Oleh Mutiara Aini
Sengkarut PPDB zonasi tahun ini dinilai telah merisaukan banyak pihak. Betapa tidak, keberadaan sekolah negeri jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah calon peserta didik baru. Akibatnya, sejumlah calon siswa harus merelakan dirinya bersekolah di sekolah swasta. Tentunya kondisi ini menjadi ancaman bagi warga yang kurang mampu untuk putus sekolah. Berbagai upaya dilakukan agar calon siswa bisa diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi.
Seperti yang terjadi di SMAN 1 kota Bogor Jawa Barat, dari 161 siswa yang diterima melalui jalur zonasi, hanya 4 siswa yang berasal dari sekitar sekolah. Sisanya berasal dari wilayah yang jauh dengan menggunakan jalur menumpang kartu keluarga (KK).
Berbeda halnya dengan yang terjadi di Karawang. Seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengungkapkan adanya kegiatan transaksional saat PPDB SMP jalur zonasi. Dugaan kecurangan PPDB 2023 ini melalui praktik jual beli kursi. Dirinya mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp3 juta agar anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat.
Selain di Karawang, indikasi jual beli kursi pun diduga terjadi di Bengkulu dalam proses PPDB 2023. Menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), dugaan kecurangan ini dilakukan oleh sejumlah guru.
Buah Kapitalisme Liberal
Pendidikan merupakan sarana utama dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Maka, pendidikan menjadi kebutuhan utama masyarakat dan seluruh warga berhak mendapatkan pendidikan murah dan berkualitas. Oleh sebab itu, negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pelayanan kepada seluruh warga tanpa memandang kelas ekonomi.
Wakil ketua komisi 10 DPR Dede Yusuf mengatakan, bahwasannya sistem zonasi dan PPDB seharusnya dapat menghilangkan label sekolah favorit. Namun kasus pemalsu KK dan surat administrasi yang terjadi di beberapa daerah membuktikan bahwa PPDB belum berhasil melakukan pemeriksaan dengan menghilangkan label sekolah favorit. Realita kecurangan dalam sistem PPDB khususnya sistem zonasi ini sejatinya menunjukkan belum terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini. Ditambah lagi biaya pendidikan yang mahal khususnya pendidikan swasta, membuat sebagian besar orang tua saling berebut kursi untuk memasukkan anaknya di sekolah negeri. Sebab fakta hari ini sejumlah sekolah yang dibawa oleh pemerintah atau sekolah negeri masih lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk usia pelajar dari sistem zonasi dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan terwujud.
Sengkarut PPDB di negeri ini sejatinya tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang masih berada di bawah sistem pendidikan sekuler kapitalis. Inilah akar persoalan sesungguhnya. Sistem pendidikan sekuler kapitalis telah menempatkan negara sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat. Sistem ini mempercayakan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Alhasil pendidikan menjadi legal untuk dikomersialkan. Pihak swasta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam dunia pendidikan. Bahkan pemerintah memandang bahwa kurangnya daya tampung pendidikan yang disediakan oleh negara mengharuskan negara bermitra dengan swasta.
Pendidikan dalam sistem kapitalisme merupakan alat pengukur keuntungan. Sementara pada saat yang sama negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menyediakan dan memfasilitasi pendidikan warga negaranya.
Berbeda dengan sistem Islam, kepala negara atau khalifah adalah pihak yang memiliki tanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan. Hal ini karena Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat. Sebagaimana dalam hadis dinyatakan, "Seorang imam atau khalifah atau kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya."(HR. Al-Bukhari)
Dengan peran utama ini, negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana dan prasarana. Baik untuk sekolah beserta seluruh kelengkapannya maupun guru kompeten dan kurikulum sekolahnya.
Pendidikan dalam Sistem Islam
Khalifah sebagai penanggung jawab negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta. Namun tetap diberi kesempatan untuk hadir memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan. Begitu juga keberadaan pihak swasta tidak sampai mengambil alih tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya.
Adapun persoalan anggaran pendidikan, maka negara khilafah mengatur anggaran secara terpusat. Seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari baitul maal, yakni dari pos serta pos kepemilikan umum. Dengan mekanisme ini, negara akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan rakyatnya. Sehingga pendidikan Islam akan terwujud baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberlangsungan pendidikan benar-benar optimal untuk membangun peradaban yang gemilang dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyat. Namun Jika kebutuhan masyarakat tidak dipenuhi, maka mengakibatkan kemudaratan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Tidak boleh membuat mudarat (bahaya) pada diri sendiri, tidak boleh pula membuat mudarat pada orang lain.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Khilafah berpegang kepada tiga prinsip yakni kesederhanaan, kecepatan pelayanan dan profesionalitas. Orang yang mengurusi dengan prinsip ini kerumitan mendaftar sekolah sangat bisa diminimalisasi.
Wallahu 'alam bishawab