UU Cipta Kerja Disahkan, Nasib Buruh Semakin Sengsara


Oleh: Sukey
Aktivis muslimah ngaji

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi undang-undang. Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023, di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal dan Organisasi Serikat Buruh dengan tegas menolaknya. Pihaknya pun akan melakukan berbagai langkah untuk melawan aturan yang baru saja disahkan ini. kata Said, pihaknya juga akan melakukan permohonan parliament review. Menurutnya revisi terhadap UU Cipta Kerja dengan cara melakukan aksi secara terus menerus ke DPR RI sangat dimungkinkan. Partai Buruh dan organisasi-organisasi serikat buruh akan mempersiapkan aksi mogok nasional yang akan dilaksanakan pada Juli dan Agustus mendatang,(voaindonesia.com;21/03/2023).

ASPEK Indonesia menilai Isi Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR RI, tidak jauh berbeda dengan isi UU Cipta Kerja, yang banyak merugikan kepentingan pekerja. Hilangnya kepastian jaminan pekerjaan, jaminan upah dan jaminan sosial dalam UU Cipta Kerja maupun dalam Perppu Cipta Kerja, akan menjadi mimpi buruk yang berkepanjangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lahirnya UU Cipta Kerja ini akan memberatkan rakyat. Ini menunjukkan bahwa negara bukan meringankan beban rakyat, tapi negara justru menambah beban rakyat. Ukuran masyarakat sejahtera itu kan paling sederhana bisa dilihat itu dari pendidikan, dari daya beli dan dari kesehatan. Tapi sekarang banyak yang putus sekolah. Kemudian untuk kesehatan masih bergantung pada iuran BPJS sudah bayar pun masih tidak dilayani, bahkan ditolak hingga ada yang meninggal, lalu rakyat juga masih harus membayar pajak, PPH, PPN, pajak retribusi dan macam-macam.

Pemerintah akan saling kejar mengejar untuk berebut investasi yang tengah mengering di tengah perekonomian dunia yang lesu. “Segera setelah pemerintah Indonesia meloloskan Perppu Cipta Kerja ini, mungkin pemerintah kapitalis di negeri lain akan mengajukan omnibus law mereka sendiri, yang lebih inovatif dalam memeras darah dan keringat rakyat pekerja. tujuannya tidak lain adalah demi kapitalisme yang ujungnya adalah memangkas upah buruh agar murah. Ini beresiko pada sumber daya alam kita. 

Politik transaksional dan konflik kepentingan akan selalu mewarnai roda pemerintahan demokrasi. Seperti adagium yang sudah sangat kita kenal “tidak ada makan siang gratis”. Penguasa terpilih akan menetapkan regulasi dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan pemilik modal. ” Jika Anda menang dalam pemilu, saya dapat apa?” Begitulah kira-kira politik transaksional yang berlaku. Tidak heran jika banyak kita temukan banyak aksi balas budi politik setelah si kontestan memenangkan kompetisi dalam pemilu.

Sementara itu dengan disahkannya Perpu Cipta Kerja menjadi UU yang kemudian akan menjadi payung hukum bagi oligarki dan para kapitalis untuk lebih mengeksploitasi sumber daya alam negeri ini bahkan juga sumber daya manusia nya. Maka, slogan sistem politik demokrasi yang sebenarnya adalah "Dari kapital, oleh kapital, dan untuk kapital". Suara rakyat di dalam demokrasi saat ini hanya dibutuhkan menjelang pemilu saja, sementara saat duduk di bangku kekuasaan, kebijakan atau RUU yang disahkan hanya untuk mengeksekusi kepentingan para pemilik modal, sementara rezim saat ini sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Tak heran, buruh dalam sistem demokrasi kapitalisme saat kini jauh dari kata sejahtera, sistem ini terbukti gagal melindungi dan menjamin hak-hak pekerja.

Hal ini berbeda pada sistem Islam yang mengatur masalah upah/gaji buruh. Institusi praktis menerapkan hukum sesuai syariat Islam dalam lini kehidupan. Dalam Islam, manusia tidak berhak membuat hukum karena hak membuat hukum hanya ada pada Allah Taala sebagai Al-Khaliq (pencipta) dan Al-Mudabbir (pengatur makhluk-Nya). Manusia diberi wewenang menjalankan hukum sesuai ketetapan syariat Allah Swt. Inilah salah satu perbedaan mendasar sistem demokrasi dengan Islam. 

Islam mengatur hubungan pemilik  dan pekerja/buruh dengan solusi jitu bahkan membawa kemaslahatan diantara kedua belah pihak. Dalam Islam pengaturan hubungan antara pekerja/buruh dengan majikan dilakukan dengan akad atau kesepakatan yang disebut ijaroh. Sejak awal majikan wajib menjelaskan kepada calon pekerja tentang jenis pekerjaannya, waktu kerjanya serta jenis pekerjaannya serta besaran upah serta hak hak mereka. Sedangkan pekerja atau buruh wajib memberikan jasa sebagaimana yang disepakati bersama.

Mereka tidak boleh mendzalimi satu dengan yang lainnya.
"Berikanlah kepada pekerja upahnya sebwlum keringatnya mengering",(HR. Ibnu Majah).

Hadits di atas menjelaskan jangka waktu majikan memberi upah yakni manakala telah selesai pekerjaannya. Sementara pemenuhan upah dalam Islam tidak di tentukan dalam standar hidup minimum dalam suatu daerah sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Dalam Islam besaran upah disesuaikan dengan besarnya jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. 

Demikianlah konsep Islam berkaitan dengan peran pekerja dan pengaturan majikan dalam masyarakat berdasarkan syariat kafah. Tidak ada pro dan kontra terhadap hukum sebab hukum yang berlaku di dalam Khilafah adalah hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah. Andai terjadi perbedaan pandangan terhadap suatu hukum, maka perintah Khalifah menghilangkan perbedaan tersebut. Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post