Oleh Uty Maryanti
Badan Pangan PBB alias Food and Agriculture Organization (FAO) was-was harga beras yang naik mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir akan memicu lonjakan inflasi pangan di Asia (cnnindonesia, 23/08/23)
Pengamat pertanian Khudori memaparkan faktor pemicu di balik kenaikan harga beras hampir di pastikan bukan faktor tunggal. Sedikitnya ada empat faktor pemicu diantaranya siklus panen dan perkiraan produksi beras yang menurun. Perkiraan ini membuat keseimbangan pasokan dan permintaan tak seimbang. Berujung pada ekspektasi harga yang naik. Ketiga, faktor El Nino, walaupun El Nino bukan hal baru, akan tetapi pemberitaan dan eksposure El Nino cukup Luas. Terutama dampaknya pada sektor pertanian. Keempat, efek dinamika global yang tercermin dari kebijakan negara-negara eksportir beras yang cenderung restriktif. Salah satunya India yang pada 20 Juli lalu menutup ekspor beras non-basmati. (cnbcindonesia, 22/08/23)
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik Rp.20 ke Rp.5.710 per kg, di tingkat penggilingan naik Rp.10 ke Rp.6.060, sementara harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan naik Rp.20 ke Rp.6.610 per kg.
Kasus demikian tentunya bukan sekali ini terjadi, mengingat krisis pangan pada 2010-2012 lalu dimana kebijakan pemerintah selaku pemimpin negara tidak menuntaskan akar permasalahan yang ada sehingga kasus serupa berulang. Ditambah asas ekonomi kapitalis yang diemban pun tidak menguntungkan masyarakat secara menyeluruh karena para pemodal hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi memenuhi hajat segelintir orang.
Negara akan memfasilitasi segala kebutuhan pertanian dari alat pertanian, bibit, pupuk dan lain sebagainya agar para petani mampu menghasilkan hasil panen yang mumpuni untuk selanjutnya dapat di distribusikan ke wilayah-wilayah yang memang membutuhkan. Dengan begitu negara tidak akan mengandalkan impor bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan umat.
Sayangnya, gambaran seperti ini tidak akan bisa ditemui sepanjang pemerintah masih menjadikan kapitalisme sebagai asas ekonominya. Aturan ini hanya bisa diterapkan oleh negara yang menjadikan Islam sebagai ideologi.
Sudah seyogyanya pemimpin bertanggung jawab memelihara, mengatur dan mengelola seluruh aspek sumber daya alam yang dimiliki serta meri’ayah ummat untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya.
Wallahu a’lam bishawab