Kemiskinan Thabi'i Penerapan Sistem Kapitalisme


 Uly Ummu Taqiyuddin

Kemiskinan merupakan permasalahan  kehidupan yang tak kunjung usai dan bahkan cenderung semakin kritis. Ibarat penyakit sudah komplikasi. Sebab, dari kemiskinan memunculkan berbagai permasalahan yang sama kronisnya seperti tidak terjangkaunya kesehatan, pendidikan, keamanan, bahkan sandang, pangan, dan papan.  

Ini membuktikan bahwa solusi yang diambil selama berpuluh-puluh tahun ini tidak mampu mengentaskan kemiskinan. Meski berbagai upaya dan langkah terus dilakukan oleh setiap pemimpin di setiap pergantian kekuasaan. 

Hal ini tidak lain karena pandangan akan kemiskinan masih bertumpu pada satu teori. Sebagaimana, yang digagas oleh Adam Smith bapak kapitalis dunia modern bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas sedang alat pemenuhannya terbatas. Yang pada akhirnya, solusi yang diambil pun jauh panggang dari api. Seperti, meningkatkan jumlah produksi yang sebesar-besarnya. Padahal, meski produksi melimpah tapi tidak serta merta pula masyarakat terpenuhi kebutuhannya.

Teori ini jelas tidak berdasar dan bisa terbantahkan meski hanya melihat fakta belaka. Seperti misalnya banyak daerah yang masuk daftar pendapatan tinggi menengah namun dibelakang itu justru kemiskinan semakin akut. Sebut saja provinsi Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Sejumlah provinsi ini, menurut Suharso, merupakan provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$ 4.200. (CNNindonesia.com, 7/4/2023)

Selain itu, masih tingginya angka stunting dan gizi buruk. Padahal, disisi yang lain banyak pula orang-orang yang gemuk dan obesitas karena kelebihan asupan makanan dan kalori. Ini berarti kekayaan atau SDA itu melimpah namun hanya dikuasi oleh orang-orang tertentu saja. Sedang, sebagian besar masyarakat tidak mendapat akses untuk menikmatinya. Sebut pula, beras Bulog yang membusuk sekitar 20ton. Padahal, kondisi rakyat dalam kemiskinan bahkan sampai ada yang meninggal sebab kelaparan. 

Kapitalisme Biang Keroknya
 
Kemiskinan yang semakin parah ini harusnya menjadikan masyarakat terkhusus umat muslim mau berfikir ulang dan mendalam akan akar masalah kehidupan ini. Apakah iya akan terus mengambil langkah yang sama dengan cara yang sama pula? Tanpa menggali lebih dalam lagi, padahal aqal telah dianugerahkan kepada manusia.

“Seorang mukmin tidak boleh jatuh ke satu lubang dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim). 
Hadis tersebut mengandung pesan bahwa seorang muslim perlu belajar dari kesalahan yang pernah diperbuatnya. 

Maka dengan menggali sistem yang diterapkan dalam kehidupan ini adalah hal yang mendasar dan utama yang harus dilakukan. Sebab, sistemlah yang mengerakkan dan mengarahkan berjalannya suatu kehidupan.

 Jika mau berfikir jernih sistem kapitalis yang berasas sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) ini telah jelas membuang petunjuk kehidupan dari Sang Pencipta dan mengambil aturan dari manusia yang lemah dan terbatas. Yang kemudian melahirkan aturan-aturan yang jauh dari kemaslahatan. Seperti penguasa yang hanya sebatas regulator, sedang segala kebutuhan masyarakat diserahkan kepada para pemilik modal (kapital) baik swasta maupun asing. 

