kedaruratan Covid-19 di tengah lonjakkan kasus tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa rakyat dipaksa untuk menjalani hidup damai  berdampingan dengan Covid-19. Menjadikan Covid-19, tetap sebagai ancaman namun segala bentuk pencegahan dan penanggulangannya diserahkan kepada rakyat sendiri, mulai dari penjagaan kesehatan, kalau sakit harus mengobati dengan biaya sendiri, tidak lagi ditanggung oleh negara. Jika pun ada berbagai program pelayanan kesehatan melalui JKN, itu pun harus ditebus dengan pembiayaan sendiri oleh rakyat dengan mengikuti asuransi BPJS. Bagi rakyat yang miskin jelas ini memberatkan.

Padahal, kesehatan adalah hak rakyat yang harus dijamin oleh negara setiap saat, dengan kemudahan berbagai bentuk dan layanan. Pelayanan kesehatan dalam sistem kapitalis hanya berpihak kepada rakyat yang berduit, sementara rakyat miskin sangat sulit mendapatkannya.

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme menjadikan kesehatan sebagai lahan bisnis oleh para korporat. Negara hanya sebagai regulator dan berlepas tangan atas tanggung jawabnya, yaitu menjamin pelayanan kesehatan terhadap rakyatnya. Ketika negara sudah abai terhadap rakyatnya maka kemungkinan edukasi ttg penyakit yg mengancam akan semakin berkurang, padahal rakyat juga perlu penjagaan dan edukasi terus menerus sehingga tidak kendor dalam menghadapi ancaman Covid-19.

Negara seharusnya menjamin bahwa edukasi dan informasi sampai kepada rakyatnya secara terus menerus sehingga rakyat tidak lengah terhadap segala sesuatu yang akan membahayakan mereka.

Dari sini sangat jelas, bahwa sistem kapitalisme penuh dengan ketidakadilan, hanya berpihak kepada segelintir orang kaya dan mengabaikan hak-hak dasar rakyat secara umum dan jika terus berlanjut akan menyebabkan berbagai kesengsaraan bagi umat manusia. Sehingga sudah saatnya kita mencampakkan kapitalisme ini. Karena, negara yang menganut sistem ini, semakin abai kepada rakyatnya, bukan hanya aspek kesehatan, namun seluruh lini kehidupan. 

Berbeda dengan Islam, Islam memandang bahwa kesehatan adalah tanggung jawab negara. Rasulullah saw. bersabda yang artinya "Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah laksana penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." ( HR. Bukhari). Contoh yang nyata, ketika Rasulullah saw. mendapat hadiah seorang dokter. Lalu, dokter itu dimanfaatkan untuk mengobati kaum muslimin. Karena, pemimpin dalam Islam memahami bahwa segala bentuk pembiayaan kesehatan, penyediaan dan penyelenggaraan kesehatan wajib dijamin ketersediannya oleh negara, tidak boleh dikomersilkan. 

Di dalam Islam,  sumber-sumber pembiayaan layanan kesehatan itu berasal dari harta-harta milik umum seperti tambang, minyak bumi, laut, hutan dan kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai dan dikelola oleh negara untuk dipergunakan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat. Dengan begitu dipastikan setiap individu dari rakyat dipermudah aksesnya dalam pemenuhan kebutuhannya terhadap kesehatan tanpa membedakan si kaya dan si miskin, warna kulit dan agamanya. Sudah saatnya kita kembali kepada Islam dengan menjadikannya sebagai aturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post