> Banjir Awal Musim, Lemahnya Mitigasi Perubahan - NusantaraNews

Latest News

Banjir Awal Musim, Lemahnya Mitigasi Perubahan


By : Elvy Suru
 (Aktivis Muslimah)


Awal November ini, hujan mulai turun di sejumlah daerah di Indonesia setelah beberapa waktu belakangan dilanda kemarau panjang dan di beberapa daerah bahkan telah terjadi banjir. 


Di lansir, Liputan6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan setidaknya ada 54 RT di Ibu Kota yang terendam banjir akibat hujan yang melanda wilayah DKI dan sekitarnya sejak Sabtu, 4 November 2023 hingga Minggu (5/11/2023).


"Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang melanda wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada Sabtu (4/11/2023), menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," ujar Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji.


Di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, juga mengalami banjir pada Jumat malam (3/11/23)  setelah hujan lebat dan sungai meluap. (Tribunnews). 


hujan deras juga menyebabkan sejumlah fasilitas publik seperti stasiun LRT dan kereta cepat mengalami kebocoran, bahkan ada bagian bangunannya yang jebol sebagaimana yang terjadi di stasiun LRT Cawang. (CNBCIndonesia, 5/11/23). 


Bencana banjir hampir selalu terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia, namun nampaknya upaya antisipasi dan mitigasi bencana belum diperhatikan secara serius dan saksama. 


Dikutip, laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (28/10/23), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa hingga pertengahan Oktober 2023, beberapa zona musim (ZOM) telah memasuki musim hujan, yakni meliputi sebagian besar Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Bengkulu, serta beberapa wilayah lainnya.


Prediksi awal musim hujan 2023/2024, lanjutnya, yakni November—Desember 2023 puncaknya pada Januari dan Februari 2024 sebanyak 385 ZOM. Sebagai rekomendasi, BMKG mengimbau pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologis.


BMKG memberikan gambaran lengkap tentang perubahan cuaca dan iklim di Indonesia dan menekankan pentingnya persiapan dan mitigasi bencana dalam menghadapi perubahan cuaca yang dinamis.


Indonesia memang termasuk wilayah potensial bencana, terutama banjir. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober, sudah terjadi 2.718 kali bencana alam di Indonesia.


Di antaranya, bencana banjir terjadi 1.083 kali, tanah longsor 483 kali, dan cuaca ekstrem 867 kali. Sisanya, bencana berupa kebakaran hutan, gempa bumi, gelombang pasang dan abrasi. 


Masalah bencana banjir ini bukan perkara baru. Nyaris setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan. Hendaknya penguasa seharusnya sudah paham betul tentang hal tersebut karena BMKG pun sudah menghimbau, supaya pemerintah bisa betul-betul antisipasi jika musim penghujan akan datang. Karena banjir sudah menjadi langganan tiap tahun, bahkan awal November ini sudah membuat fasilitas umum rusak karena hujan deras. 


Penyebab banjir tidak semata-mata faktor alam. Akan tetapi ada banyak hal yang harus dievaluasi dari perilaku manusia, utamanya terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan. Begitu pun dengan dampak yang ditimbulkan. Sering kali negara gagap melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak tidak terantisipasi sebaik-baiknya. (Muslimah.net)


Intensitas curah hujan sebenarnya sebagai faktor pemicu saja, kondisi lahan, saluran air dan kerusakan lahan dapat berpengaruh signifikan terhadap banjir. Curah hujan yang tinggi tidak akan jadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebang, tanah resapan tidak di beton, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi dan sistem drainase dibuat terintegrasi.


Bukankah Allah Swt, telah menciptakan sistem hidup yang penuh keseimbangan dan harmoni? Kehadiran hujan pun sejatinya mendatangkan rahmat, bukan menjadi laknat. 


Orientasi pembangunan yang tidak memperhatikan dampak bagi masyarakat juga sangat mempengaruhi. Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan, dan deforestasi faktanya memang kian tidak terkendali.


Permukaan tanah pun makin turun akibat konsumsi air tanah untuk penunjang fasilitas hunian-hunian elite dan industrialisasi. Begitu pun dengan sungai. Volumenya makin menyempit akibat melimpahnya produksi sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.


Wajar jika Global Footprint Network menyebut bahwa tahun 2020 Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Artinya, konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan berdampak pada berkurangnya daya dukung alam. (IPB.ac, 08/02/2022) 


Banjir kejadian ini terus berulang dan selalu ada  kerugian dan dampak yang dilahirkan, maka hendaknya pemerintah harus betul-betul memperhatikan bagaimana solusi tuntas mengatasi hal ini. Fokus pada pembangunan tapi abai terhadap tata ruang dan tata wilayah hingga akhirnya rakyatlah yang terkena dampaknya.


Hendaknya fokus pada mitigasi bencana dan akar persoalannya bukan kepada materi yang dihasilkan sehingga melakukan pembangunan yang tidak memikirkan dampaknya. 


*Islam adalah solusi* 


Dalam Islam, penguasa akan lebih memprioritaskan keselamatan rakyatnya. Termasuk dalam mitigasi bencana, mengurus kebutuhan rakyat, pemimpin seperti ini hanya akan lahir dalam sistem Islam, karena Pemimpin atau penguasa adalah percaya atau pengurus. 


Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: "Imam adalah Raa'in (penggembala) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari) 


Sistem ini akan bersungguh-sungguh mengurus rakyatnya, karena tanggung jawab mereka bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Salah satu bentuk tanggung jawab, sistem Islam akan mengoptimalkan mencegah penyebab banjir. Sehingga masyarakat akan terjaga dan terhindar dari banjir.


Adapun upaya yang dilakukan adalah dilihat dari beberapa aspek yaitu apabila banjir disebabkan oleh faktor alam semisal pengaruh musim dan curah hujan, maka akan memaksimalkan peran BMKG untuk memetakan wilayah-wilayah potensi bencana kemudian di wilayah itu akan di persiapkan sebagai wilayah siaga bencana. Tindakan untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian harta benda.


Namun jika banjir disebabkan oleh faktor-faktor yang bisa dilakukan upaya pencegahan seperti keterbatasan daya tampung tanah terhadap curah air akibat hujan, gletser, rob dan lain sebagainya maka akan dibangunkan bendungan.


Saat Islam berdiri sebagai sistem selama 1300 tahun banyak bendungan yang dibangun kaum muslim. Baik untuk mencegah banjir atau keperluan irigasi. Salah satunya adalah bendungan *Guadalquivir* di Kordoba yang di arsiteki oleh Al Idrisi.


Bendungan ini masih bisa difungsikan hingga sekarang. Juga melakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai, danau dan kanal-kanal agar tidak terjadi pendangkalan, upaya yang lain adalah memetakan daerah yang rawan genangan air dan membuat kebijakan agar masyarakat tidak membangun pemukiman di wilayah tersebut.


Kemudian apabila ditemui kasus yang pada awalnya aman dari banjir namun kemudian wilayah itu mengalami penurunan tanah sehingga terkena banjir. Maka akan dibangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.


Dengan demikian, jika hal itu tidak memungkinkan maka harus mengevaluasi penduduk wilayah tersebut dan mengganti kompensasi tempat tinggal mereka, membuat regulasi tata ruang wilayah. Betapa Islam sangat memperhatikan rakyat, tak terkecualikan dalam mitigasi bencana seperti banjir. 

Wallahu ‘Alam Bish-Showab

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.