> Kapitalisasi Sumber Daya Air, Butuh Solusi Mengakar - NusantaraNews

Latest News

Kapitalisasi Sumber Daya Air, Butuh Solusi Mengakar


Oleh : Risnawati 
(Pegiat Literasi)


Air adalah kebutuhan dasar manusia. Meski tersedia gratis di dalam tanah dan permukaan bumi, ternyata pengaturan air tidak sesederhana itu. Dunia hari ini masih mengalami krisis air, bahkan pada negeri yang memiliki potensi sumber daya air yang melimpah juga mengalami krisis air, termasuk di Indonesia. Teranyar, ada aturan baru di negeri ini bahwa masyarakat yang pakai air tanah wajib mendapatkan izin dari Kementerian ESDM.


Seperti dilansir dalam laman JAKARTA, KOMPAS - Upaya menjaga menjaga keberlanjutan air tanah terus dilakukan pemerintah. Aturan terbaru, masyarakat yang pakai air tanah wajib mendapatkan izin dari Kementerian ESDM.

Ketentuan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.


Aturan ini diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 14 September 2023. Pada aturan tersebut disebutkan bahwa baik instansi pemerintah, badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat perlu mengurus izin penggunaan air tanah dari sumur bor atau gali.

"Diperlukan penyelenggaraan persetujuan penggunaan air tanah sebagai perangkat utama pengendalian dan pengambilan air tanah untuk menjaga konservasi air tanah," bunyi pertimbangan pada aturan tersebut.


Air merupakan kebutuhan umum, seharusnya negara menyediakan secara gratis dan juga mengusahakan dengan berbagai cara demi tercukupinya kebutuhan primer ini. Dengan harus membayar air pada jumlah tertentu, negara jelas melakukan kapitalisasi atas sumber daya air


Mirisnya, saat masyarakat susah mendapatkan air bersih, negara memberi ijin pengelolaan air oleh Perusahaan yang tentunya memiliki modal besar.  Juga memberi ijin berbagai industri, termasuk hotel, apartemen dan lain lain, yang memiliki modal dan alat lengkap.


Privatisasi Air


Indonesia, juga tidak luput dari krisis air bersih, meski memiliki potensi sumber daya air yang melimpah. Namun, realitasnya Bappenas melaporkan bahwa ketersediaan air di sebagian besar wilayah Jawa dan Bali sudah terkategori langka, bahkan kritis. Ketersediaan air di daerah lain, seperti Sumatra Selatan, NTB, dan Sulawesi Selatan, diprediksi juga akan langka atau kritis pada 2045.


Tidak hanya air bersih, kelangkaan juga terjadi pada air minum. Berdasarkan RPJMN 2020—2024, hanya 6,87% rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum aman.

Dari aspek infrastruktur, ketersediaan infrastruktur air di Indonesia memang sangat rendah. Layanan perpipaan air di Indonesia hanya 21,69%. Jauh di bawah Singapura yang cakupan layanan air minumnya sudah 100% dan Malaysia sudah 78%. Indonesia bahkan menjadi negara yang paling rendah layanan perpipaan airnya se-Asia Tenggara. (Kompas, 7-2-2023).


Salah satu penyebabnya adalah pengambilan air tanah secara berlebihan, tingginya tingkat pencemaran terhadap sumber-sumber air, konflik kepentingan ekonomi, kebijakan yang kurang tepat, dan perusakan lingkungan dan mata air, juga menyumbang terjadinya krisis air di negeri ini.

Aspek kebijakan pemerintah merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kelangkaan air. Dari sisi infrastruktur saja, ternyata memang negara gagal menyediakan secara mencukupi. Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna menyatakan bahwa saat ini kekuatan APBN hanya mampu memenuhi 37% kebutuhan dana infrastruktur air. Pemerintah lantas menyolusinya dengan mengundang pihak swasta.


Disisi lain, APBN hanya bisa menampung hingga 37% dari kebutuhan dana infrastruktur air sehingga kalau kita mau mengejar target sustainable development goals (SDGs) 2030, karena itu, pemerintah harus mengundang pihak swasta.


Dampak dari penerapan paradigma kapitalisme di negeri ini yang merupakan akar masalah, sehingga tak memberi solusi tuntas. Sudahlah gagal mencukupi kebutuhan air bagi rakyatnya, negara justru menjadikan kegagalan itu sebagai lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan.

Negara seolah berlepas tangan dari kewajiban menyediakan air layak bagi rakyat. Terlebih lagi, dengan mengundang investor semakin menambah krisis kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih yang layak. Inilah praktik privatisasi air. 

Air yang seharusnya barang publik diposisikan sebagai barang ekonomi.

Privatisasi air terbukti merugikan negara dan rakyat. Privatisasi air terbukti menjadi lahan korupsi para pejabat. 


Selain itu, privatisasi air juga merugikan masyarakat. Tarif air dipatok mahal. Dengan demikian, tampak jelas bahwa privatisasi air merupakan kebijakan yang buruk karena merugikan negara dan rakyat.


