Oleh Rahma Elsitasari
(Pegiat Literasi)
Kondisi pergaulan remaja kian hari semakin menyayat hati. Hampir setiap hari kabar berita menyuguhkan kasus-kasus negatif yang manyangkut remaja, mulai dari pembully-an yang berujung kekerasan bahkan merenggut nyawa, narkoba, pencabulan, perkosaan, hamil diluar nikah, tawauran dan lain sebagainya. Di usia remaja yang seharusnya menorehkan prestasi untuk masa depan malah digunakan untuk mencoreng masa depan.
Dilansir dari metrobatampos (6/8/2024), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa anak remaja di Indonesia mayoritas telah berhubungan seksual, usia 14-15 tahun rata-rata mencapai 20 persen, dan 16-17 tahun mencapai 60 persen. Pada tahun 2022 saja BKKBN juga pernah menyebutkan bahwa sebanyak 74 persen laki-laki dan 59 persen perempuan mengaku sudah melakukan hubungan seks pada usia 15 sampai 19 tahun.
Liberalisme Menyuburkan Pergaulan Bebas
Kepala BKKBN, Hasto wardoyo, menyebutkan tingginya angka pergaulan bebas karena pola pergaulan antar lawan jenis dan pengaruh media sosial yang sangat kuat di kalangan remaja.
Praktisi Psikolog keluarga, Nuzulia Raha Tritinarum, mengungkap bahwa angka pergaulan bebas remaja semakin meningkat tiap tahunnya. Beliau juga menyebutkan banyak faktor yang membuat anak berani berhubungan seksual di usia remaja, pengetahuan yang kurang tentang dampak seks bebas, masalah ekonomi (ingin mendapat uang dengan cara instan), pengawasan yang kurang dari orang tua, sekolah dan masyarakat (republika, 16/4/2023).
Semakin maraknya seks bebas di kalangan remaja saat ini tidak terlepas dari sistem kehidupan liberal yang diagung-agungkan. Pandangan hidup liberal khas Barat memandang bahwa manusia dapat melakukan perbuatan dengan bebas asal tidak merugikan orang lain. Standar moral semakin diabaikan dan standar agama dilupakan.
Cara pandang liberal merupakan bagian dari ide sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga agama dianggap tak memiliki hak untuk mengatur kehidupan manusia, akhirnya manusia melakukan perbuatan sesuai kehendaknya selama tidak menganggu orang lain.
Cara pandang seperti inilah yang menimbulkan pemahaman yang rusak bahwa perzinahan adalah perbuatan yang lumrah dilakukan oleh laki-laki dan perempuan asal suka sama suka. Apalagi gambaran kehidupan liberal ini dijadikan tontonan masyarakat melalui sinetron, film, sosial media yang dapat diakses dengan mudah oleh remaja yang mayoritas saat ini dekat dengan gawai.
Pergaulan bebas di luar nikah pada faktanya hanya melahirkan kesengsaraan hidup yang kian bertambah, banyak masalah baru yang ditimbulkan akibat seks bebas, seperti aborsi, pelacuran, pembunuhan, penyakit kelamin, perilaku menyimpang dan lain sebagainya.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah ini tampaknya juga tak membuahkan hasil signifikan. Gencarnya program edukasi seksual pada remaja juga tidak menjadi solusi, karena tidak diimbangi dengan pemahaman agama sebagai pondasi.
Islam Menyelamatkan Generasi
Islam sebagai way of life (jalan hidup) memiliki cara pandang yang shahih tentang kehidupan. Islam mengatur bahwa kehidupan harus berjalan sesuai dengan fitrahnya yaitu berjalan sesuai dengan aturan kehidupan dari sang pencipta. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan adalah tunduk kepada penciptaNya, bukan sekedar beribadah saja tapi saat bermuamalah dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Di dalam Islam, perzinahan merupakan dosa besar yang pelakunya wajib dijatuhi sanksi berupa hukuman cambuk bagi pria-wanita yang belum menikah, dan hukuman rajam bagi yang menikah. Hukuman berfungsi efek jera bagi pelaku dan mencegah yang lainnya agar tidak melakukan perbuatan serupa. Sedangkan saat ini tidak ada hukuman yang membuat jera bagi pelaku zina, bahkan pelaku pemerkosaan dan pencabulan anak dihukum dengan ringan yang tidak membuat jera.
Islam tidak hanya memberi sanksi tegas bagi pelaku, namun memiliki level penjagaan terhadap masyarakat, mulai dari individu, masyarakat dan negara. Setiap individu akan didorong untuk memiliki ketakwaan sebagai pondasi dalam berbuat dan benteng dalam melawan hawa nafsu.
Fungsi masyarakat sebagai pengingat dengan adanya perintah amar ma’ruf nahi munkar kepada sesama dan negara dengan kekuasaannya memiliki tanggung jawab untuk membangun sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi cerdas dan berakhlak mulia, negara juga harus mampu untuk memblokir seluruh konten-koten negatif yang merusak, dan menegakkan aturan kehidupan yang sahih, sehingga terwujud kemaslahatan ditengah-tengah masyarakat. Hal ini hanya bisa diwujudkan jika sistem kehidupan kembali kepada sistem yang sahih dan paripurna yaitu Islam.
Wallahu a’lam bishawab