> Cukupkah Cegah Kekerasan Seksual Hanya Dengan Peran Keluarga? - NusantaraNews

Latest News

Cukupkah Cegah Kekerasan Seksual Hanya Dengan Peran Keluarga?


Uni Wulandari 

(Aktivis Muslimah)


Dilansir dari Republika (27/8/2023) Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS, namun enggan menceritakannya.


"Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota, bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual, " kata Indra dalam keterangannya.


Indra menyebut peran keluarga dalam upaya pencegahan dapat dimulai dengan memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga. Kemudian, dibangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga.


Tak bisa dipungkiri kita sedang mengalami darurat kekerasan terhadap anak, setiap tahun angka untuk korban kekerasan kian meningkat seolah seperti gunung es. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan tingginya tingkat kekerasan tersebut namun belum membuahkan hasil.


Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni 4.162 kasus. Kemudian, 3.746 anak menjadi korban kekerasan fisik. Ada pula 1.269 anak yang menjadi korban penelantaran. Anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia sebanyak 219 orang. Lalu, 216 anak menjadi korban eksploitasi pada 2022. Sementara, 2.041 anak menjadi korban kekerasan dalam bentuk lainnya sepanjang tahun lalu sebagaimana ditulis data online Indonesia

Selama 2023 ini, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KomnasPA) telah menerima 2.739 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Ironisnya, justru sebagian besar pelakunya (52%) adalah orang terdekat dalam lingkup keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak korban, paman, dan teman dekat (sumber kompas)


Keluarga yang diharapkan melindungi anggota keluarga malah menjadi pelaku predator seksual yang mencederai kesucian generasi penerusnya. Maka dari itu, pencegahan kekerasan seksual pada anak tidak cukup hanya mengandalkan peran keluarga. Sejatinya yang dibutuhkan anak adalah peran nyata negara dengan perangkat aturan yang jelas dan tuntas, yang juga ditopang dengan peran masyarakat sekitarnya. Apalagi faktanya ada persoalan mendasar yang menjadi penghalang bagi terwujudnya jaminan keamanan yaitu sistem yang rusak.


Sistem yang rusak inilah yang telah membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sistem tersebut adalah sistem yang berasaskan sekularisme ( pemisahan Agama dari Negara), liberalisme dan sarat akan kepentingan segelintir oknum, terutama para elit yang menyuarakan idelogi kapitalisme yang jelas rusak. Maka, sejak saat itu anak kehilangan pengayom sekaligus perisai.


Maka sudah saatnya kita kembali pada sistem yang benar yaitu sistem Islam. Islam adalah sebuah agama yang diciptakan Allah SWT bagi seluruh manusia. Islam hadir untuk memuliakan manusia dan menjadi jaminan dalam upaya memberikan keamanan dalam kehidupan. Dalam sistem Islam calon ayah dan ibu dibekali tsaqofah Islam bagaimana mereka harus menjalani kehidupan keluarganya

 

Masyarakat dalam Islam berperan sebagai pengontrol setiap individu dan saling menyampaikan kebaikan agar terhindar dari perbuatan maksiat dalam bentuk apapun. Selain itu, negara berperan menerapkan Islam dan memberikan sanksi sesuai kemaksiatan yang dilakukan. Hukum Islam tidak memilih dan memandang status. Maka ketika syariah Islam diterapkan (dengan penerapan yang benar) maka dosanya akan ada maslahat.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.