Aktivis muslimah ngaji
Beberapa pekan terakhir ini banyak terjadi kelangkaan gas Elpiji 3 kg di berbagai daerah di Indonesia. Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana terus berupaya mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kilogram alias gas melon. Hasilnya, Kabupaten Kediri akan mendapat gelontoran 58.000 tabung dalam sehari. Jumlah tersebut merupakan kuota tambahan dari Pertamina yang disebar hingga Minggu (30/7/2023). Ada dua poin mendasar lain yang akan dilakukan untuk mengatasi kelangkaan elpiji bersubsidi di Bumi Panjalu.
Pertama, dropping yang semula pada hari libur tidak dilakukan, akan kembali diadakan.
Kedua, pemerintah kabupaten bersama Pertamina akan melakukan monitoring terhadap pangkalan. Jika jumlah pangkalan dalam lingkup desa dirasa kurang, maka akan dibentuk pangkalan agar persebaran elpiji melon merata (TribuneJatim.com; 30/07/2023).
Banyak konsumen rumah tangga menjerit karena kelangkaan gas 'melon' tersebut. Bahkan ada yang menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi ketersedian Elpiji 3 kg. Dampak kelangkaan gas ini, tidak hanya dirasakan oleh konsumen rumah tangga, tetapi dirasakan juga oleh pelaku usaha UMKM. Kelangkaan, ini sebenarnya lagu lama yang acap terjadi dan terbukti merugikan konsumen dan pelaku usaha kecil dan menengah ke bawah, karena mereka harus membeli dengan harga yang melambung.
Sejak konversi minyak tanah ke gas, gas menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga, kebutuhan masyarakat terhadap gas ini semakin meningkat. Terutama gas Elpiji 3 kg yang mendapat subsidi dari pemerintah. Sehingga harganya pun terjangkau. Konversi minyak tanah ke gas, seharusnya semakin memudahkan masyarakat dalam memenuhi hajat hidupnya. Tetapi, realitanya tidak demikian. Masyarakat justru dihadapkan dengan kelangkaan gas 'melon'. Bahkan, kelangkaan ini sering terjadi. Di Semester pertama tahun 2023 saja, kelangkaan sudah terjadi beberapa kali di berbagai daerah secara bertahap.
Miris. Realitas menunjukkan masyarakat kian sulit memenuhi kebutuhan pokoknya. Padahal, negeri ini memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Dengan semua potensi yang ada, mestinya pemerintah bisa menyejahterakan dan meringankan beban rakyat, termasuk dalam memberi layanan elpiji atau bahan bakar dan layanan publik lainnya dengan mudah dan murah.
Masalahnya, paradigma kepemimpinan dan tata kelola negara yang diadopsi pemerintahan saat ini kapitalistik neolib. Karenanya, tidak dalam kerangka ri’ayah atau melayani dan mengurusi urusan umat, melainkan kepemimpinan dan tata kelola hanya berorientasi pada kekuasaan dan kepentingan kelompok tertentu.
Solusi selalu diberikan oleh pemerintah untuk mengatasi kelangkaan dan lonjakan harga terhadap semua komoditi yang dibutuhkan rakyat, namun lagi-lagi solusi yang diberikan tidak berpihak kepada rakyat. Tampak sekali sistem saat ini tidak memiliki perhatian terhadap rakyat dan tidak bertanggung jawab atas kondisi yang tengah dialami oleh rakyatnya. Pemerintah hanya berkutat pada masalah teknis dalam kebijakannya. Untuk mengantisipasi kelangkaan dan lonjakan harga pemerintah menggandeng pihak ketiga untuk pendistribusian gas LPG sehingga solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, akan tetapi menguntungkan pihak ketiga yang saat ini dipegang oleh korporasi meski berkamuflase untuk menertibkan pendistribusian gas LPG kepada rakyat.
Sayangnya, kekayaan alam ini justru tidak dinikmati oleh masyarakat secara umum. Hal ini menunjukan adanya ketimpangan dalam hal pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Semua ini berakar dari liberalisasi sektor energi sebagai konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme meniscayakan pemerintah dalam mengatur kebijakan memenuhi hajat rakyatnya memperlihatkan bahwa mereka hanya berperan sebagai regulator. Pemerintah melakukan regulasi, yaitu pengaturan pada distribusi “si melon” dan kebutuhan masyarakat yang lain.
Beginilah Penguasa dalam sistem Kapitalisme yang tidak memperdulikan rakyatnya. Padahal Gas adalah salah satu kebutuhan Vital bagi masyarakat. Sejatinya kelangkaan ini tidak perlu terjadi. Hal ini memperlihatkan kepada kita betapa kurang pedulinya pemerintah terhadap kebutuhan pokok rakyatnya. Pemimpin yang tidak amanah dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya. Pemimpin yang perhatian pada rakyatnya, pasti akan memperhatikan setiap hajat yang dibutuhkan sebelum rakyat tersebut menjerit meminta pertolongan.
Islam memposisikan gas alam, sumber daya alam, minyak bumi itu menjadi milik rakyat, yang pengelolaannya diserahkan kepada negara. Maka pengaturannya, ini masuk dalam kepemilikan umum yang harus dikelola negara dan hasilnya diserahkan kembali kepada rakyat.
Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa;
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Islam juga melarang sumber-sumber energi ini diserahkan pengelolaannya kepada swasta apalagi kepada asing, mulai dari hulu hingga hilir. Sehingga jika pengelolaan Negara maksimal, maka rakyat bisa mengakses energi ini dengan murah bahkan cuma-cuma.
Di sisi lain, Islam memiliki mekanisme yang khas dalam mengatur distribusi kebutuhan rakyatnya. Sistem Islam memastikan distribusi barang dan jasa bisa sampai kepada rakyat secara merata, orang perorang.
Islam juga melarang keras adanya penimbunan, penipuan dan monopoli penetapan harga yang bisa merugikan hak-hak rakyat. Bahkan mekanisme distribusinya berorientasi pada kemudahan bagi masyarakat mengakses barang dan jasa.
Islam memastikan terjaminnya kebutuhan asasi rakyatnya secara merata individu per individu tanpa ada diskriminatif. Termasuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat yang harus secara langsung dijamin pemenuhannya oleh negara pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini tentunya ditopang oleh sistem politik dan sistem ekonomi Islam.
Wallahu a'lam.