Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual dan beli bayi seharga Rp 20 juta di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan, terungkapnya kasus berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan pada 6 Agustus 2024. Mirisnya sang ibu, SS, menjual bayinya Rp20 juta karena kesulitan ekonomi (Tempo.co, 16-08-2024).
Ekonomi Sulit Fitrah Ibu Terkikis
Tak bisa dimungkiri, saat ini sistem di negeri Konoha terlalu licik dalam menghadirkan kekayaan bagi sebagian orang. Kelicikan dan piciknya antek Kapitalisme telah merangkai berbagai impitan ekonomi pada hampir semua lini. Banyak keluarga terdistorsi dari peran alaminya menjadi peran yang memonsterisasi anggota keluarganya.
Berjalannya waktu dalam asuhan kapitalisme telah membuat sebagian ibu kehilangan akal sehat dan naluri keibuannya. Ekonomi sulit telah mengikis fitrah ibu yang seharusnya dimiliki.
Saat sejumlah uang dibutuhkan, mereka rela menjual apa pun sekalipun itu adalah darah dagingnya. Bayi yang dikandungnya, buah hati yang telah bersemayam di rahimnya selama sembilan bulan, pun menjadi sasaran produk yang dijual. Bagai barang, bayi tak berdosa, bukannya dirawat dengan penuh kasih sayang, mereka seakan hilang akal sehat, melepas tanggung jawabnya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Rasa kasihan maupun kekhawatiran atas nasib bayi tak berdosa seakan hilang di telan bumi.
Kondisi ekonomi yang sulit menjadi alasan para ibu itu tega menjual bayinya. Secara umumnya mereka yang melakukan hal tersebut adalah para ibu yang diliputi kesulitan ekonomi yang mereka harus menghadapinya sendirian. Tak ada peran lain yang mendukung. Peran suami, keluarga, dan kerabat, nihil.
Sebetulnya mungkin pula bukan karena tidak mau menghidupi atau membantu. Ketiadaan peran pendukung itu tersebab bisa jadi karena keluarganya sama-sama miskin. Bisa pula karena adanya sikap individualis, sehingga sibuk memikirkan urusan masing-masing yang sama-sama dihadapkan pada sulitnya kehidupan. Dengan demikian ketiadaan dukungan dari siapa pun, menjadikan para ibu nekat menjual bayinya.
Kondisi menunjukkan bahwa terkikisnya fitrah keibuan bahkan mati, adalah satu keniscayaan dalam sistem buruk hari ini. Fitrah keibuan yang mendasar yang melekat pada perempuan ketika Allah menciptakannya, seakan tak ada dalam diri seorang ibu. Betapa kejam sistem saat ini, sampai-sampai sesuatu yang melekat pun dibuat hilang. Fitrah keibuan yang seharusnya makin terasa nyata setelah melahirkan apalagi dengan perjuangan selama kehamilan dan melahirkan, telah terhinakan hanya cuan yang tak seberapa. Miris.
Hilangnya fitrah adalah perkara besar. Sebuah tragedi kemanusiaan, bencana yang menyakitkan. Nilai materi yang mendominasi dalam diri pelaku, ditambah lemahnya kepribadian, telah menjadikan dunia sebagai orientasi. Alhasil, tanggung jawab pengasuhan yang melekat pada seorang ibu yang akan dipertanggungjawabkan pada Allah Swt. diabaikan . Dunia telah mematikan rasa. Materi jadi prioritas utama. Aturan agama seolah tiada.
Seharusnya negara bertanggung jawab atas hal ini. Negara harusnya tidak membuat para ibu kehilangan jati diri. Negara harusnya tidak biarkan para ibu menanggung beban hidup sendirian. Negara harusnya menjamin kesejahteraan. Namun, negara malah membuat kesulitan ekonomi semakin menghimpit hidup para ibu. Berbagai kebijakan ekonomi, semakin membelit kehidupan keluarga. Tragis! Pertanyaannya, adakah negara Konoha peduli?
Hanya Sistem Islam yang Peduli
Sungguh sistem kapitalisme telah menjadikan negara tidak berperan sebagai pelindung dan penjamin kebutuhan rakyat. Perempuan harus berjuang sendiri mencari sesuap nasi karena negara tidak memiliki mekanisme pemenuhan kebutuhan pokok individu per individu. Negara justru mengaruskan perempuan sebagai tulang punggung keluarga dan negara dalam program pemberdayaan ekonomi perempuan yang digagasnya.
Berbagai program perlindungan sosial seperti PKH dan KIS memang diberikan . Namun jika dicermati itu hanyalah tambal sulam kapitalisme untuk menunjukkan seolah negara peduli pada rakyatnya, karena faktanya program tersebut tidak mampu mengentaskan kemiskinan. Selain tidak mencakup semua rakyat yang berkategori miskin, jumlah yang tidak seberapa pun masih saja jadi objek korupsi berbagai pihak. Tidak waras!
Tidak cukup hanya sampai disitu. Sekularisme telah menjadikan manusia mampu berbuat jahat. Di negeri Konoha ini, saat penguasa atau pejabat tega melakukan korupsi atas bantuan untuk rakyat, senyatanya individu pun tega memanfaatkan kemiskinan dan kebodohan sesama untuk memperkaya pribadi seperti yang terjadi dalam kasus perdagangan bayi.
Menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan menjadi hal yang lumrah di Konoha. Sistem hukum yang lemah dan tidak memberikan sanksi yang membuat jera seakan karpet merah bagi para pelaku kejahatan.
Riilnya seorang ibu yang miskin tidak memiliki tempat mengadu dan meminta pertolongan untuk memenuhi kebutuhan hidup bayinya. Pada saat yang sama sebagian orang bergelimang harta karena menguasai sumber daya alam yang menjadi milik seluruh umat telah menjadi warna gelap yang pekat dengan ketidakadilan.
Saat ini para ibu hidup di bawah sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan negara lepas tangan dari peran mengurusi warganya. Para penguasa sibuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya. Dinasti dirangkai agar tak putus mencurah runutan jabatan dan harta. Mereka begitu ambisius melakukan manuver politik demi syahwat kekuasaan. Abai terhadap kesejahteraan rakyat menjadi hal biasa.
Sangat dirasakan, harga barang-barang kebutuhan pokok melambung tinggi dan terus naik hingga sulit terbeli. Pendidikan, kesehatan, transportasi, BBM, listrik, dan gas, emuanya sulit dijangkau karena dipatok dengan harga mahal. Belum lagi pungutan terhadap rakyat makin banyak. Aneka macam pajak menggerogoti penghasilan rakyat yang tidak seberapa. Ada PPh, PPN, PBB, PKB, pajak air, dan lain-lain. Selain itu juga ada potongan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK & JKm), BPJS Jaminan Pensiun, dan rencananya ditambah lagi dengan iuran Tapera. Akibatnya penghasilan rakyat makin kecil dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga. Sebutan apa yang tepat untuk si Raja Tega!
Kondisi masyarakat yang tidak sejahtera mendorong terjadinya tindakan-tindakan nekat seperti menjual bayi semata demi mendapatkan uang yang sebenarnya jumlahnya tidak seberapa. Wajar, karena manusia ketika kelaparan, pikirannya akan terfokus hanya pada upaya menghilangkan kelaparan itu. Apa pun caranya akan ia tempuh agar bisa makan. Meski harus melakukan hal-hal di luar nalar, seperti menjual bayi, mereka akan melakukannya, yang penting perutnya terpenuhi dari rasa lapar yang menghampiri.
Saat ini, penguasa laksana Umar bin Khaththab, yang tidak melaksanakan hukum potong tangan pada rakyatnya yang mencuri karena kelaparan dan untuk sekadar bertahan hidup, tiada. Tak ada pula sosok Khalifah Umar bin Abdul Azis yang hidup sederhana dan mencurahkan perhatian untuk mengurus rakyatnya sehingga rakyatnya sejahtera hanya dalam masa 2,5 tahun pemerintahannya.
Sejatinya, banyaknya kasus ibu menjual bayinya tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Hal ini karena Islam menetapkan peran negara sebagai ra’in, yaitu pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab atas urusan tersebut. Rasulullah saw. bersabda,
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنَا سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَزَادَ اللَّيْثُ قَالَ يُونُسُ كَتَبَ رُزَيْقُ بْنُ حُكَيْمٍ إِلَى ابْنِ شِهَابٍ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَئِذٍ بِوَادِي الْقُرَى هَلْ تَرَى أَنْ أُجَمِّعَ وَرُزَيْقٌ عَامِلٌ عَلَى أَرْضٍ يَعْمَلُهَا وَفِيهَا جَمَاعَةٌ مِنْ السُّودَانِ وَغَيْرِهِمْ وَرُزَيْقٌ يَوْمَئِذٍ عَلَى أَيْلَةَ فَكَتَبَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَنَا أَسْمَعُ يَأْمُرُهُ أَنْ يُجَمِّعَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Muhammad Al Marwazi] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Salim bin ‘Abdullah] dari [Ibnu ‘Umar] radliallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin.” [Al Laits] menambahkan; [Yunus] berkata; Ruzaiq bin Hukaim menulis surat kepada [Ibnu Syihab], dan pada saat itu aku bersamanya di Wadi Qura (pinggiran kota), “Apa pendapatmu jika aku mengumpulkan orang untuk shalat Jum’at?” -Saat itu Ruzaiq bertugas di suatu tempat dimana banyak jama’ah dari negeri Sudan dan yang lainnya, yaitu di negeri Ailah-. Maka Ibnu Syihab membalasnya dan aku mendengar dia memerintahkan (Ruzaiq) untuk mendirikan shalat Jum’at. Lalu mengabarkan bahwa [Salim] telah menceritakan kepadanya, bahwa [‘Abdullah bin ‘Umar] berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” Aku menduga Ibnu ‘Umar menyebutkan: “Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 844)
Dengan posisi negara sebagai ra’in ini, penguasa akan menjamin kesejahteraan tiap-tiap rakyat. Negara (Khilafah) akan menerapkan politik ekonomi Islam yaitu jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Negara juga mewujudkan kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.
