> Revisi Ketentuan JHT, Permenaker yang Tidak Berperasaan - NusantaraNews

Latest News

Revisi Ketentuan JHT, Permenaker yang Tidak Berperasaan



Oleh : Dwi Sri Utari, S.Pd
(Guru dan Aktivis Politik Islam)

Serangkaian protes mengemuka di kalangan masyarakat usai ditetapkannya perubahan mekanisme pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi saat usia pensiun 56 tahun. Kesal dan kecewa begitulah setidaknya yang dirasakan oleh masyarakat ketika mengetahui ketentuan tersebut. Bagaimana tidak, peraturan tersebut ditetapkan ditengah situasi menjamurnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19 ini. Sehingga, nampaknya tidak berlebihan apabila ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang tidak berperasaan. 
Ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah tersebut tengah menjadi sorotan para pekerja. Dilansir dari cnnindonesia.com pada Jumat, 11 Februari 2022, Menaker Ida Fauziyah merilis aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam aturan itu dana JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun. Ketentuan itu dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Dalam aturan dijelaskan manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Aksi protespun tidak luput muncul dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Dilansir dari ekonomibisnis.com pada 12 Februari 2022, Ketua KASBI Nining Elitos menilai negatif langkah Kementerian Ketenagakerjaan yang menetapkan pencairan manfaat jaminan hari tua atau JHT peserta BPJS Ketenagakerjaan saat berusia 56 tahun. “Selain semua program membayar iuran, kini kebijakan JHT harus menunggu usia 56 tahun, berbagai peraturan dibuat bukan lagi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemudahan bagi kaum buruh,” kata Nining melalui pesan WhatsApp, Jumat (11/2/2022).
Di bawah naungan sistem kapitalisme, kebijakan yang ditetapkan memang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Kesejahteraan rakyat nampaknya tidak pernah menjadi pertimbangan bagi ditetapkannya sebuah kebijakan. Aturan yang ada selalu saja terasa menguntungkan pihak-pihak tertentu. Alih-alih menguntungkan masyarakat, sistem kapitalisme justru mengeksploitasi kaum pekerja dengan memeras keringatnya akan tetapi abai terhadap jaminan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, dana JHT adalah bagian dari harta pekerja yang diharapkan menjadi penopang saat menghadapi kondisi yang tak diinginkan seperti berhenti bekerja karena faktor-faktor tertentu. Disaat yang sama, para pekerja dan masyarakat secara umum tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar dari negara, seperti biaya pendidikan dan kesehatan. Padahal ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung ini, masyarakat ibarat dalam kondisi yang renta. 
Dengan melihat fakta tersebut, layaknya menyadarkan kita bahwa rezim dengan sistem kapitalis senantiasa membuat masyarakat dihadapkan dengan persoalan hidup. Oleh sebab itu, sudah seharusnya mencari sistem peraturan hidup lain yang lebih mampu mengurusi rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan yang mampu mengurusi umat manusia dengan baik sesuai dengan fitrahnya. Sistem Islam memandang negara adalah pelayannya umat yang mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara bertugas menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat. Di samping itu, dalam sistem pemerintahan Islam, regulasi dan legislasi hukum dibuat sesuai ketentuan Islam. Sehingga akan mencegah timbulnya politik kepentingan.  Sebab tidak memberikan peluang produk hukum yang dibuat berdasarkan kepentingan manusia. Maka dari itu, sudah selayaknya pula untuk segera mencampakan sistem kapitalis-liberal dan beralih pada sistem peraturan hidup yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Wallahu Alam bii Shawab

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.