Undang-Undang Ciptaker Bagai Racun tak Berwarna


Oleh : Milda, S.Pd
(Aktivis Muslimah)

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Universitas Indonesia menyatakan sikap menolak pengesahan Perpu menjadi Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut. Selain itu, mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja.

"Pengesahan RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi," ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis 23 Maret 2023.
Ia menyebut Perpu Cipta Kerja pada dasarnya hanyalah salinan dengan minimnya perubahan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah, baik secara formil maupun materiil.
https://nasional.tempo.co/read/1706142/aliansi-bem-ui-tolak-pengesahan-perpu-jadi-uu-cipta-kerja

UU Ciptaker Penuh Kontroversi

Pengesahan UU Ciptaker bagai racun tak berwarna  dengan kontroversi yang sejak pengesahannya menimbulkam berbagai polemik di tengah masyarakat. UU Ciptaker yang berpihak pada para pemilik modal memberi kemudahkan investor asing menguasai SDA dengan dalih investasi. Terlihat kebijakan ini makin tidak berpihak pada rakyat, rakyat yang hanya mampu bersuara dengsn jalur hukum yang ada. Walaupun rakyat sudah berulang kali menolak pengesahan UU Ciptaker tetapi penguasa seolah suara rakyat tak berguna. Tipis kemungkian harapan masyarakat untuk mengajukan permohonan pada MK,  secara penguasa memiliki hubungan dengan pihak MK yang semua itu tidak jauh dari keputusan yang telah disepakati. Hukum pun selalu berpihak pada mereka yang memiliki kuasa, sebab hukum yang berasal dari manusia tidak akan mampu memberi keadilan. Inilah sistem demokrasi yang katanya "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat" nyatanya tong kosong nyaring bunyinya. Sebab hukum buatan manusia yang cenderung mengikuti hawa nafsunya.

Politik demokrasi menyingkirkan hukum dan menghilangkan keberadaan Allah dalam mengatur kehidupan sehingga segala aktivitas politik kekuasaan, semua kebijakannya sarat akan kepentingan dengan bermodalkan ala kapitalisme sebagai penentu kemenangan. Tidak heran jika kemudian melahirkan berbagai masalah, setelah kemenangan berpihak pada mereka yang menang sebagai penguasa. Sehingga tidak akan ada kebaikan dalam sistem ini karena standar perbuatan tidak mengenal halal-haram, bahkan sistem ini acapkali mencampur adukkan kebenaran dengan kebathilan yang semua itu sah-sah saja serta menjadikan segala perbuatannya dianggap benar.
Demokrasi senantiasa menghalalkan segala cara agar tetap eksis dengan kekuasaannya dan pada akhirnya menimbulkan dampak buruk dalam segala ranah kehidupan.

Belajar dari Penguasa Islam

Penguasa dalam Islam tidak akan pernah menghianati Allah dan Rasul-Nya dengan membuat hukum sendiri sebab, hukum yang berasal dari Allah SWT yakni (Islam) memiliki seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna  yang berasal dari-Nya sebagai pengatur makhluk-Nya. Manusia hanya diberi wewenang dalam menjalankan hukum dan syariat-Nya sesuai ketentuan Allah SWT.  Mestinya penguasa saat ini harus belajar dari penguasa Islam yang menerapkan hukum Allah SWT sebagai penanggung jawab seluruh kebutuhan, perlindungan, keamanan kesejahterahan, melayani kepentingan rakyat dan lain sebagainya. Terlebih mengajak rakyatnya senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar yang semua itu tanda kepedulian pengusa terhadap rakyatnya.

Dalam Islam penguasa juga berusaha semaksimal mungkin mendengarkan segala aspirasi rakyatnya jika terjadi penyalagunaan wewenang. Dalam sistem Islam sangat minim terjadi penyelewengan wewenang sebab sebagai penguasa haruslah memiliki ketakwaan yang tinggi terhadap Allah SWT. Islam juga tidak membiarkan proyek investasi asing khususnya dari negara harbi menguasi SDA di negeri muslim sebab itu hanya akan menjajah negeri kaum muslim.

Dengan pengaturan Islam, tidak ada yang terdzolimi maupun dirugikan dengan hukum-hukumnya karena semua diberikan keadilan dan kesejahteraan sebagaimana
Firman Allah Subhana Hu Wata'alah :

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)"? (QS. Al-Maidah ayat 50).

Merindukan penguasa yang amanah menjadi impian seluruh umat. Maka, tidak ada jalan lain kecuali umat sadar dan mau bergerak dalam menegakkan hukum Allah Swt semoga Allah menyentuh hati setiap umat untuk sama-sama saling berjuang demi tegaknya kaimat Tauhid.
Wallahu Alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post