Dalam Islam negara memiliki mekanisme untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan tersebut, yaitu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan melakukan industrialisasi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Negara juga memberikan bantuan modal dan keterampilan bagi rakyat yang ingin membuka usaha. Pada kondisi yang lain, negara akan memberikan tanah yang menganggur pada rakyat untuk dikelola sehingga produktif dan menjadi sumber mata pencarian.
Dalam Islam, negara mampu mewujudkan iklim usaha yang kondusif yang salah satu wujudnya adalah tidak adanya pungutan bagi pemilik usaha. Dengan demikian biaya produksi menjadi efisien dan harga barang terjangkau oleh masyarakat.
Dalam sistem Islam, negara pun menerapkan sistem pengupahan yang adil sehingga pekerja mendapatkan upah yang layak, sesuai dengan manfaat yang mereka berikan. Upah tersebut utuh diterima oleh pekerja tanpa ada pungutan, potongan pajak, maupun iuran ini-itu karena pendidikan dan kesehatan sudah dijamin negara.
Dalam sistem Islam, negara selalu memastikan tiap-tiap laki-laki dewasa yang sehat bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Dengan nafkah yang cukup dan jaminan negara, perempuan tidak wajib bekerja dan tidak dalam kondisi terpaksa bekerja. Perempuan bisa fokus menjadi istri dan ibu yang mengurusi anak-anaknya tanpa pusing memikirkan nafkah, biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Jika perempuan tersebut tidak memiliki suami, nafkahnya dipenuhi oleh walinya. Jika walinya dan kerabatnya tidak ada atau tidak mampu, kewajiban nafkah jatuh ke negara. Khilafah akan memberikan santunan bagi para janda dan duafa. Masyarakat juga akan memberikan bantuan kepada kalangan duafa karena sistem Islam mewujudkan masyarakat yang memiliki kepekaan sosial tinggi dan gemar tolong-menolong.
Sistem Islam, mendorong para ibu untuk memiliki anak. Khilafah akan menyubsidi bahkan menggratiskan layanan kesehatan, termasuk untuk ibu hamil, melahirkan, dan menyusui. Dengan demikian, orang tua tidak stres memikirkan biaya periksa kehamilan, persalinan, dan pengobatan anak. Bahkan negara bisa memberikan santunan bagi ibu yang melahirkan. Hal ini sebagaimana yang diterapkan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra.. Beliau memberikan santunan bagi para ibu yang diberikan segera setelah mereka melahirkan sehingga makin membahagiakan para ibu.
Tidak hanya bagi sang ibu, negara juga akan memperhatikan gizi para bayi dan balita sehingga tidak ada kasus kurang gizi ataupun stunting. Orang tua tidak perlu khawatir akan masa depan anak karena negara menjamin kesehatan dan pendidikan anak hingga ia bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Dengan dukungan sistem yaitu suami, wali, kerabat, masyarakat, dan negara, para ibu akan berada dalam kondisi lingkungan yang kondusif untuk menjaga, mengurus, dan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang. Selain itu, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan menghasilkan output SDM berkepribadian Islam. Alhasil, masyarakat terbentuk dari individu-individu yang bertakwa. Setiap amal perbuatan anggota masyarakat akan ditimbang berdasarkan syariat Islam. Ketika hendak berperilaku, akan selalu dipikirkan balasan dari perbuatannya di dunia dan akhirat. Halal-haram menjadi tolok ukur perbuatan, bukan menurut asas kebebasan dan prinsip materialistis.
Suasana ketakwaan di tengah masyarakat dengan pengaturan media massa sesuai prinsip syariat, juga diwujudkan dalam sistem Islam. Tidak ada kebebasan berpendapat, berperilaku, atau pun berekspresi. Setiap ucapan, tulisan, dan tayangan harus sesuai dengan ajaran Islam. Konten-konten yang bertentangan dengan Islam akan dilarang tayang di media massa ataupun media sosial. Dengan demikian, opini umum di masyarakat akan tersuasanakan menjadi islami.
Memang, di bawah penerapan sistem Islam kafah, tidak menutup kemungkinan ada segelintir orang yang berniat jahat. Namun, negara sudah siapkan pengawasan dan jaminan keamanan untuk warganya, termasuk bayi dan anak-anak agar tidak menjadi korban kejahatan.
Demikianlah, penerapan Islam kafah dalam sistem Islam (Khilafah Islamiyyah) akan membuat fungsi keluarga menjadi optimal. Ayah berperan menjadi pemimpin keluarga. Perempuan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Keduanya mendidik anak-anak dengan baik berdasarkan syariat Islam. Dengan demikian, anak terjaga keamanannya, tidak ditelantarkan atau diperjualbelikan.
Oleh karena itu tunggu apa lagi? Sudah saatnya menanggalkan sistem kapitalisme demokrasi sekuler biang kerusakan dunia tak terkecuali negeri Konoha. Back to Islam. Back to Khilafah Islamiyyah. In syaa Allaah hidup berkah selamamya. Tanpa jual bayi tanpa gadai harga diri.
Wallaahu a’laam bisshawaab.
COMMENTS