> BRI Dan Proyek Infrastruktur, Apa Pengaruhnya Bagi Negri? - NusantaraNews

Latest News

BRI Dan Proyek Infrastruktur, Apa Pengaruhnya Bagi Negri?


Oleh : Sukey

Aktivis muslimah ngaji


Pemerintah Cina kembali menyelenggarakan Belt and Road Initiative (BRI) Summit pada 17—18 Oktober 2023 sekaligus memperingati 10 tahun sejak BRI pertama kali diperkenalkan pada 2013 lalu yang dihadiri sekitar 130 negara dan 30 organisasi internasional. 


BRI yang diperkenalkan pada 2013 merupakan sarana pendanaan infrastruktur dan konektivitas yang sangat dibutuhkan, telah memberlakukan undang-undang yang sangat mengejutkan bagi negara-negara yang ikut serta dalam program ini. Berbeda dengan lembaga pemberi pinjaman di Barat yang sering memberikan bantuan langsung atau pinjaman bersubsidi, China meminjamkan US$1 triliun atau setara Rp15,7 kuadriliun (Rp15.710/US$1) kepada negara-negara yang kekurangan uang dengan bunga komersial.


Argentina, Etiopia, Kenya, Malaysia, Montenegro, Pakistan, dan Tanzania semuanya menghadapi rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang ekstrem sehingga memaksa pengambilan keputusan yang melumpuhkan untuk melunasi utang tersebut. Sejak tahun 2010, utang publik meningkat tiga kali lipat di Afrika sub-Sahara, sebagian besar didorong oleh pinjaman China, dan 60% negara-negara BRI berada dalam kesulitan utang, peningkatannya sebesar 1.200% sejak tahun 2010. China mungkin juga akan kehilangan sejumlah uang, karena negara ini perlu mendanai dana talangan sebesar US$240 miliar atau setara Rp3,7 kuadriliun (Rp15.710/US$1) dalam beberapa tahun terakhir, dana talangan yang memperpanjang utang tersebut dan bukannya menghapuskannya.


Perusahaan-perusahaan China menginvestasikan sekitar US$5,76 miliar atau setara Rp90,5 triliun (Rp15.710/US$1) dalam investasi langsung non-keuangan di negara-negara "sepanjang Belt and Road" pada kuartal pertama tahun 2023 (peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 9,5%). Dalam laporan tersebut, definisi negara-negara BRI mencakup 148 negara yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan China untuk bekerja di bawah kerangka Belt and Road Initiative pada Juni 2023 (cnbcindonesia 19/10/2023).


Media Barat menyebut proyek besar BRI ini meningkatkan perdagangan, tetapi meninggalkan utang besar dan memunculkan keprihatinan lingkungan. Selain itu, BRI adalah jeratan diplomasi utang yang diusung Cina. Namun, Cina membantah bahwa ini bukan perangkap utang negara-negara berkembang, tetapi mitra untuk membantu mereka keluar dari perangkap kemiskinan, membantu negara-negara mitra dalam mengurangi utang mereka dengan mempromosikan lapangan kerja, pendapatan pajak, dan investasi. Justru utang dari negara Baratlah, ujar Cina, yang mendominasi negara-negara bermasalah itu.


Cina sangat berambisi menguasai ekonomi dunia. Dengan BRI, mereka berharap dapat mewujudkannya. Cina kemudian mengucurkan pinjaman yang besar. Dana ini diakuisisi sebagai dana bantuan yang dapat menolong negara-negara dunia ketiga untuk membangun infrastruktur dan sebagainya. 


Kalau kita memperhatikan lebih dalam, negara yang mendapatkan dana pinjaman Cina adalah negara yang wilayahnya dilewati jalur BRI yang mereka buat sendiri. Artinya, Cina sengaja menyuntikkan investasi ke negara tersebut untuk memperlancar jalur sutranya. Pada akhirnya, Cina juga yang mendapatkan keuntungan.