Hal ini, kemudian menjadikan berbagai kebutuhan rakyat dikomersilkan, seperti pendidikan yang harusnya menjadi hak setiap warga. Namun, faktanya pendidikan yang baik hanya bisa diakses oleh orang kaya, sedang rakyat miskin tidak mampu menjangkaunya, jikapun bisa hanya ala kadarnya. Begitupun dengan kesehatan, yang dipetak-petakkan pelayanannya berdasarkan kemampuan keuangannya bukan berdasarkan jenis, berat dan ringannya penyakit. Ditambah lagi dengan pelayanan transportasi dan kebutuhan akan sandang pangan dan papan yang masih jauh dari keterjangkauan keumuman masyarakat. 

Padahal, para pemberi layanan ini terbentuk dari mental kapitalisme yaitu mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Maka, menjadi keniscayaan jika biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok akan terus naik.  

Begitu pula dengan sistem ekonomi liberalnya. Menjadikan sumber daya alam (SDA) mampu dikuasi swasta dan asing dengan berbagai UU yang begitu mudah dibuat dan disahkan oleh para penguasa. Ini bermula karena proses pemilihan dalam demokrasi yang mahal. Sehingga mau tidak mau mereka calon pemimpin harus menggandeng para kapital untuk membiayai kampanyenya. Dengan imbalan berbagi kemudahan dalam pengerukan SDA. Seperti, emas, batubara, minyak, nikel bahkan lahan dan hutan untuk berbagai pembanguan yang jauh dari standar amdal. Ini berakibat pada penguasan SDA oleh beberapa gelintir orang dan kerusakan lingkungan yang parah. Dengan ini rakyat akan ketimpangan, karena SDA dirampas ditambah kerusakan lingkungan yang harus ditanggungnya. 

Selain itu juga sistem pendistribusian yang tidak berlandaskan periayahan pada rakyat, namun pada keuntungan belaka. Ini menjadikna kekayaan hanya berputar dikalangan orang-orang kaya saja

Islam Solusi Hakiki

Islam sebagai agama yang universal, dengan seluruh aturan ibadah dan tata cara dalam kehidupan. Mestinya menjadi satu-satunya sistem kehidupan yang menjadi pilihan. Selain memang wajib tetapi juga karena seluruh hukum-hukumnya yang adil dan memuliakan. Seperti halnya dengan masalah kemiskinan ini. Islam memiliki metode baku yang harus dijalankan. Baik dalam aturan kepemilikan yang rinci hingga sistem distribusinya.

Islam menjadikan sistem kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan umum, pribadi dan negara. Kepemilikan umum seperti, semua jenis tambang, hasil laut, lahan, hutan dan semisalnya.
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dengan ini, maka segala bentuk SDA hanya boleh dikelola oleh negara dengan hasil sepenuhnya untuk kebutuhan rakyat. Baik salurkan melalui pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis, pembagunan transportasi, tempat ibadah sampai pada pemenuhan sandang pangan dan papan. 

Sehingga, dari sini penguasa atau pemimpin benar-benar akan mampu menjalankan perannya sebagai periayah bukan sebagai regulator.
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. al-Bukhari)

Dengan ini, kemiskinan akan mampu terentaskan secara sistemik. Sebab, rakyat tidak lagi menanggung kebutuhan hidup. Ditambah segala penghasilan rakyat bisa digunakan untuk kebutuhan lain, yang tentu untuk meningkatkan kemaslahatan hidup. Sebagaimana agama mengajarkan, bahwa pertanggung jawaban itu tidak hanya atas asal dan cara mendapatkan harta tetapi juga bagaimana harta itu dibelanjakan. 

Selain itu juga ditunjang oleh sistem distribusi yang adil dan merata. Seperti, layanan kesehatan dan pendidikan yang akan mampu dijangkau oleh penduduk pedalaman sekalipun standar kualitas yang sama. Dan juga berbagi pelayanan transportasi yang akan mampu meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat. 

Inilah konsep sempurna Islam yang telah jelas jejaknya mampu menyejahterakan kehidupan manusia selama 14 abad lamanya. Maka, tentu memperjuangkan sistem ini adalah langkah yang harus dilakukan oleh setiap orang terkhusus umat muslim. Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post