Harga Komoditas Naik, Kado Pahit Awal Tahun


Oleh: Nelliya Azzahra
 (Novelis)

Awal tahun kita harus menelan pil pahit dengan meroketnya harga komoditas seperti cabai, telur, dan minyak goreng yang mana peningkatan ini terjadi sejak Desember 2021. Peningkatan harga ini akan tetap bertahan sampai akhir January 2022. Namun masyarakat diminta untuk tidak terlalu khawatir karena harga-harga pangan tersebut akan kembali turun pada kuartal I-2022.

Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas mengatakan saat ini harga-harga komoditas tersebut telah melewati batas harga psikologis. Harga cabai di tingkat konsumen telah tembus Rp 100.000 per kilogram. Harga minyak goreng curah sudah lebih dari Rp 18.000 per kilogram dan harga telur yang mencapai Rp 30.000 per kilogram. 
"Kenaikan ini sudah melewati batas psikologis tapi ini tidak perlu dikhawatirkan," kata Andreas dalam Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021. Dilansir oleh liputan6 com. Jakarta, Rabu (29/12/2021).

Pernyataan ini sungguh ironis, bahkan menginginkannya sekalipun, mereka tak bisa berhenti untuk khawatir saat mau tak mau karena butuh pasti akan dibeli juga. Kenyataan ini tak pelak membuat masyarakat merasa resah dan nelangsa. Kenaikan bahan komoditas ini terjadi berulang dan masyarakat hanya diminta jangan khawatir. Bagaimana tidak khawatir saat kenaikan ini terjadi di masa ekonomi sulit, belum lagi biaya hidup lainnya yang kian hari terasa semakin menjerat leher. Rakyat dipaksa menerima keadaan ini tanpa adanya solusi. Dalam hal ini, konteksnya tidak tepat bila hanya meminta rakyat untuk bersikap biasa saja sedangkan keadaan mereka, pada faktanya sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, berharap kesejahteraan di sistem saat ini jauh panggang dari api. Periayahan yang tidak maksimal menjadikan rakyat sebagai korban dan tumbal. 

Lalu, muncul sebuah pertanyaan, mengapa pemerintah tidak mampu mengantisipasi padahal kondisi ini terjadi berulang?
Menurut sistem kapitalis kenaikan harga kebutuhan pangan disebabkan kurangnya ketersediaan bahan pangan komoditas tertentu. Kondisi seperti ini dianggap sebagai permasalahan ekonomi karena harga ditentukan berdasarkan supplay (penawaran) dan demand (permintaan) terhadap barang tersebut.
Karena itu, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sedangkan permintaannya sedikit, maka harga akan turun. Jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, sedangkan permintaannya besar, maka harga akan naik.

Terjadinya berulang kenaikan barang komoditas ini menunjukkan lemah dan carut marutnya tata kelola dan tata pangan di negeri kita ini. Penguasa tidak serius dalam meriayah umat dan terkesan abai terhadap kondisi umat hari ini.
Sebenarnya, keadaan ini tidak lain karena buah sistem kapitalis, sistem yang hanya mengutamakan keuntungan bukan kesejahteraan rakyatnya. Selagi sistem kapitalis eksis, maka kondisi ini akan terus menjadi wajah suram di negeri ini.

Namun, coba kita tengok bagaimana Islam sebagai agama sempurna dan paripurna mempunyai solusi terhadap problem ini. 
Dalam Islam, jika melambungnya harga karena faktor “alami” yang menyebabkan kelangkaan barang, maka disamping umat dituntut bersabar, Islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain. Jika seluruh wilayah dalam negeri keadaannya sama, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri. 

Namun jika melambungnya harga disebabkan pelanggaran terhadap hukum-hukum syari’ah, maka penguasa harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi. Rasulullah saw sampai turun sendiri ke pasar untuk melakukan ‘inspeksi’ agar tidak terjadi ghabn (penipuan harga) maupun tadlis (penipuan barang/alat tukar), beliau juga melarang penimbunan (ihtikar). 

Adapun dalam hal tata kelola pangan, Islam telah menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan pangan bagi tiap individu melalui penetapan aturan tata kelola pangan dalam islam. Islam juga mewajibkan penguasa untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan lainnya bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. 

Betapa agung dan mulianya Islam sebagai agama yang di wahyukan Allah Swt. Segala problem dan solusinya ada pada Islam, maka mengapa harus mencari selain daripada Islam? Sungguh sudah saatnya kita kembali pada aturan dan Islam sebagai poros hidup. Bukan hanya menjadikan Islam sebatas ibadah ritual semata.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post