> Investasi China Meningkat, Potensi Menjadi Negara Gagal Makin Terlihat - NusantaraNews

Latest News

Investasi China Meningkat, Potensi Menjadi Negara Gagal Makin Terlihat

 

Oleh: Ayu Winarni 

Pada 2 periode kepemimpinan, presiden Jokowidodo (Jokowi) menekankan pada pembangunan sebagai basis dari sebuah kemajuan suatu negara. Untuk merealisasikan wacana pembangunan tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Dari segi kendala, salah satunya adalah masalah pendanaan.


Berbagai upaya pun tengah dilakukan, termasuk dengan cara melakukan pinjaman kepada pihak asing atau mendorong negara-negara asing untuk menjembatani terealisasinya pembangunan dengan penanaman modal asing. 


Dalam mendukung hilirisasi industri kaca panel surya di Indonesia, Jokowi mengapresiasi komitmen investasi dari perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun (asumsi kurs Rp 15.107 per US$). Dikutip dari CNBC Indonesia (28/7/2023). 


Termasuk juga wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ke pulau Kalimantan yang dicanangkan sejak 2019 hingga kini sedang dipromosikan kepada pihak asing dengan membuka jalan investasi. 


"Ada 34.000 ha lagi yang sudah siap lahannya dan bisa dimasuki oleh investor untuk properti, kesehatan rumah sakit misalnya, untuk pendidikan universitas dan untuk infrastruktur," kata Jokowi pada pertemuan dengan pengusaha China yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Minggu (30/7/2023).


Tidak hanya IKN, Jokowi juga berharap investor swasta juga bisa masuk pada proyek prioritas yang tengah didorong pemerintah. Seperti ekosistem kendaraan listrik, hingga energi hijau.


"Di bidang EBT saya ingin mendorong agar investor dari China juga masuk di bidang ini karena potensi di Indonesia untuk EBT ada 434 ribu megawatt," katanya.


//Berpotensi menambah utang//

Indonesia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah tentu sudah diprediksi sangat menguntungkan sebagai negara tujuan investasi para investor. 


Indonesia sebagai negara berkembang memandang bahwa investasi yang dilakukan para investor dalam pembangunan proyek dalam negeri tentu dipandang sebagai penyelamat mereka dalam koridor ekonomi. Walhasil, negara pun tak sungkan untuk menawarkan kepada asing untuk berinvestasi dalam negeri. 


Termasuk China yang dipandang sebagai penyelamat bagi negara-negara berkembang khususnya. China melakukan investasi diberbagai sektor dalam negeri. Kembali pemerintah menawarkan lahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara kepada perusahaan China seluas 34.000 ha khusus investasi. 


Berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah tentu semakin mempermudah investasi China bercokol di dalam negeri. Investasi China memberikan potensi untuk menambah utang pemerintah karena China mencokol negara-negara berkembang atas nama kemajuan, industri dan perdagangan. Maka, dengan dalih itu, China bisa memaksa negara yang dicokol untuk meminjam atau memberikan pinjaman yang sarat dengan supervisi. 


//Terjebak kesepakatan proyek//

Dikutip dari Suara.com (28/7/2023), Kementerian Keuangan mencatat adanya kenaikan jumlah utang pemerintah pada bulan Juni 2023, dimana angkanya bertambah Rp17,68 triliun sehingga total utang RI menembus Rp7.805,19 triliun. 


Ditengah rasio utang pemerintah yang setiap tahun mengalami peningkatan, pemerintah justru bangga dengan kinerja pembangunan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Faktanya, yang merasakan pertumbuhan ekonomi adalah asing dan pemilik modal. Pembangunan yang digadang-gadang pemerintah justru akan berujung pada krisis moneter dan ekonomi. Krisis tersebut karena penumpukan utang pemerintah yang tiap tahun meningkat. 


Pemerintah justru terjebak melalui kesepakatan proyek yang didanai oleh asing. Pendanaan proyek oleh asing adalah jalan paling berbahaya terhadap eksistensi suatu negara dan merupakan jalan untuk menjajah suatu negara. 


//Potensi menjadi negara gagal sistemis//

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memamerkan kemajuan ekonomi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan negara-negara G20 ekonomi Indonesia menurutnya masih sangat baik.


