> Pesta Rakyat, Duka Sepanjang Hayat - NusantaraNews

Latest News

Pesta Rakyat, Duka Sepanjang Hayat


 

Oleh: Rina Ummu Riefa 

(Aktivis Muslimah)


Pemilu yang sering disebut dengan istilah “Pesta Rakyat”, seharusnya menggambarkan kebahagiaan dan keceriaan, sebagaimana makna dari kata Pesta dalam KBBI adalah Perjamuan makan minum (bersukaria dan sebagainya). Akan tetapi pada faktanya, justru yang terjadi saat ini adalah sebaliknya, Pemilu selalu identik dengan Konflik yang berakhir dengan kericuhan dan jauh dari keceriaan. Seperti yang terjadi di daerah Muntilan, Magelang, jawa Tengah baru –baru ini.


Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Sebanyak 11 sepeda motor dan tiga rumah warga mengalami kerusakan akibat bentrok antar simpatisan yang terjadi antar massa di daerah Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Ahad (15/10/2023) sore. 


Dari laporan kepolisian yang diterima Republika, kejadian tersebut berlangsung di Jl. Magelang Jogja km 13 Kalangan, Pabelan, Mungkid, Magelang sekitar pukul 15.00 WIB. Dimana telah terjadi gesekan antara simpatisan PDIP dengan GPK. 


Peristiwa bentrok antar massa pendukung partai seperti di Muntilan tidak hanya terjadi saat ini saja, tetapi hal ini lazim terjadi pada setiap gelaran Pesta Demokrasi. Para simpatisan berjuang demi kemenangan Elite Partai yang mereka dukung, meskipun mereka harus berjuang mempertaruhkan hidup dan mati.


Pengorbanan Simpatisan Demi Siapa?

Masih segar dalam ingatan kita pada kontestasi Pilpres 2019 lalu, dimana tampak jelas rakyat menjadi korban Elit parpol. Pasalnya rakyat yang berjuang mati-matian demi memenangkan Elit Parpol saat kampanye, tetapi saat pesta berakhir, mereka dilupakan bahkan ditinggalkan. Hal yang lebih menyakitkan lagi pasca Pemilu, elite parpol yang sudah mereka perjuangkan mati-matian, justru malah bergandeng mesra dengan lawan Politiknya demi mendapatkan jatah kursi. 


Apa yang terjadi setelah itu? Rakyat yang mendukung Elit Parpol pun merasa dibohongi dengan sosoknya yang terlihat garang seperti macan saat pilpres, tetapi langsung berubah seperti kucing ketika diberi umpan jabatan di pemerintahan. Akhirnya, Pilpres 2019 seperti drama yang dipertontonkan kepada rakyat. Mereka merasa terkhianati oleh figur yang mereka dukung selama ini. “Jika ujungnya merapat ke penguasa, lalu untuk apa bertarung habis-habisan saat pilpres kemarin?” demikianlah salah satu ungkapan hati kekecewaan rakyat kepada parpol dan figur yang mereka dukung. Maka benar Ungkapan bahwa “Tidak ada kawan dan lawan abadi dalam Demokrasi”. Maka pengorbanan Simpatisan ini demi siapa?


Saatnya Umat Sadar

Umat harus paham bahwa realitas parpol dalam demokrasi kebanyakan bersifat dan bersikap pragmatis ketimbang idealis. Bukan idealisme yang menjadi pertimbangan setiap kebijakan parpol, melainkan lebih pada manfaat yang bisa diambil parpol dari setiap keputusan politik yang mereka buat. 


Fenomena pindah kubu adalah hal biasa dalam politik demokrasi. Pandangan parpol tentang politik memang lebih cenderung pada meraih kekuasaan setinggi-tingginya, baik saat pilkada, pileg, ataupun pilpres. Jika masyarakat mencermati betul, koalisi yang dibangun dalam setiap kontestasi pemilu pasti berwajah dinamis.


Ada kalanya di satu wilayah bersaing, ternyata di wilayah lain bersatu. Artinya, dukung mendukung paslon hanya dinilai dari seberapa besar peluang mereka menang dan keuntungan yang akan mereka dapatkan. Prinsip “tidak ada kawan dan lawan abadi” seolah harga mati bagi parpol demokrasi.


Jadi, sangat merugi jika kita sebagai masyarakat terlalu mengedepankan fanatisme terhadap golongan/partai. Apalagi hingga terjadi bentrokan yang tidak mengindahkan semangat persaudaraan dan persatuan. Dalam hal ini, kita harus memahami akan banyak pihak-pihak yang memanfaatkan suara rakyat demi meraih dukungan sebanyak-banyaknya dengan beraneka cara. Oleh karenanya, umat harus tahu realitas politik demokrasi agar tidak terjebak polarisasi yang memunculkan perselisihan.


Peran Parpol dalam Islam 

Parpol berdiri bukan hanya untuk memuaskan nafsu berkuasa dan memenangkan suara semata. Lebih dari itu, parpol berperan strategis dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat, yaitu membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar. Politik yang bermakna mengurus urusan rakyat.


Tujuan berdirinya parpol dalam Islam adalah untuk membina dan mendidik umat dengan pemahaman yang lurus sesuai pandangan Islam, bukan sekadar sebagai wadah menampung aspirasi dan suara rakyat. Mereka juga harus melakukan koreksi terhadap kebijakan penguasa, tidak membela kezaliman, dan tidak bersikap manis hanya untuk menyenangkan penguasa. Sudah semestinya parpol berdiri untuk membela kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Itulah cara kerja parpol yang diajarkan dalam Islam.


Islam membolehkan berdirinya banyak parpol dalam rangka merealisasikan muhasabah kepada penguasa. Dalam Islam, berpolitik mewujud dalam aktivitas amar makruf nahi mungkar. Artinya, tugas parpol sebagai penyambung aspirasi rakyat dalam rangka membangun kesadaran penguasa ketika menjalankan tugas dan amanahnya. 


Dengan kata lain, napas perjuangan parpol haruslah terikat dengan aturan Islam, bukan kepentingan individu atau golongan. Dengan begitu, parpol tidak akan mudah berbelok arah karena bersandar pada ikatan yang benar, yakni akidah Islam. Wallahu'alam bi shawab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.