Alumni Universitas Muslim Nusantara
Sebuah keresahan yang luar biasa terjadi di kota metropolitan Medan, Sumatera Utara. Belakangan semakin marak kasus pembegalan ditengah-tengah masyarakat, rasanya mata terbelalak melihat situasi ini, tak sedikit masyarakat membandingkan situasi dahulu dengan sekarang. Keresahan ini pun membuat Wali Kota Medan mengeluarkan pernyataan untuk mendukung dan mengapresiasi tindakan Kapolrestabes Medan yang tembak mati salah satu pelaku kriminal (begal). Dan tentu banyak pro kontra yang terjadi dari pernyataan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan mengecam pernyataan Wali Kota Bobby Nasution yang sebut tembak mati begal dan geng motor. Hal itu disampaikan Wakil Direktur LBH Medan Muhammad Alinafiah Matondang dalam siaran persnya yang diterima, Selasa (11/7/2023) medanbisnisdaily.com
Pristiwa criminal begal memang bukanlah hal baru yang terjadi di negeri kita, sudah bertahun-tahun kasus ini ada dan sayangnya setiap tahun kasus ini terus meningkat tanpa penurunan. Bukan tanpa alasan, tentu ini diakibatkan dari sebuah faktor yang cukup besar sehingga kasus criminal ini terus meningkat. Dan tentu ini penyebabnya adalah sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme. Tiga paket lengkap yang merasuki negeri ini.
Sekularisme sendiri dapat menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan seseorang. Dari sistem ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, semua digarap lepas dari agama. Tidak ada akidah yang menjadi tuntunan dan sekaligus rem bagi seseorang dalam bertindak dan berprilaku. Liberalisme memberikan kebebasan pada seseorang untuk melakukan apa saja yang disukainya. Begitupun media massa dan media sosial bebas mengekspos hal-hal yang membahayakan moral orang lain dan terkhusus anak remaja. Sementara itu, masyarakat semakin permisif, membiarkan seseorang melakukan apa saja dan mengabaikan fungsi kontrol sosial masyarakat. Dan kapitalisme, menjadikan ukuran dari kehidupan adalah materi sehingga mengabaikan faktor non materi seperti agama dan kasih sayang.
Maka tak hayal ini membuat semakin maraknya criminalitas ditengah masyarakat dan tentu akibatnya masyarakat pun resah dan bingung untuk mulai menyelesaikannya. Padahal Akar penyebabnya sangat sistemik sehingga penyelesainnya juga harus dengan perbaikan sistemik. Meskipun Pernyataan tegas walkot Medan cukup mengakomodir keresahan masyarakat, namun hal tersebut tidak cukup menyelesaikan seluruh persoalan yang ada. Disini perlu upaya penyelesaian secara sistemik dan jelas.
Tentu satu-satunya penyelesaian hanya ditemukan dalam sistem islam. Karena islam memiliki hukum yang tegas tentang pembegal (qutha’i ath-thurq). Allah Swt, berfirman, “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).” (QS Al-Maidah: 33)
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, menafsirkan bahwa ayat ini diturunkan terkait beberapa kejahatan, termasuk pembegalan. Lebih lanjut beliau merincikan sanksinya. Pembegal yang merampas harta dan membunuh pemiliknya akan dibunuh dan disalib. Pembegal yang merampas harta tanpa membunuh akan dipotong kaki dan tangannya secara timbal balik. Sedangkan pembegal yang menakut-nakuti dan menebar teror, meski tak merampas dan membunuh, akan diusir keluar di negerinya. Sanksi sedemikian itu niscaya akan menjerakan pelaku sekaligus mampu mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Penjatuhan sanksi tersebut juga tidak membutuhkan waktu yang lama. Sistem peradilan dalam Islam tidak berbelit-belit dan akurat.
Di dalam Islam, jalan-jalan termasuk wilayah yang menjadi area patroli polisi negara beserta qadhi hisbah. Qadhi hisbah adalah qadhi (di sini disebut hakim) yang mencermati perkara-perkara yang menyangkut hak masyarakat secara umum. Maka kejahatan atau kriminalitas di masyarakat membutuhkan solusi fundamental agar angkanya tidak terus meningkat dari tahun ke tahun dan memprihatinkan. Angka kejahatan yang tinggi bisa terpengaruhi tiga aspek, yaitu keimanan, ekonomi, dan hukum. Aspek keimanan ini terjadi karena pada diri pelaku terjadi degradasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Kurangnya rasa takut (takwa) pada Allah menyebabkan seseorang nekat melakukan kejahatan yang membahayakan nyawa orang lain. Oleh karena itu, harus ada perubahan yang revolusioner dalam bidang hukum dan peradilan agar keadilan bisa kembali ditegakkan. Ke mana lagi berharap kalau bukan kepada hukum Islam?
wallahua’lam bishouab