Oleh : Munawwaroh., S.E.,M.E
Pinjaman online (pinjol) menjadi tren ngutang zaman kekinian yang kian hari kian marak. Merujuk pada data melalui kabarbisnis otoritas jasa keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (p2p) lending atau pinjol pada mei 2023 mencapai Rp.51,46 triliun, tumbuh sebesar 28,11% dari tahun lalu. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38,39% disalurkan kepada pelaku UMKM dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan Rp.15,63 triliun dan badan usaha Rp.4,13 triliun.
Rayuan manis pinjol yang menjerat jutaan masyarakat menyebar diberbagai daerah kota dan provinsi. Hal ini bisa dilihat sebanyak 102 platform pinjaman daring yang terdaftar di OJK alias memiliki izin untuk beroperasi. Secara umum, sekitar Rp 40 triliun atau sebesar 77,9% dari jumlah pinjaman yang masih beredar pada Mei 2023 mengalir ke peminjam yang berada di Pulau Jawa. Jumlah outstanding tertinggi berasal dari peminjam di Jawa Barat dengan nilai Rp 13,8 triliun, disusul oleh DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten dan Jawa Tengah. Peminjam di luar Pulau Jawa berkontribusi sebesar Rp 11,3 triliun atau 22,1% atas jumlah pinjaman yang saat ini masih berjalan. Sumatera Utara mencatatkan jumlah pinjaman outstanding tertinggi yaitu sebesar Rp 1,4 triliun, diikuti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Bali. (kata.data.co.id. sabtu,8/7/2023).
Lalu, mengapa fenomena ngutang kekinian melalui pinjol kian marak? Gaya hidup hedonis dan konsumtif memang sudah menjadi ciri khas hidup di alam sekuler hari ini dan dapat membuat orang salah orientasi, yang harusnya hidup untuk menabung amal soleh agar bisa dipanen di akhirat kelak. Justru hari ini banyak orang yang berlomba-lomba meraih kebahagiaan duniawi semata, yakni agar bisa dilihat sukses mengejar karir, memiliki sejumlah fasilitas hidup misalnya: mempunyai rumah, mobil, punya bisnis melejit dalam usia muda, bahkan baru-baru ini kedapatan anak muda terjerat pinjol hanya untuk mengikuti tren membeli gawai baru, belanja pakaian terkini, belanja skincare agar glowing, rekreasi ketempat-tempat popular, hingga membeli tiket konser musik dengan harga fantastis hanya demi prestise.
Namun disisi lain, berbagai kondisi ekonomi masyarakat yang kian hari kian sulit, harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, biaya pendidikan yang mahal, biaya kesehatan mahal sehingga kebanyakan masyarakat mengambil jalan pintas ngutang melalui pinjol untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan pinjol melalui transaksinya seperti: mudahnya proses pengajuan, tanpa proses survey, serta pencairan dana yang cepat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat melakukan pinjol tanpa melihat konsekuensi yang akan diterima dengan bunga yang diberikan luar biasa besar. mirisnya berakhir dengan kredit macet karena penghasilan yang pas-pasan. Inilah bukti abainya Negara dalam menjamin kebutuhan pokok masyarakat yakni: sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Beginilah buah dari diterapkannnya sistem Kapitalisme sekuler yang melarang agama untuk ikut campur dalam permasalahan kehidupan manusia. Sehingga manusia bebas melakukan apa saja semaunya sementara Negara juga abai meriayah masyarakatnya. Akibatnya, hilanglah nilai-nilai ketakwaan dalam diri individu masyarakat. karenanya tidak lagi memiliki standar yang jelas yakni halal dan haram dalam melakukan perbuatannya. Alhasil, lemahnya iman menjadikan masyarakat terjebak gaya hidup hedonis dan konsumtif serta masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi yang membutuhkan dana cepat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mudah terjebak ke dalam pinjol berbasis ribawi yang sudah jelas-jelas haram hukumnya. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 275)
Bahkan, Rasulullah sallallahu alaihi wassalam melarang aktivitas yang di dalamnya terdapat praktik riba. Rasulullah SAW bersabda:
“Jauhilah tujuh hal yang membinasakan. Para sahabat berkata ‘wahai Rasulullah apakah itu?’, Beliau bersabda ‘ syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh berzina para wanita beriman yang lalai.” (HR. Bukhari – Muslim).
Karenanya agar terhindar dari praktik ribawi islam memiliki aturan yang sempurna, berbeda dan solutif tentunya dengan penerapan aturan Islam secara Kaffah dalam seluruh aspek kehidupan manusia agar tertanam nilai-nilai ketakwaan dalam diri individu masyarakat. Dimulai dari mendidik individu agar tak mengutamakan materi sebagai tujuan hidup. Islam mendorong manusia untuk bergaya hidup bersahaja, Barang yang dibeli adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan bukan semata keinginan. Hingga tidak akan ada gaya hidup hobi menumpuk barang hanya karena keinginan. Karena itu, masyarakat tidak akan bergaya hidup hedonis dan konsumtif hingga terjerat utang. Pribadi muslim dengan aqidah yang kuat tak akan gampang terbujuk rayuan pinjol yang sejatinya adalah salah satu bentuk nyata dari praktik ribawi.
Selain itu, negara bertanggung jawab dalam menjamin kebutuhan asasi setiap individu masyarakat baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, juga keamanan sehingga akan tercipta kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat. kemudian melalui Baitul Maal Negara akan memberi pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan sehingga mereka bisa membuka usaha untuk mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Serta Kekayaan sumber daya alam dikelola sendiri oleh Negara untuk memenuhi kemaslahatan rakyatnya bukan diserahkan kepada asing dan aseng yang kita temui hari ini. Inilah beberapa Prinsip yang dipegang teguh sebagai amanah Ilahi oleh setiap penguasa dalam islam. Sebagaimana sabda Rasulullahu sallallahu alaihi wassalam berikut:
“Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya, Negara menutup semua akses yang memungkinkan rakyatnya untuk melakukan transaksi ribawi serta yang berkaitan dengan berbagai lembaga keuangan yang bertentangan dengan syariat seperti perbankan, pinjol dan lainnya. Dengan demikian, praktik ribawi tak akan dengan mudah dibiarkan tumbuh subur di masyarakat yang bahkan dapat menjerumuskan dan menjerat kehidupan masyarakat yang sedang dalam kesulitan finansial.
Jelaslah bahwa maraknya pinjaman online di negeri ini akibat dari diterapkanya sistem kapitalisme yang menjadi muara segala praktik ribawi. Inilah yang justru merusak dan menyengsarakan masyarakat. Sudah saatnya negeri ini bangkit dan mencampakkan kapitalisme dengan segala idenya yang usang dan batil, dan beralih kepada aturan Islam. Wallahu a’lam bishowaf….