Satu hal yang menonjol dari agenda neoimperialisme adalah kapitalisme yang tengah menampilkan penjajahan dengan kemasan “bantuan” kepada bangsa-bangsa tertinggal. Mereka akan selalu berusaha meningkatkan keuntungan dengan mencari daerah-daerah yang memiliki SDA melimpah dan tenaga kerja murah, tetapi dengan kompetisi politik yang lemah. Wilayah sasaran neoimperialisasi Barat di antaranya adalah Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Indocina, dan Polinesia.


Jelas sekali, Indonesia tidak ubahnya tumbal imperialisme kapitalis dunia. Lebih dari itu, Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN, bahkan Indo-Pasifik, sejatinya berperan sentral terkait isu di kawasan ini. Indonesia telah masuk dalam jeratan itu karena utang yang makin masif dan APBN didominasi untuk membayar utang. Namun realitasnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lebih dari 5%,” urainya.


Begitu juga pajak, tidak mampu naik karena banyak insentif pajak yang diberikan pada investasi Cina, termasuk lapangan kerja, bahkan tsunami PHK di tengah naiknya investasi. Yang ada, Indonesia makin banjir barang impor dan TKA. Indonesia juga terjebak utang yang makin besar. Indonesia harus makin waspada karena ke depan Cina akan makin memperluas utang dalam bentuk ekonomi digital dan Energi Baru Terbarukan (EBT).  


Penjajahan selalu ingin menjarah kekayaan, serta melemahkan negara dan rakyat. Sudah seharusnya Indonesia menjauh dari proyek-proyek BRI dan berpikir untuk membangun kemandirian ekonomi dengan konsepsi yang menyejahterakan dan memuliakan, serta keluar dari dominasi negara-negara penjajah siapa pun mereka. Terbukti kapitalisme Barat dan Timur telah menjajah negara kita dengan berbagai strategi dan wasilah.


Umat Islam sebagai penduduk mayoritas di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik ini harus memiliki agenda sendiri. Negeri-negeri muslim harus menentukan sendiri arah politiknya kepada ideologi Islam menuju kedaulatan hakiki. Hal ini hanya bisa terjadi ketika sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Khilafah Islamiah. Khilafah memiliki ideologi Islam yang memastikan suatu negeri mampu mandiri secara politik sehingga negara-negara kafir penjajah tidak berani merendahkan negeri muslim.


Berkaitan dengan pembangunan, sejatinya Islam memiliki dana cukup untuk membangun infrastruktur. Baitulmal sebagai pengatur keuangan negara akan mendapatkan dana dari berbagai pos. Ada pos zakat yang akan diberikan kepada orang yang berhak mendapatkan. 


Kemudian SDA akan dikelola oleh negara, hasilnya akan disimpan di Baitul mal. Selain itu ada lagi pendapatan seperti kharaj, fai, ganimah, dst. Dari sini, negara tidak akan kesulitan dalam membangun infrastruktur. Khilafah akan membangun secara mandiri dengan dana yang ada. Konsep pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan dasar dan tersier yang diajarkan Islam akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, sekaligus melenyapkan kemiskinan. 


Hal ini hanya bisa terjadi ketika sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Khilafah Islamiah. Khilafah memiliki ideologi Islam yang memastikan suatu negeri mampu mandiri secara politik sehingga negara-negara kafir penjajah tidak berani merendahkan negeri muslim.


Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisaa [4]:  141, ” … dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”


Ayat ini tegas menunjukkan bahwa kaum kafir tidak akan pernah memihak kepentingan kaum muslim. Membiarkan nasib kaum muslim dalam ketiak penjajahan kaum kafir adalah suatu keharaman. Allah Swt memberi peringatan dalam QS Ali Imran ayat 28,


“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai penolong setia atau pelindung dengan meninggalkan orang-orang beriman yang lain. Barangsiapa melakukannya, maka ia telah lepas dari Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.