> Harga Beras Melambung Tinggi, Mengapa? - NusantaraNews

Latest News

Harga Beras Melambung Tinggi, Mengapa?


Oleh Fina Fadilah Siregar 

(Aktivis Muslimah)


Badan Pangan PBB, yakni Food and Agriculture Organization (FAO), merasa waswas dengan harga beras yang naik mencapai level tertinggi dalam 12 tahun karena bakal memicu lonjakan inflasi pangan di Asia.


Menurut FAO ada dua alasan utama melonjaknya harga beras, yakni pertama larangan ekspor India sejak bulan Juli 2023 dan kedua ancaman cuaca buruk akibat El Nino yang merusak produksi beras. "Harga beras global sangat mengkhawatirkan. Yang jelas adalah volatilitas harga pangan akan terus berlanjut dalam beberapa bulan mendatang," kata Direktur Senior Bank Pembangunan Asia Qingfeng Zhang, kepada CNBC, dikutip Rabu (23/8).


Awalnya, inflasi pangan di Asia relatif terkendali sebelum India memberlakukan larangan ekspor. Kini, India akhirnya mengklarifikasi bahwa tidak ada rencana pembatasan apa pun terhadap ekspor beras pratanak non-basmati. Menteri Pangan India, Sanjeev Chopra, mengklaim pemerintah tidak pernah mengusulkan rencana pembatasan, apalagi larangan ekspor beras.


Terlepas dari itu, El Nino masih menghantui produksi beras. Terlebih, fenomena alam ini terjadi di tengah sikap Rusia yang menarik diri dari inisiatif biji-bijian di Laut Hitam dan proteksi kebijakan pangan dalam bentuk pembatasan perdagangan. Tak cuma beras, komoditas pangan lain juga dikhawatirkan ikut naik harganya karena iklim ekstrim imbas El Nino. Jika terjadi, lonjakan inflasi tak terhindarkan.


Harga beras melonjak tajam karena berbagai hal, salah satu di antaranya adalah karena kebijakan global terkait dengan larangan ekspor beras di lndia. Melambungnya harga beras mencerminkan lemahnya kedaulatan dan ketahanan pangan di Indonesia akibat kebijakan pangan berdasarkan kapitalisme.  


Dalam hal ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan  membiarkan korporasi menguasai tata kelola pangan dan berbagai proses produksinya. Indonesia sebagai negeri agraris harusnya bisa mempunyai kedaulatan pangan mandiri apabila pemerintah berpihak pada rakyat pribumi dengan melakukan pembaruan agraria, adanya hak akses rakyat terhadap pangan, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, pangan tidak sekadar menjadi komoditas yang diperdagangkan, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.


Selain itu, kedaulatan pangan akan tercapai apabila petani sebagai penghasil pangan memiliki, menguasai dan mengkontrol alat-alat produksi pangan seperti tanah, air, benih dan teknologi serta berbagai kebijakan yang mendukung dalam pelaksanaan pembaruan agraria.


Namun dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini yang menganut paham kapitalis, semua itu mustahil dapat dilakukan karena pemerintah hanya mementingkan dan tunduk pada korporasi. Cengkraman korporasi yang membuat harga beras melambung tinggi akan terjadi berulang-ulang. 


Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam mewajibkan negara menjamin ketersediaan kebutuhan pokok bagi rakyat karena rakyat adalah tanggung jawab negara. Islam memiliki mekanisme mewujudkannya secara mandiri dan berkelanjutan. 


Agar ketersediaan bahan pokok tetap terjaga, pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan sebaik-baiknya dibawah kendali negara dan tidak ada siapapun yang boleh mengintervensi. Penentuan harga bahan pokok selalu mengikuti mekanisme penawaran dan permintaan tanpa merusak persaingan pasar, tidak boleh ada penimbunan barang sehingga komoditas bahan pokok tetap ada dan harganya stabil.


Jadi, hanya Islamlah yang mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan karena aturannya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang berasal dari Allah SWT. Oleh karena itu marilah kita ubah kehidupan yang rusak ini dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.


Wallahu a'lam bishshowaab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.