Korupsi Meningkat, Islam Solusi Tepat


Oleh Susci
 (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut, Sulteng)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga terdepan dalam memberantas tindak korupsi. Terbukti pada tahun 2021, KPK mencatat data penanganan korupsi mencapai 101 perkara dan telah menjerat 116 tersangka. Hal tersebut diungkapkan oleh juru bicara KPK, Ali Fikri.

"Tahun ini, sampai dengan November 2021, KPK mencatat telah menangani 101 perkara dengan 116 pelaku." (liputan6.com, 20/12/2021)

Dari data tersebut, tampaknya negara kita mengalami peningkatan korupsi. Mengingat pada tahun 2020, KPK mencatat terdapat 91 perkara dengan melibatkan 110 pelaku. Sedangkan, di tahun 2021 justru mengalami peningkatan.

Hal tersebut tentu menambah kekhwatiran masyarakat. Pasalnya, KPK sebagai lembaga yang bergerak dalam pemberantasan tindak korupsi terkesan gagal menangani korupsi. Terbukti munculnya kasus berulang dari tahun ke tahun. Hal tersebut tak bisa dilepaskan dari peran negara yang tidak mampu menganalisis dan memahami problematika mendasar dalam memberantas tindak korupsi.

Ironisnya, korupsi dilakukan oleh pejabat pusat dan daerah yang mengaku siap melayani rakyat dengan segenap jiwa, mengabdi terhadap tanah air, dan berupaya memajukan bangsa dan negara. Sayangnya, hal tersebut hanyalah kebohongan yang dibaluti coklat manis berlapis-lapis. Masyarakat harus sadar bahwa jabatan pejabat tidak selamanya hadir untuk melayani kebutuhan rakyat. Namun, mereka hadir dengan tujuan meraih keuntungan. 

Dengan meningkatnya tindak korupsi, memvisualisasikan ketidakmampuan negara dalam mengurusi urusan rakyat yang tentu berimpak kepada masyarakat. Masyarakat yang akan menanggung kerakusan sebagian golongan. Oleh karena itu, perlunya negara memahami penyebab dari peningkatan kasus korupsi.

Penyebab Munculnya Tindak Korupsi

Penyebab korupsi di antaranya ialah lemahnya akidah individu. Kelemahan akidah inilah yang memicu keinginan untuk melakukan tindak korupsi. Kelemahan akidah adalah awal dari masuknya celah praktik korupsi yang disebabkan karena  hilangnya ketaatan dan rasa cukup oleh pihak terkait.

Selain itu, mahalnya biaya politik menyebabkan maraknya tindak korupsi. Hal tersebut dapat dilihat dari dana yang akan dikeluarkan pada saat meraih jabatan. Tak tanggung-tanggung para calon akan mengeluarkan dana besar demi pemenuhan hasrat eksistensinya. Sehingga, ketika jabatan telah berhasil diraih, maka timbul hasrat kembalikan pokok dari dana yang sudah dikeluarkan sebelum menduduki jabatan. Hal ini tentu akan melumpuhkan politik ri'ayah. Pejabat baik dari pusat maupun daerah tidak akan memperhatikan kebutuhan pokok rakyatnya. Mereka hanya akan disibukkan oleh perkara yang memberikan keuntungan materi dan ketenaran diri, dibandingkan mengurusi urusan rakyat yang dianggap menyita waktu dan membawa kerugian. 

Selain itu juga, gaji para pejabat dirasa tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga, memicu tindakan penyelewengan kekuasaan dengan tujuan meraih keuntungan. Demikian halnya dengan hukum yang tidak memberikan sanksi tegas dan efek jera bagi pelaku. Pelaku hanya diberikan sanksi ringan berupa penjara dengan kurun waktu tertentu yang tentu tidak akan memunculkan ketakuan bagi siapa saja yang melihatnya. Buktinya, korupsi masih terus berkeliaran dengan hukum yang tetap sama dari tahun ke tahun.

Selain itu, lembaga yang bertugas memberantas tindak korupsi berdiri dengan asas tebang pilih. Asas inilah yang memberikan kelemahan signifikan bagi lembaga tersebut dalam memberantas tindak korupsi. Hal ini dapat dilihat dari proses pergerakan KPK di tahun sebelumnya saat mengatasi korupsi yang dilakukan oleh beberapa pejabat negara. Misalkan, kasus penyelewengan kekuasaan dan suap yang dilakukan oleh menteri kelautan dan perikanan begitu antusias diusut, sampai dengan cepat menghadirkan salah-satu oknum sebagai saksi. Namun, berbeda halnya dengan kasus korupsi dana bansos bagi rakyat terdampak Covid-19. Pihak yang terlibat justru mengalami kelambatan dalam proses pengumpulan data dan saksi, bahkan sampai sekarang sudah tak kedengaran kelanjutan kasusnya.

