Penelantaran Bayi Marak, Tersebab Pengasuhan tak Layak?


Oleh Sartinah
(Pegiat Literasi)

Anak adalah amanah yang harus dirawat, dijaga, dan dididik dengan baik. Kesalahan dalam merawat dan mendidik anak-anak akan berakibat pada rusaknya kepribadian mereka. Mirisnya, fakta itu kini justru banyak terjadi di tengah masyarakat. Banyak anak yang tak dikehendaki kelahirannya hingga mereka ditelantarkan. Salah satunya terjadi di Kalimantan Selatan.

Sebagaimana diwartakan republika.co.id (09/04/2023), Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rini Handayani menyebut, selama kurun waktu Januari hingga April 2023 saja, telah terjadi dua kasus pembuangan bayi di Kota Banjarmasin. Salah satu bayi korban penelantaran adalah seorang balita yang kini sudah dikembalikan kepada orang tuanya yang berstatus belum menikah. 

Sedangkan satu bayi lainnya yang dibuang dalam kardus, saat ini sedang mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Menurut Rini, bayi tersebut selanjutnya akan dirawat oleh Calon Orang Tua Angkat (COTA) sementara yang sudah ditunjuk oleh Dinsos Kota Banjarmasin. Pihaknya menyebut, jika orang tuanya tidak ditemukan, maka bayi tersebut akan diserahkan pada panti perawatan bayi milik Dinsos Kalimantan Selatan maksimal selama enam bulan. Selanjutnya akan dilakukan prosedur pengangkatan anak oleh COTA.

Tak Cukup Fokus pada Masalah Cabang

Gerak cepat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam menangani kasus penelantaran bayi memang patut diapresiasi dan sudah seharusnya dilakukan. Apalagi kasus-kasus semacam ini ibarat fenomena gunung es yang hanya tampak sedikit di permukaan, tetapi yang tidak tampak jauh lebih banyak. Bagaimana tidak, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai 2022 saja, ada 4,59 persen bayi di Indonesia yang terlantar.

Maraknya kasus-kasus penelantaran bayi diduga akibat hubungan di luar nikah. Apalagi beberapa waktu lalu marak kasus dispensasi nikah yang diakibatkan karena hamil di luar nikah. Banyak remaja yang tidak siap memiliki anak karena belum menikah ataupun tidak menginginkan kelahiran anaknya. Jika demikian, maka wajar saja masih terdapat pola-pola pengasuhan anak yang tidak layak.

Padahal, jika menelisik problem ini lebih mendalam, solusi pemerintah yang hanya fokus pada korban, tidak akan mampu memutus merebaknya kasus-kasus serupa. Jika tak diputus akarnya, maka akan terus muncul kasus-kasus penelantaran bayi lainnya. Ini artinya, pemerintah hanya fokus menyelesaikan masalah cabang, tetapi lalai pada persoalan mendasarnya.

Seharusnya pemerintah fokus pada permasalahan akarnya, yakni memutus maraknya pergaulan bebas. Pasalnya, pergaulan bebaslah yang telah melahirkan berbagai permasalahan turunan lainnya. Seperti seks bebas, HIV/AIDS, aborsi, penelantaran anak, dan lain-lain. 

Buah Kebebasan 

Maraknya pergaulan bebas, khususnya di kalangan remaja, adalah buah dari prinsip kebebasan yang kini diemban. Kebebasan yang nyaris tanpa batas tersebut telah mengakibatkan petaka bagi generasi muda. Atas nama kebebasan, manusia menghalalkan segala cara demi memuaskan keinginan. Prinsip kebebasan yang lahir dari sekularisme tersebut telah nyata membuat generasi muda terseret jauh dari identitas keislamannya. Agama hanya disimpan di sudut-sudut sempit seperti masjid, sementara perilaku manusia diatur berdasarkan akalnya yang serba terbatas. 

Padahal, aturan manusia sangat dipengaruhi oleh manfaat dan kepentingan yang meniscayakannya jauh dari kebenaran dan keadilan. Sebut saja soal kasus hamil di luar nikah yang salah satunya berdampak pada penelantaran anak. Bukannya menegakkan aturan yang tegas terhadap pelaku zina, pemerintah justru terkesan melegalkannya. Hal ini terbukti dengan diberikannya izin dispensasi nikah oleh negara karena para pelakunya terlanjur hamil. 

Inilah dampak nyata penerapan sekularisme yang menjauhkan manusia dari aturan Tuhan. Selama spirit sekularisme masih menjadi acuan, maka mustahil rasanya akan memutus maraknya kasus seks bebas di kalangan remaja. Negara butuh solusi fundamental untuk menyelesaikan persoalan ini hingga tuntas.

Solusi Islam

Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Syariatnya melahirkan kebaikan bagi seluruh makhluk jika diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Artinya, tidak ada satu masalah pun yang tidak mampu diselesaikan oleh Islam, termasuk memutus pergaulan bebas secara tuntas.

Islam memiliki langkah konkret yang mampu menyelesaikan masalah pergaulan bebas hingga ke akarnya. Beberapa langkah tersebut, di antaranya: Pertama, Islam dengan tegas melarang perbuatan zina. Larangan tersebut Allah tuangkan dalam kitab-Nya yang mulia pada surah Al-Isra ayat 32, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji." 

Selain itu, Islam juga melarang kaum wanita membuka auratnya yang dapat mengakibatkan rangsangan syahwat. Islam sangat memuliakan wanita dan menjaga kehormatan mereka. Salah satunya dengan mewajibkan menutup aurat kepada kaum wanita. Tak hanya mewajibkan menutup aurat, Islam pun melarang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkhalwat (berdua-duaan).

Kedua, negara mewajibkan ketakwaan individu terhadap seluruh individu masyarakat. Pembentukan karakter takwa tersebut akan dilakukan melalui sistem pendidikan Islam. Di mana, sistem tersebut akan membentuk pola pikir dan sikap yang berlandaskan akidah Islam. Dengan ketakwaannya, kaum muslim akan mudah memilah mana perbuatan yang dibolehkan dan mana yang dilarang.

Ketiga, negara akan menerapkan sanksi tegas bagi pelaku perzinaan. Sanksi tersebut berupa jilid ataupun rajam bagi pezina laki-laki dan perempuan. Sanksi tegas dari negara akan membuat pelaku jera dan menjadi pelajaran bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa.

Demikianlah Islam memberikan solusi tuntas terhadap berbagai persoalan yang menjerat manusia, termasuk memutus merebaknya pergaulan bebas. Jika persoalan mendasar telah berhasil diatasi, maka kasus-kasus penelantaran anak karena hamil di luar nikah dapat dicegah. Di bawah naungan Islam, generasi muda benar-benar menjadi agent of change, bukan generasi rusak sebagaimana hari ini.
Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post