Perbaikan Jalan Menunggu Viral

 

Oleh: Luwy Sartika

Provinsi Lampung, salah satu daerah bagian Pulau Sumatera, kini tengah menjadi perbincangan di media sosial. Bukan karena provinsi ini sedang meraih gelar atau mengukir prestasi. Melainkan, karena unggahan salah satu pengguna media sosial tiktok asal Kabupaten Lampung Timur, Bima Yudho Saputro, yang menyampaikan kritiknya terhadap kampung halamannya sendiri yang tak kunjung maju karena banyak ruas jalan yang rusak. Namun bukannya berbenah, malah Bima sempat dilaporkan ke polisi oleh seorang advokat karena kasusnya tersebut (CNNIndonesia, 6/5/23). Data dari Staf Ahli Menteri PUPR, Endra S Atmawidjaja, Provinsi Lampung memiliki jalan nasional sepanjang 1.298 km, selain itu juga memiliki 1.693 km jalan provinsi serta 17.700 km jalan kabupaten (katadata.co.id, 5/5/23). Atas hal ini, Presiden Joko Widodo pun langsung turun ke lapangan dan melihat sendiri kondisi ruas jalan di Lampung yang mengalami kerusakan. Hasilnya, sekitar 15 ruas jalan dicanangkan akan dilakukan revitalisasi dan diambil alih oleh pemerintah pusat dengan mengucurkan anggaran kurang lebih Rp800 miliar dan akan mulai dilaksanakan pada Juni 2023 karena harus dilakukan lelang terlebih dahulu (BBCNEWSIndonesia, 5/5/23). Jika melihat anggaran belanja yang dialokasikan PEMDA sebesar Rp7,38 triliun tapi hanya Rp72,44 miliar yang dialokasikan untuk pemeliharaan jalan, ini berarti tidak sampai satu persen dari total APBD Lampung (CNN Indonesia 6/5/23). 

Ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah pusat kepada daerah dalam menangani masalah penyediaan infrastruktur publik serta abainya pemerintah daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana jalan. Ditambah lagi, tindak lanjut terhadap perbaikan belasan ruas jalan rusak di Lampung tersebut dilakukan setelah viral di media sosial memperlihatkan bahwa pemerintah hanya turun tangan sebagai respon reaktif setelah masyarakat membuka suara terhadap kinerja pemerintah untuk daerahnya. Kunjungan Jokowi ini pun menurut pengamat kebijakan publik, Zuliansyah menjadi tamparan bagi pemerintah daerah terkait kesiapan daerah diberikan otonomi daerah (BBC NEWS indoensia, 5/5/23). Sebab, sebatas ruas jalan saja harus diambil alih oleh pemerintah pusat itu pun setelah diviralkan oleh warga. Hal ini menjadikan viral dalam pemahaman rakyat adalah metode mendapatkan atensi dan solusi dari pemerintah. Suara rakyat yang memberikan kritik terhadap kebijakan yang dilakukan pemerintah seharusnya dijadikan tolok ukur evaluasi kinerja oleh pemerintah tapi justru seringkali diabaikan. Bahkan yang paling parah harus berakhir di meja pengadilan karena dianggap telah melanggar hukum yang ada. 

Hal-hal semacam ini menggambarkan sangat buruknya pengurusan umat berdasarkan Sistem Politik Demokrasi. Kebijakan yang ditetapkan penguasa dalam sistem ini hanya memberi ruang bagi kerakusan para kapitalis sedangkan pemenuhan kebutuhan rakyat diabaikan sehingga tak jarang rakyat kecil menjadi korban berupa kehidupan yang serba sulit. Rakyat seakan terhimpit oleh dua raksasa besar yakni penguasa dan juga pemilik modal yang saling bekerjasama meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya sendiri. Mau melawan pun rakyat harus dihadapkan dengan hukum-hukum etika yang diberlakukan penguasa. Namun, diam pun tak menjadi solusi mendapatkan keadilan. Kolaborasi antar elit ini pun semakin menjadi-jadi karena sistem pun mendukung hal demikian. Sistem Ekonomi Kapitalisme yang diadopsi negara dari barat menjadikan penguasaan terhadap kehidupan berada di pihak golongan yang kuat saja. Kuat dalam artian memiliki modal juga wewenang yang menjadikan hukum yang diterapkan pun bisa disesuaikan dengan kepentingan segelintir orang saja. Rakyat hanya dianggap sebagai formalitas dalam memperoleh dukungan ketika ingin naik ke kursi pemerintahan sedangkan urusannya tak lagi dijadikan bahan perundingan penguasa dan dibiarkan begitu saja diselesaikan sendiri oleh rakyat dengan caranya sendiri. Beruntung jika mendapat solusi, jika tidak, maka beban harus dirasakan rakyat tanpa kepedulian dari penguasa. 

Rakyat butuh sistem yang mau mengurus urusannya, penguasa yang melayani dan bertanggung jawab atas segala kebutuhannya. Sistem itu adalah Sistem Islam. Dalam Islam, seorang penguasa atau pemimpin adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dibimbingnya, sebab ia kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Subhaanahuu wata’aala terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya selama menjadi pemimpin umat. Dalam Sistem Islam, negara yang mengatur urusan rakyatnya sesuai ketentuan syara’ disebut dengan negara Khilafah sedangkan kepala negaranya disebut Khalifah. Seorang Khalifah akan memimpin dengan menerapkan aturan dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Subhaanahuu wata’aala. Islam bukan hanya agama yang mengatur urusan beribadah saja tetapi juga merupakan ideologi yang mengatur semua urusan kehidupan manusia. Seorang Khalifah akan bekerja sangat keras untuk menyejahterakan rakyatnya. Dia wajib memelihara agar kebutuhan sandang, pangan, dan juga kebutuhan papan rakyatnya terpenuhi. Pun pengadaan sarana dan prasarana untuk kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Infrastruktur seperti jalan dengan kondisi yang layak adalah hal yang wajib ada karena merupakan kebutuhan vital yang digunakan untuk melancarkan keperluan dalam rangka memenuhi hajat hidup orang banyak. Tata kelola ekonomi juga sangat bergantung kepada penyediaan jalan sebagai alat untuk mempermudah perpindahan orang dan juga barang sehingga dalam kondisi seperti ini jalan tidak hanya dibangun di daerah yang dianggap produktif saja sedangkan di daerah pelosok pengadaannya tidak diperhatikan. 

Dengan tata kelola ekonomi Islam, SDA yang ada di negeri ini dapat dikelola dengan baik dan maksimal hanya untuk memenuhi kepentingan rakyat. Islam memerintahkan negara untuk menyiapkan anggaran mutlak dalam pembangunan infrastruktur termasuk jalan, artinya ada atau tidaknya kekayaan negara untuk pembangunan infrastruktur dan transportasi yang sangat dibutuhkan tetap wajib diadakan oleh negara dan seorang kepala negara harus menemukan solusi atas hal-hal semacam itu. Itulah mengapa amanah kekuasaan dalam sistem Islam hanya akan diberikan kepada individu yang berkompeten dan memiliki komitmen tinggi serta ketundukan kepada Allah Subhaanahuu wata’aala bukan pemimpin yang hanya mementingkan dirinya sendiri sedangkan kewajibannya mengurus urusan rakyatnya diabaikan tanpa perhatian sedikit pun. 

Wallaahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post