Dengan memahami dan menganalisis penyebab munculnya korupsi, negara dapat dengan mudah menghindari potensi penyebabnya. Namun, memahami dan menganalisis tidaklah cukup, negara harus menghindarkan diri dari keterlibatan penerapan kapitalisme sekularisme, sistem yang menjerat penganutnya untuk terus mengejar eksistensi materi tanpa henti, sekalipun menggunakan cara kotor. 

Alhasil, korupsi menjadi masalah yang krusial tanpa ujung penyelesaian tuntas. Bagaimana negara dapat menyelesaikan masalah korupsi jika masih terpatri dalam penerapan kapitalisme sekularisme yang berasal dari pikiran, ego dan hawa nafsu manusia. Sistem yang terus mengejar materi dan eksistensi dunia, meninggalkan syariat Islam yang memiliki solusi atas segala macam permasalahan umat.

Gambaran Islam dalam Menangani Korupsi

Gambaran Islam dalam menangani tindak korupsi sudah sangatlah jelas. Islam akan lebih mendahulukan pencegahan dibandingkan pengobatan. Sebab, Islam paham betul bahwa mengatasi lebih penting daripada mengobati. Namun, bukan berarti Islam tidak memperhatikan pengobatan, Islam mengetahui mana yang harus lebih didahulukan dan mana yang tidak. Oleh karena itu, negara akan dengan cepat menganalisis potensi apa saja yang mendorong terjadi praktik korupsi. Sehingga, dapat dicegah dengan sigap dan tepat untuk mengurangi tindak korupsi.

Pencegahan Islam di antaranya yakni memperhatikan dari sudut keyakinan mereka kepada Allah Swt. Keyakinan yang kokoh akan menghalangi masuknya tindakan kezaliman, mereka akan lebih cenderung melakukan perbuatan makruf dan menghindari perbuatan mungkar, mereka akan menjadi pemimpin yang jujur dan amanah. Dengan ini tindak korupsi akan nihil terjadi. Islam pula akan memberikan gaji yang memadai bagi para pejabat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, agar terhindar dari perbuatan korupsi yang sebagian juga disebabkan karena belum terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak.

Selain itu, di dalam Islam meraih jabatan kepemimpinan tidak membutuhkan biaya yang besar. Sebab, kehadiran pemimpin sangatlah dibutuhkan dalam mengelola dan mengurusi kebutuhan rakyat. Sehingga, tidak membutuhkan dana yang besar seperti hari ini. Para pemimpin yang telah menjabat tidak akan melakukan tindak korupsi, mereka memahami bahwa kehadiran mereka sebagai pemimpin adalah untuk memerdekakan rakyat dari penghambaan selain kepada Allah Swt. Memberikan kesejahteraan bagi rakyat, melindungi mereka dari segala macam bahaya dan kerugian, bukan sebaliknya menjadi agen yang merugikan dan meresahkan mereka.

Tatkala pencegahan telah dilakukan, namun korupsi masih tetap terjadi maka, Islam akan melakukan proses pengobatan, Islam akan memberikan sanksi tegas dan berefek jera bagi pelaku. Hukuman tersebut berupa peringatan, edukasi, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati. Dengan ini akan timbul rasa takut untuk melakukan korupsi, mereka akan menghindari segala macam tindakan yang akan mengancam diri mereka. Hukuman dalam Islam bertujuan untuk mencegah terjadinya kasus berulang dan ajang pengguguran dosa.

Islam pula akan menghandirkan lembaga yang mampu memberantas tindak korupsi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Negara dan lembaganya akan sigap memberantas korupsi dari akar-akarnya sesuai dengan tuntunan syariat Islam dan tidak berasas tebang pilih seperti hari ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya umat meninggalkan sistem kufur kapitalisme sekularisme menuju sistem Islam. Pengaturannya yang berasal dari Allah Swt. sebagai satu-satu pembuat hukum dalam mengatur kehidupan manusia. Bukan manusia yang bersifat lemah dan terbatas.

Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post