Salah satu indikator yang dipamerkan Luhut adalah rasio utang pemerintah terhadap PDB yang saat ini masih berada di 40%.


"Utang pemerintah juga terlihat sangat bagus 40%. Mungkin tahun ini bisa turun menjadi 38-39%," beber Luhut dalam CNBC Nickel Conference di Kempinski Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023). 


Klaim Luhut bahwa rasio utang 40% dinilai masih sangat baik adalah pernyataan yang salah, karena faktanya dengan rasio utang yang ditarik belum memberikan pertumbuhan ekonomi yang produktif dan utang yang produktif bukan sekadar dilihat dari kemampuan negara kreditor membayar bunga dan cicilan tapi harus lebih dari itu. 


Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliitti, mengingatkan kepada semua pihak agar mencari cara agar Indonesia tidak menjadi negara gagal. Indonesia berpotensi jadi negara gagal karena melihat rasio utang Indonesia tahun 2023 masih di angka 38,15 persen dari PDB. Bahkan bisa menambah sesuai amanat undang-undang.


Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan pun menyebut Indonesia masuk negara gagal. “Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022: Biaya Kesehatan Rp Rp176,7 T; Bunga pinjaman: Rp386,3 T,” cuit Anthony dalam akun Twitter pribadinya. Yang menjadi perhatian dia, adalah tingginya angka pembayaran bunga utang (belum termasuk pokok utang), yang melebihi beberapa belanja publik pemerintah di sektor yang seharusnya menjadi mandatori. Sektor mandatori menurut Guterres yang terpenting ada dua; Kesehatan dan Pendidikan.


//Rakyat menjadi korban//

Akibat utang yang semakin bertambah menyebabkan terjadinya defisit anggaran. Maka untuk mengantisipasi dengan terpaksa negara harus menambah utang untuk membayar cicilan bunga (gali lubang tutup lubang). Untuk menekan pengeluaran, negara harus mengurangi subsidi bahkan mencabut. Bahkan negarapun harus mengorbankan sektor lain dengan memangkas anggarannya. 


Maka yang terjadi rakyat semakin terbebani dengan pajak yang semakin tinggi. Alih-alih membawa kesejahteraan bagi rakyat, justru membuat keadaan rakyat makin miskin. 


Dampak dari utang pemerintah yang kian melambung adalah rakyat yang semakin terbebani dengan berbagai pajak yang harus dibayar. Bahkan pajak rakyat ditetapkan sebagai pemasukan APBN. Kenaikan utang tiap tahun terjadi. Selain itu, untuk menekan pengeluaran negara, pemerintah bertindak dengan memangkas subsidi bahkan mencabutnya. 


//Pembangunan negara dalam Islam//

Politik ekonomi Islam telah membatasi proyek- proyek yang wajib dikuasai oleh negara atau sektor publik (umum). Politik ekonomi Islam juga telah membatasi proyek- proyek yang dikuasai oleh individu-individu atau sektor swasta (khusus/privat). 


Negara bisa menetapkan penghasilan dari kepemilikan umum kemudian akan dimasukkan kedalam pos kepemilikan umum (baitul mal). Sumber-sumber pendapatan negara telah ditentukan oleh syara' yaitu fai', jizyah, kharaj dan khumus. Harta-harta ini berhak diambil oleh kaum Muslimin, dan wajib diambil terus-menerus baik harta itu dibutuhkan ataupun tidak. 


Adapun tentang berutangnya negara, maka itu tidak perlu dilakukan, kecuali untuk perkara-perkara yang urgen yang dikhawatirkan akan terjadi kerusakan dan kebinasaan jika ditunda. Maka dalam hal itu negara bisa meminjam utang dengan ketentuan tidak mengandung riba di dalamnya, karena riba jelas hukumnya haram dalam Islam.


Namun, jika perkara itu tidak ada dan tidak menimbulkan kerusakan bagi umat dan jika negara memiliki harta, maka boleh saja negara membangun. Tapi jika negara tidak memiliki harta di Baitul Mal, negara tidak boleh mewajibkan pajak hanya demi pembangunan. Jika untuk proyek ini negara tidak diperbolehkan mewajibkan pajak, maka apalagi meminjam utang yang jelas mengandung riba adalah haram dilakukan negara. 

Wallaahu a’lam bishshowwab. 

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.