Ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga. Hidup lagi susah-susahnya eh harga beras ikut naik. Setelah kemarin masyarakat dibuat panik dengan sulit ditemukannya LPG 3 kg yang berbuntut naik pula harganya (di sejumlah daerah), menyusul juga naiknya harga BBM per 1 September kemarin, kini masyarakat harus menelan kenyataan pahit lagi atas naiknya harga beras. Luar biasa, lengkap sudah rasanya penderitaan rakyat jelata.
Sebenarnya, harga beras terus merangkak naik sejak setahun lalu. Terlebih dalam sebulan terakhir ini, laju kenaikan harga beras di dalam negeri seperti kian tak terkendali. Mengutip dari cnbcindonesia Rabu (13/9/2023), harga beras terpantau naik lagi. Panel Harga Badan Pangan menunjukkan, harga beras medium dilaporkan 'meledak' Rp120 ke Rp12.860 per kg, dan beras premium terbang Rp130 ke Rp14.520 per kg. Sementara sepekan lalu, 4 September 2023, harga beras medium tercatat di Rp12.510 per kg, dan premium di Rp14.170 per kg.
Menurut presiden Jokowi, harga beras naik karena harga di negara lain juga mengalami kenaikan. Sehingga ikut mengerek harga beras dalam negeri. Menurutnya kondisi ini diperburuk juga dengan produksi padi dalam negeri yang tengah menurun imbas fenomena El Nino. Untuk diketahui, mulai September sampai Oktober 2023, pemerintah bakal menggelontorkan bantuan beras sebanyak 210 ribu ton per bulan. Bantuan beras ini diharapkan bisa mengendalikan laju kenaikan harga beras di dalam negeri.
Selain itu, karena produksi beras dalam negeri mengalami penurunan akibat fenomena El Nino,maka impor beras pun dilakukan. "Ini untuk memastikan bahwa kita memiliki cadangan strategis stok (beras). Harus (impor) untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan (harga)," ujar presiden Jokowi usai meninjau Gudang Bulog Dramaga, Kabupaten Bogor, Senin (11/9/2023) kepada kompas 11/9/23.
Sementara itu, Komisi IV DPR mengkritik kebijakan impor beras yang ditetapkan pemerintah itu dianggap tak memiliki efek menurunkan harga beras di dalam negeri. "Fraksi kami menilai kebijakan impor beras belum mampu mengatasi masalah, baik harga maupun ketersediaan beras di dalam negeri. Kami meminta pemerintah memiliki strategi kebijakan jangka panjang terkait masalah itu. " tambah Ema Umiyyatul Chusnah, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan saat Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Rabu (13/9/2023). Dia juga mengusulkan anggaran tambahan pangan untuk meningkatkan produksi di dalam negeri, bukan untuk impor pangan. (cnbcindonesia, 13/9/23)
Sungguh ironi. Pepatah bak anak ayam mati di lumbung padi rasanya pantas disematkan pada negeri ini. Pasalnya, negeri ini termasuk negara agraris yang mampu menghasilkan produk pertanian dalam jumlah yang besar dan beragam. Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah dan sangat strategis. Iklim tropis membuat tanah Indonesia subur dan cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman. Bukankah tak layak jika harus mengimpor bahan pangan?
Islam, Allah turunkan tidak hanya sebagai agama ritual belaka yang mengatur hubungan manusia dengan pencipta(Tuhan)nya saja. Ia juga sebagai ideologi (jalan hidup) yang memancar darinya aturan-aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dari semua sisi atau aspek kehidupan, mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, hingga politik (pemerintahan). Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu oleh negara. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang kesulitan dalam memenuhi hak dasarnya (pangan) atau bahkan kelaparan.
Maka dalam konteks jangka panjang, Islam dengan serangkaian hukumnya mampu merealisasikan swasembada pangan, dimana swasembada merupakan sebuah keharusan agar sebuah negara terbebas dari krisis pangan berulang dan berkepanjangan. Sehingga Islam sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan guna mewujudkan ketahanan pangan. Dalam Islam, tanah-tanah mati yaitu tanah yang tak tampak adanya bekas-bekas tanah, itu diproduktifkan atau ditanami, dan tanah itu menjadi milik orang menghidupkannya. Rasulullah SAW bersabda "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya (HR.tirmidzi, Abu Daud).
Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar seperti penimbunan, riba, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi pasar serta membuka akses informasi untuk semua orang sehingga akan meminimalisasi terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar. Dari aspek manajemen rantai pasok pangan kita dapat belajar dari Rasulullah SAW yang pada saat itu sudah sangat konsen pada persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai pencatat untuk mencatat hasil produksi Khaibar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar melalui Supply and Demand bukan dengan pematokan harga. Dan tugas negara bukan hanya memastikan sebuah produksi berjalan dengan baik, tetapi juga memastikan bagaimana distribusi tersebut adil, merata, dan mudah untuk didapatkan (murah). Di sinilah aturan Islam dalam aspek politik (negara), yaitu melakukan ri'ayatu syu'un al-ummah [mengurusi urusan umat (rakyat)].
Demikianlah konsep Islam dalam menyelesaikan masalah ketahanan pangan. Oleh karena itu wajib bagi kita untuk mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka melayani urusan umat, dan tidak mempersulit urusan rakyat, serta menerapkan aturan Islam yang bersumber dari Allah SWT sebagai Pencipta manusia dan pengatur seluruh alam. Niscaya rahmad Islam akan nampak. Dan cukuplah kalamNya menjadi sebuah pengingat,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf : 96)