> Harga Beras Melambung Tinggi, Bagaimana Bisa? - NusantaraNews

Latest News

Harga Beras Melambung Tinggi, Bagaimana Bisa?

 


Oleh Uty Maryanti


Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Selain pertambangan, di sektor pertanian pun demikian, banyak para penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani. Menjadikan kegiatan bercocok tanam sebagai mata pencaharian, oleh sebab itu Indonesia dikenal sebagai negara agraris.
Namun aneh rasanya negara yang disebut negara agraris justru tetapi harga bahan pokok beras semakin melambung tinggi.

Badan Pangan PBB alias Food and Agriculture Organization (FAO) was-was harga beras yang naik mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir akan memicu lonjakan inflasi pangan di Asia (cnnindonesia, 23/08/23)


Pengamat pertanian Khudori memaparkan faktor pemicu di balik kenaikan harga beras hampir di pastikan bukan faktor tunggal. Sedikitnya ada empat faktor pemicu diantaranya siklus panen dan perkiraan produksi beras yang menurun. Perkiraan ini membuat keseimbangan pasokan dan permintaan tak seimbang. Berujung pada ekspektasi harga yang naik. Ketiga, faktor El Nino, walaupun El Nino bukan hal baru, akan tetapi pemberitaan dan eksposure El Nino cukup Luas. Terutama dampaknya pada sektor pertanian. Keempat, efek dinamika global yang tercermin dari kebijakan negara-negara eksportir beras yang cenderung restriktif. Salah satunya India yang  pada 20 Juli lalu menutup ekspor beras non-basmati. (cnbcindonesia, 22/08/23)


Berikutnya, Panel Badan Pangan mencatat, harga beras medium per Selasa (22/08/2023), naik Rp.20 ke Rp.12.110 per kg. Terpantau, setidaknya dalam sepekan terakhir harga beras berfluktuasi naik, di mana pada 15 Agustus lalu berada di Rp.12.030 per kg.


Begitu juga harga beras premium. Tercatat per 22 Agustus 2023 ada di angka Rp.13.780 per kg, naik dari sepekan lalu di Rp.13.680 per kg.


Sementara di tingkat produsen, harga beras medium di penggilingan pada tanggal 22/08/2023 turun Rp.10 jadi Rp.10.840 per kg. Sedangkan harga beras premium di penggilingan naik Rp.50 ke Rp.12.020 per kg. Harga gabah di tingkat produsen memang tercatat naik.

Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik Rp.20 ke Rp.5.710 per kg, di tingkat penggilingan naik Rp.10 ke Rp.6.060, sementara harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan naik Rp.20 ke Rp.6.610 per kg.


Kasus demikian tentunya bukan sekali ini terjadi, mengingat krisis pangan pada 2010-2012 lalu dimana kebijakan pemerintah selaku pemimpin negara tidak menuntaskan akar permasalahan yang ada sehingga kasus serupa berulang. Ditambah asas ekonomi kapitalis yang diemban pun tidak menguntungkan masyarakat secara menyeluruh karena para pemodal hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi memenuhi hajat segelintir orang.


Sistem kapitalis membuat negara terbatas bergerak, tugas negara hanya sebagai pembuat kebijakan. Sistem kapitalis menghendaki negara tidak ikut campur dalam hak kepemilikan apapun, termasuk kekayaan alam.


Berbeda dalam sistem Islam, di mana pemimpin negara (khalifah) sangat memperhatikan dalam segala sektor, tak terkecuali sektor pertanian.

Negara akan memfasilitasi segala kebutuhan pertanian dari alat pertanian, bibit, pupuk dan lain sebagainya agar para petani mampu menghasilkan hasil panen yang mumpuni untuk selanjutnya dapat di distribusikan ke wilayah-wilayah yang memang membutuhkan. Dengan begitu negara tidak akan mengandalkan impor bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan umat.


Sayangnya, gambaran seperti ini tidak akan bisa ditemui sepanjang pemerintah masih menjadikan kapitalisme sebagai asas ekonominya. Aturan ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menjadikan Islam sebagai ideologi.


Sudah seyogyanya pemimpin bertanggung jawab memelihara, mengatur dan mengelola seluruh aspek sumber daya alam yang dimiliki serta meri’ayah ummat untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Wallahu a’lam bishawab

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.