> Sisitim Zonasi PPDB Buat Galau - NusantaraNews

Latest News

Sisitim Zonasi PPDB Buat Galau



Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2023 yang diwarnai banyak kecurangan. Usulan untuk meminta pemerintah melakukan evaluasi sistem PPDB tersebut. Adanya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi atau sistem zonasi ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik.


Dari sejumlah hasil temuan di lapangan, ada data kependudukan yang didaftarkan dalam sistem PPDB namun tidak sesuai dengan data di lapangan. Itu memunculkan dugaan adanya manipulasi data demi bisa diterima di sekolah pilihan dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi.


Dugaan manipulasi data juga muncul demi memasukkan anak ke sekolah yang diinginkan. Jalur zonasi merupakan penerimaan peserta didik baru melalui zonasi tempat tinggal.


Sebagian kalangan meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Meskipun sistem zonasi memang bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan.


kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah kasus yang berulang,dimana beberapa  daerah masih saja mengalami kekacauan. seharusnya mampu diantisipasi oleh banyak pihak karena akan berdampak pada  aspek pendidikan. 


Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan belum bergerak dari masa pubernya, masa yang identik dengan kegalauan, ambivalensi, dan cenderung akrab dengan masalah. Mulai dari konsep hingga tataran praktis, jarang terdengar kabar menyenangkan dari dunia pendidikan.

 

Sebagai contoh, terkait masalah PPDB ini. Penerimaan yang dilakukan secara online, setelah beberapa tahun penerapannya, masih saja mengalami permasalahan. Yang menggelikan, bahkan di area teknis yang sesungguhnya hal ini bisa diantisipasi dengan sebaik-baiknya, sering sekali mengalami kekacauan yang tidak jarang membuat emak-emak harus turun tangan, bahkan ada yang berujung pengaduan ke ombudsman.

 

Belum lagi kebijakan zonasi, yang sempat membuat sekolah negeri kosong. Bahkan, kini ada orang tua yang saat ini berpikir dua kali memanfaatkan kesempatan zonasi meskipun itu sekolah bagus, dikarenakan bagaimanapun kondisi peserta didik—mulai dari yang memiliki kemampuan yang sangat kurang sampai yang sangat pintar—, mereka memiliki kesempatan yang sama dan cukup mengganggu atmosfer “unggulan” atau “prestasi” sekolah tersebut.


Jika kita berkaca pada kisruh PPDB 2023, ada dua masalah pokok yang luput dari perhatian pemerintah.

Pertama, paradigma tentang sekolah. Cara pandang masyarakat mengenai sekolah favorit dan tidak favorit ini sendiri tidak terlepas dari paradigma pendidikan sekuler kapitalistik yang mengukur segalanya dari materi. Contohnya, sekolah favorit hanya untuk orang-orang pintar dan kaya, sedangkan siswa yang “tidak pintar” hanya bisa bernaung di sekolah ala kadarnya yang minim fasilitas dan sarana prasarana. 


Akhirnya, kesuksesan seorang anak diukur dari nilai materi saja. Sekolah bagus dilihat dari fasilitas, tunjangan, dan sarana prasarananya. Budaya kasta dan pandangan materi inilah yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat kapitalistik.


Kedua, pemerataan pendidikan tidak akan terwujud jika infrastruktur pendidikan belum terpenuhi di seluruh wilayah. Adanya kasta, gengsi sekolah, hingga perbedaan infrastruktur, menjadi titik balik adanya favoritisme dalam dunia pendidikan.


Buktinya, ada orang tua yang rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang fasilitasnya sudah bagus dan dikenal sebagai sekolah unggulan atau berprestasi.


Ada pula yang tidak berkenan di sekolah dekat dengan rumah lantaran fasilitas penunjang belajar dinilai minim dan kurang berkembang. Alhasil, banyak orang tua lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di swasta meski berbiaya mahal ketimbang sekolah negeri, tetapi minim sarana dan prasarana. 


Imbasnya, beberapa sekolah negeri kekurangan siswa. Bahkan, ada yang menerima satu siswa saja, padahal lokasi sekolah dekat dengan pemukiman warga. Artinya, dari aspek penyediaan fasilitas sekolah, pemerintah lalai memberikan pelayanan pendidikan secara merata. Jangan heran jika sistem zonasi akan menghadapi polemik tahunan.



Pendidikan Ideal, sebuah Kebutuhan


Dinamika pendidikan yang mengharubirukan hati dan perasaan para orang tua saat ini adalah buah penerapan sistem kapitalisme. Hal ini sangat kontras dengan pendidikan Islam.

 

Di dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua ini harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

 

Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.


Kebutuhan primer menurut pandangan Islam terbagi dua. Pertama, bagi tiap individu rakyat. Kedua, bagi rakyat secara keseluruhan.


Kebutuhan primer bagi tiap individu adalah sandang, pangan, dan papan. Ketiganya merupakan basic needs bagi setiap individu. Adapun yang termasuk kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan adalah sandang, pangan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan.

 

Politik ekonomi dalam Islam menjamin terpenuhinya pemuasan semua kebutuhan primer tiap-tiap individu tersebut sekaligus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki gaya hidup khas.


Pemenuhan kebutuhan primer ini di tengah-tengah masyarakat merupakan kewajiban negara. Maka, tanggung jawab negara terhadap pendidikan adalah sama, baik terhadap fakir miskin maupun orang kaya.


Ini merupakan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan sebagai kebutuhan primer semua individu rakyat secara menyeluruh.


Dengan politik ekonomi Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasikan secara menyeluruh. Negara akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana realita dalam sistem kapitalis saat ini.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.