Dengan paradigma kapitalisme yang memandang air sebagai barang ekonomi merupakan paradigma yang salah. Paradigma ini mendasarkan diri pada sekularisme yang memandang segala sesuatu bukan dari perspektif agama, termasuk ketika memandang posisi air.

Padahal, agama (Islam) telah menetapkan air sebagai kebutuhan dasar manusia sehingga wajib dipenuhi. Tidak optimalnya penyediaan air bisa berakibat fatal pada kesehatan manusia.

Manusia secara individual memang bisa memenuhi kebutuhannya atas air. Namun, keberadaan sumber air merupakan urusan yang bersifat komunal karena sumber air digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat. Oleh karenanya, butuh pengaturan negara untuk menjamin pemenuhannya.

Tersebab sumber (mata) air dibutuhkan oleh seluruh warga secara bersama-sama, maka sumber air tidak boleh diprivatisasi. Negara akan mengelola mata air sehingga semua rakyat bisa menikmatinya secara gratis. Perusahaan swasta tidak boleh menguasai sumber air sehingga menyebabkan rakyat terhalang darinya.

Negara tidak boleh lepas tangan terhadap pengurusan air, terkait pengambilannya, distribusinya, maupun penjagaan kebersihan dan keamanannya. 


Paradigma Islam, Menuntaskan Prolem Air


Sungguh memprihatinkan melihat kondisi krisis air saat ini, padahal ketika kita lihat dan kita renungkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya air kelima di dunia dengan potensi air hujan yang turun mencapai 7 triliun meter kubik. Itu pun kebanyakannya masih terbuang ke laut, yang dipakai hanya 20 persen untuk kebutuhan pertanian, kebutuhan domestik, dan industri.


Semua ini akibat dari tata kelola yang salah dan bebas tentang sumber air. Saat ini, air diposisikan sebagai barang ekonomi sehingga boleh diperdagangkan. Tata kelola air yang diprivatisasi sehingga membiarkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber-sumber air. Para penguasa yang bermodal besar bisa membeli alat canggih sehingga bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi.


Karena itu, sistem Islam mampu mengatasi krisis air yang terjadi sekarang. Sistem Islam akan menggunakan perspektif dalam memposisikan air, bukan perspektif pemilik modal. Dalam Islam, tidak boleh ada kapitalisasi air untuk meraup keuntungan. Karena benefit dari sumber daya air di alam semata-mata hanya diperuntukkan bagi umat.


Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Air dalam Islam diposisikan  sebagai kebutuhan publik hingga menjadi milik umum. Konsekuensinya, pihak swasta tidak boleho menguasai sumber air sampai tingkat menyusahkan rakyat untuk mendapatkan air bersih. Seseorang dilarang untuk mengunakan alat pengeboran yang membuat sumur-sumur warga yang ada di dekatnya mati.


Pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum yang berkualitas akan dilakukan oleh negara untuk rakyat secara gratis. Selain itu, negara juga akan membuat bendungan, embung (penampungan air), dan juga danau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rakyat. Untuk yang sudah ada, tentu negara akan merevitalisasi dan mengoptimalkannya.


Selain itu, negara akan menjaga ekosistem dengan melakukan tata kelola hutan dengan baik. Adapun hutan yang terkategori kepemilikan umum tidak boleh diberikan pengelolaannya pada swasta untuk mencegah masifnya laju penebangan. Dan negara juga akan melakukan penghijauan sehingga dapat mengembalikan ekosistem yang rusak dengan tujuan sumber air yang mati bisa hidup kembali.


Begitu juga untuk daerah industri, negara akan tegas mengatur masalah limbah dan sampah sehingga tidak bisa mencemari lingkungan. Agar tidak mengotori, air limbah dan sampah diolah terlebih dahulu sampai tingkat yang aman kemudian dibuang. 


Sanksi yang tegas juga akan diberikan kepada perusahaan yang melanggar. Begitupun untuk  daerah pesisir yang airnya asin, negara akan menyediakan alat untuk penyulingan air sampai bisa mendapatkan air tawar yang bisa dikonsumsi.


Dengan itu, Negara Islam wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air dengan berbagai cara dan  sekuat tenaga karena negara adalah raa’in

Negara akan mengatur industri agar tidak membebani rakyat. Disisi lain, negara dengan sistem Islam akan melakukan berbagai cara yang efektif untuk  menyediakan air bersih dan bisa dikonsumsi untuk rakyat. Semua itu sebagai bentuk negara mensejahterakan rakyatnya dari krisis air. Maka kita bisa bersegera mewujudkan semua itu dengan menerapkan Islam secara kaffah.


Walhasil, kewajiban pengelolaan air oleh negara berdasarkan pada kaidah “Ma la yatimmu al-wajibu illa bihi fa huwa wajib.” Air dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai kewajiban, maka harus diadakan. Wallahu a'lam

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.