Mau jadi Emak tanpa Anak,Emang Enak?


Oleh : Ahsani Ashri, S.Tr.Gz 
(Pemerhati Generasi) 

Tren pemikiran childfree kini menyita perhatian netizen +62 di dunia maya. Kebebasan berpendapat yang lahir dari  ideologi Kapitalisme dimana hak individu yang sangat diagung agungkan, akhirnya setiap orang bebas berpendapat dengan berlindung dibawah HAM. Entah pemikiran yang dibawanya itu terlepas dari benar atau salah. 

Beberapa waktu ini, kita tidak luput dari pemberitaan mengenai sejumlah selebritas dan influencer terkenal yang mengusung ide childfree. Pemikiran yang mencetuskan ide untuk bebas dari anak ini cukup kontroversial dari berbagai pihak di dunia maya.

Meski kesan yang ditangkap mayoritas atas ide ini bahwa masing-masing pasangan memiliki pilihan untuk memutuskan memiliki anak atau tidak, namun dalam perkembangannya ide kian nampak diusung oleh aktivis feminis. Tubuhku otoritasku tak lain merupakan ide yang muncul dari konsep yang menganggap bahwa budaya patriarki telah mendudukkan perempuan di bawah posisi laki laki. 

Dengan dalih berbicara secara fitrah dan  alaminya seorang perempuan, pilihan childfree ini seakan memihak kepada perempuan dan mengakhiri atas penindasan laki laki terhadap perempuan, bahwa perempuan bebas memiliki kuasa atas tubuhnya, artinya itu pilihan dia mau punya anak atau tidak. Ide liberal bersembunyi dibalik isu ini yang siap digaungkan oleh pemuja feminis.

Jelaslah konsep pemikiran ini sangat  bersebrangan  dengan konsep pernikahan yang ada dalam Islam, disatu sisi juga menyalahi fitrah manusia untuk mempunyai keturunan.

Sebuah pernikahan, fitrah tujuan dari sebuah pernikahan salah satunya adalah memiliki keturunan, maka akan menjadi aneh memang ketika ada sebuah pasangan menikah namun tidak mau memiliki keturunan baik itu keturunan kandung, tiri, maupun adopsi, dan ketika dua insan menikah, Allah akan menurunkan  Rezeki masing-masing anak adalah dalam jaminan Allah. Ketika kita memegang Islam dengan sungguh-sungguh, kita tidak akan ragu untuk memiliki anak. Tentunya, free saja soal jumlah anak. Jika memungkinkan, silakan memiliki anak yang banyak.

Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (30). Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (31).” (TQS Al-Isra [17]: 30—31).

Sementara itu, di satu sisi, Islam memberikan banyak sekali pokok pokok pendidikan generasi. Di sisi lain, Islam juga memotivasi umatnya agar menjadikan anak-anak mereka sebagai aset dunia dan akhirat.

Orang orang yang menikah karena dilandasi  keimanan dan bertujuan mendapat rida Allah, akan bersukacita dengan hadirnya sang anak. Mereka akan bekerja keras mendidik anak,berbagi kebahagiaan dengan pasangan dan anak-anak. Mereka juga yakin bila Allah akan mengaruniakan rezeki untuk keluarga.

Semua memang pilihan hidup masing masing, baik yang ingin punya anak, tetap membujang, atau tidak ingin punya anak, semua ada konsekuensinya.Hanya saja ketika hal tersebut dijadikan alasan seseorang untuk memilih childfree rasanya masih belum bisa diterima dengan akal sehat, sangat absurd bagi saya pribadi, sementara di luar sana masih banyak pasangan yang berharap bisa punya keturunan namun tak kunjung diberi.

Sebagai seorang muslim, menyikapi hal tersebut mestinya kita mengembalikannya pada pandangan Islam. 

Tujuan yang paling mulia dalam pernikahan ialah mencari Rida Allah, dengan cara? Membawa keluarganya ke Jannahnya. Saya jadi teringat firman Allah : 
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS At-taḥrim [66]:6)

Maka dari itu, dalam sebuah pernikahan disebut sebagai "Mitsaqon Ghaliza"  perjanjian pernikahan antara suami dan istri disejajarkan dengan perjanjian para Nabi, perjanjian yang agung. Allah telah menetapkan pernikahan sebagai perjanjian mulia dan penting, saat ijab dan qabul dilakukakulan, ini artinya bukan perjanjian antara dua insan saja, melainkan langsung dengan allah. 

Dalam perjanjian ini, seorang istri dan suami bukan hanya sekadar bermodal cinta, melainkan mengemban amanah luar biasa di dunia ini sampai ke surga dan masing masing akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban atas istrinya, seorang istri akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kewajiban mengasuh anak anaknya dan ketaatannya kepada suaminya. 

Mengutip pendapat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya I’lâmul Muwaqqi’in menjelaskan tujuan pernikahan adalah “menjaga keberlangsungan jenis manusia, dan melahirkan keturunan yang saleh. Alasan ini secara hakikat juga menjadi alasan disyariatkannya pernikahan. Karenanya tidak mungkin terbayang adanya anak saleh tanpa pernikahan, sehingga menikah adalah sebab yang menjadi perantaranya. Anak saleh merupakan maksud syariat dan orang berakal. Jika tidak ada pernikahan, maka tidak akan ada anak saleh”.

Lantas siapa yang akan mendo'akan kita kelak dan ketika kita sudah meninggal apabila tidak ada anak? Emang enak? 

Wallahu'alam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post