Pengajar
Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia, namun saat ini harganya terus merangkak naik dari waktu ke waktu. Masyarakat yang memerlukan rumah pun harus merogoh kocek dalam-dalam, rata-rata budget yang perlu disiapkan untuk menebus rumah pun sudah mencapai miliaran rupiah.
Menteri keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan sebesar 4 juta rupiah bagi warga yang berpenghasilan rendah. Bantuan itu akan diberikan dalam bentuk biaya administrasi dan atau berlaku selama 14 bulan. Cnnindonesia.com (27/10/2023)
Jika dicermati harga rumah yang kian melonjak disebabkan karena jumlah penduduk yang terus bertambah namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ditambah lagi dengan kenaikan biaya material rumah, mulai dari semen, pasir, besi dan yang lainnya semakin menjauhkan harapan masyarakat untuk mempunyai hunian yang ideal. Ketersediaan lahan sebagai tempat hunian pun berkurang akibat dari pembangunan perkantoran, mal, taman, kawasan hunian mewah, pabrik dan lain sebagainya menyebabkan harga tanah semakin melonjak.
Kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan sebesar 4 juta rupiah bagi warga yang berpenghasilan rendah haruslah dikaji ulang. Karena bukanlah menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat, pasalnya penyebab dari naiknya harga hunian itu bukan hanya dari satu aspek saja melainkan menjadi problem yang bersifat sistemis.
Hal ini karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak membatasi kepemilikan telah menciptakan kesenjangan yang lebar antara si kaya dan si miskin, sehingga tidak bisa dipungkiri harga tanah dan rumah terus melambung. Ekonomi kapitalisme juga telah meliberalisasi lahan di negeri ini sehingga negara memberikan konsesi pada pihak swasta untuk mengelola, bahkan menguasai lahan akibatnya kawasan perumahan berada dalam kendali dan kekuasaan korporasi pengembang. Pihak korporat pun dengan leluasa membangun hunian di tanah-tanah tersebut dan mengomersialkannya kepada rakyat demi mencari keuntungan.
Kondisi ini diperparah dengan keberadaan negara yang hanya bertindak sebagai regulator bukan pengurus dan pelayan rakyat, sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan negara berlepas tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hunian layak bagi rakyat, negara malah menyerahkan kepada pihak korporasi dengan alasan investasi yang akan menambah pemasukan negara.
Liberalisasi harta milik umum seperti barang tambang yang merupakan bahan baku pembuatan semen, pasir, besi, batu dan kayu dari hutan ikut menambah beban rakyat dalam membangun rumah karena bahan-bahan tersebut telah dikomersialisasi oleh pihak swasta atau asing.
Sesungguhnya persoalan kebutuhan papan berupa rumah, akan tersolusikan di bawah pengaturan sistem Islam. Karena Islam dan pemimpinnya meniscayakan rakyat dapat mengakses rumah yang layak, nyaman, aman, terjangkau dan syari. Islam telah menetapkan bahwa negaralah pihak yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya menyediakan kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan rakyatnya. Negara tidak boleh hanya sebagai regulator yang menyerahkan seluruh pengurusan tersebut kepada pihak swasta ataupun asing, negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada operator baik kepada pengembang maupun bank-bank sebab Rasulullah saw. bersabda :
“Imam atau khalifah adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”. (HR. Al Bukhari)
Pemenuhan kebutuhan papan atau hunian bagi rakyat ditempuh negara melalui beberapa mekanisme yang seluruhnya bersumber dari syariat Islam.
Penerapan sistem ekonomi Islam memastikan rakyat khususnya para laki-laki yang mampu bekerja sebagai penanggung jawab nafkah keluarga, didorong agar mampu mencukupi kebutuhan keluarga dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai.
Penguasa dalam Islam tidak akan membiarkan rakyatnya hidup sebagai pengangguran sementara mereka mampu bekerja sebab hal itu akan menjatuhkan pada jurang kemiskinan penghasilan yang didapatkan rakyat itulah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya termasuk rumah hunian.
Adapun rakyat yang tidak mampu bekerja atau tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli perumahan, maka negara akan bertanggung jawab secara langsung dalam memenuhi kebutuhan mereka, lahan-lahan milik negara bisa langsung dimanfaatkan untuk membangun perumahan bagi rakyat miskin. Negara juga dapat memberikan tanahnya secara cuma-cuma agar mereka dapat membangun rumah di tanah tersebut.
Islam mencegah penelantaran tanah selama 3 tahun oleh pemiliknya, jika itu terjadi maka negara berhak memberikan tanah tersebut kepada yang membutuhkan termasuk sebagai hunian.
Pemanfaatan harta milik umum secara langsung maupun tidak langsung akan memudahkan seseorang memiliki rumah, seseorang bisa secara langsung mengambil kayu di hutan dan bebatuan di kali untuk bahan bangunan rumahnya, negara juga bisa mengolah terlebih dahulu kayu-kayu milik umum untuk dijadikan papan triplek dan batangan kayu sebagai bahan bangunan rumah dan mendistribusikannya kepada masyarakat.
Negara juga akan mengolah barang tambang untuk menghasilkan besi aluminium, tembaga dan lain-lain menjadi bahan bangunan yang siap pakai.
Dengan demikian individu rakyat mudah menggunakannya baik secara gratis maupun membeli dengan harga terjangkau atau murah, negara melarang segala bisnis properti yang batil dan menyulitkan seperti pinjaman dengan bunga, denda, sita, asuransi akad ganda dan sebagainya.
Sungguh hanya Islam yang mampu menjamin kebutuhan hunian yang layak bagi rakyatnya secara nyata, bukan sekedar memberi bantuan yang sifatnya sementara.
Wallahu alam bi ashawwab.
COMMENTS