> Peran sistemik kapitalisme pada Tindak Kekerasan Anak - NusantaraNews

Latest News

Peran sistemik kapitalisme pada Tindak Kekerasan Anak


 Ulianafia (Ummu Taqiyuddin) 


Kekerasan seksual pada anak yang terus meningkat, ini tak ubahnya bagaikan fenomena gunung es. Sebagaimana yang disampaikan oleh staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan, bahwa banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah. Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. 


Selanjutnya dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, ia menyampaikan, “Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” (Idnimes, 26/8/2023).


Sebab-sebab Kekerasan Anak Semakin Meningkat 


Keluarga memang memiliki peran dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual anak. Namun,  pencegahan ini sejatinya tidaklah cukup hanya dari keluarga, tetapi butuh peran nyata negara dan masyarakat. 

Apalagi persoalan yang mendasar ialah sistem rusak kapitalisme sekuler yang jelas-jelas membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.


Sistem kapitalisme sekuler tidak mengenal halal dan haram apalagi pahala dan siksa, yang ada ialah melihat peluang untuk mendapatkan materi dan kesenangan. Dari sini keluarga terkhusus orang tua akan menjadi minim memiliki pemahaman akan agama apalagi untuk mengajarkan agama pada anak-anaknya karena tersibukkan bekerja untuk mengejar materi semata. Baik untuk memenuhi kebutuhan hidup karena memang sulitnya perekonomian keluarga ataupun hanya untuk memenuhi gaya hidup. 


Kondisi ini memang tercipta secara alami , dimana kapitalisme melahirkan banyak pemahaman yang rusak, seperti liberalisme dan hedonisme. Dari sisi ekonomi liberalisme menjadikan SDA mampu dengan bebasnya dikuasai asing dan swasta sedang rakyat sebagai pemilik malah justru tidak mendapatkan apa-apa serta tidak mampu menuntut apapun. 


Selanjutnya, hedonisme akan menyesatkan para orang tua untuk hanya fokus pada pemberian materi belaka pada anak. Di sistem ini mereka digiring bahwa pemberian dan penjagaan anak yang terbaik adalah dengan memberikan dan menyiapkan materi sebanyak-banyaknya bagi mereka. Hingga masa depan dan cita-cita mereka akan tercapai. Tentu masa depan dan cita-cita ini tidak lepas dari standar  materi juga. 


Begitu pula pemikiran masyarakat yang diracuni dengan tayangan-tayangan porno, pergaulan bebas dan permisif yang menormalisasi perzinaan. Menjadikan perbuatan zina dan maksiat nampak subur ditengah-tengah masyarakat yang tentu merambah dan merusak dunia remaja dan anak-anak.


Selanjutnya, sistem saksi yang dijalankan oleh negarapun tidak tegas. Tidak sedikit korban kekerasan seksual yang tidak mendapatkan keadilan yang sesuai ataupun jaminan keamanan akan identitasnya. Yang ada justru aib mereka akan terbuka di khalayak umum. Tentu hal ini akan menambah beban hidup dan trauma yang mendalam bagi anak.


Sistem yang Ramah Terhadap Anak


Kekerasan pada anak akan bisa dicegah jika sistem yang dijalankannya pun sesuai fitrah manusia. Sebab, berbagai kekerasan yang muncul pada manusia akibat sistem yang menaungi tidak sesuai fitrah manusia. Sehingga, jadilah manusia keluar dari hakikat sebagai makhluk yang sempurna karena akalnya. 


Dalam hal ini, sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta memiliki aturan hidup yang sempurna dan tentunya memuaskan akal. Yang darinya manusia akan tetap berada dalam lingkaran fitrahnya sebagai makhluk sempurna. 

Negara dengan sistem Islamnya akan membangun setiap rakyatnya dalam suasana keimanan dan ketakwaan terkhusus dalam keluarga. 


Keluarga sebagai komponen terkecil dalam mengasuh anak. Tentu akan diberikan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik sandang, pangan, papan dengan pemberian lapangan pekerjaan yang memadai bagi setiap kepala keluarga. Serta menjamin pula akan pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap warganya. Tentu hal ini akan menjaga anggota keluarga bisa menjalankan perannya masing-masing. Sebagaimana seorang ibu bisa berperan penuh sebagai Ummu warobatul Bayt dan seorang bapak bisa menjadi pemimpin dan pemberi nafkah pada keluarga. 


Selanjutnya, masyarakat yang hidup dalam suasana keimanan, bagi yang muslim tentu mereka akan menjalankan kewajiban secara penuh dalam amar makruf nahi mungkar. Sedang, bagi yang non muslim ia akan terdorong untuk selalu menjaga pada Susana yang baik agar terhindar dari keburukan. Dari sini maka akan tercegahlah segala tindak kejahatan yang ada dalam masyarakat. 


Begitu pula negara yang sangat berperan besar dalam menciptakan keimanan dan ketakwaan serta dalam menegakkan hukum-hukum Islam. Seperti memberikan sanksi seperti pezina bagi tindak kekerasan seksual pada Anak. Tentu, sanksi dalam Islam tidak hanya sebagai pencegah atau efek jera tetapi juga sebagai penghapusan dosa bagi pelaku muslim yang bertobat. Wallahu'alam

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.