> Bantuan Dana Bank Dunia Merupakan Prestasi ataukah Petaka? - NusantaraNews

Latest News

Bantuan Dana Bank Dunia Merupakan Prestasi ataukah Petaka?


Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah


"Berhati-hatilah dalam berutang, karena sesungguhnya utang itu mendatangkan kerisauan di malam hari dan menyebabkan kehinaan di siang hari." (H.R Al-Baihaqi) 


Kutipan hadis tersebut menunjukkan betapa utang mampu mendatangkan kerisauan dalam jiwa jika tidak disikapi dengan tepat sesuai arahan syariat. Sejatinya, berutang hukum asalnya boleh selama bukan untuk keperluan yang dilarang, atau tidak terlibat dengan praktik ribawi. Dan bagi peminjam harus berniat untuk segera melunasi ketika sudah mampu.


Praktik utang piutang memang bukan hal baru di negeri ini, termasuk yang dilakukan oleh pemerintah kepada negara luar. Di tahun mendatang, yakni 2024 pemerintah pun berencana meminjam kembali kepada Bank Dunia untuk keperluan pembangunan Bus Rapid Transit. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Kepala Bidang Perkeretaapian dan Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan Jawa Barat Dhani Gumelar. 


Dhani menyebut akan mulai menyiapkan infrastrukturnya seperti jalur khusus, shelter, dan sarana pendukung lainnya. Proses pembangunannya akan memakan waktu cukup lama yang diperkirakan kurang lebih tiga tahun. Tujuan dari pembangunan ini adalah memberi akses menuju stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung  yakni di Kabupaten Bandung dan Stasiun Padalarang di Bandung Barat. Dhani mengatakan, sedianya ada dua opsi pengembangan transportasi massal untuk melayani aglomerasi Bandung Raya yakni berbasis jalan dengan BRT dan berbasis rel dengan Light Rail Transit (LRT). Namun karena yang paling memungkinkan dibangun untuk sementara ini adalah BRT, maka yang didahulukan BRT. 


Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur memang sangat dibutuhkan tetapi harus berpijak pada kemaslahatan dan kepentingan rakyat, artinya infrastruktur dapat mudah digunakan dan dimanfaatkan oleh rakyat. Jangan sampai hanya mengakomodasi kepentingan para kapitalis, sementara rakyat diminta menanggung beban utangnya melalui pajak. 


Seperti yang sudah diketahui, jika pajak dalam negara-negara kapitalis menjadi pilar utama penerimaan negara terutama Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pungutan pajak yang cukup besar anatara 10%-30% banyak merugikan pengusaha kecil dan menengah, begitu pun dengan para pembeli. 


Kebanyakan masyarakat memahami bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, tapi aneh tidak dijadikan sumber pemasukan dalam keuangan negara, lalu kemana hasil kekayaan tersebut? Tidak lain karena hal tersebut telah dikuasai oleh pihak swasta dan pihak asing, yang jelas-jelas itu suatu keharaman. Di mana sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara hasilnya untuk kebutuhan rakyat dan kesejahteraannya, justru diperuntukan bagi kapital dan oligarki. 


Utang negara dalam sistem kapitalis sekuler adalah metode penjajahan yang dijalankan oleh negara-negara Barat dalam menancapkan hegemoni (kekuasaannya). Jika dahulu penjajahan dilakukan secara fisik melalui kontak senjata, dengan tujuan menguasai negara jajahan serta mengeruk kekayaannya, di mana hal itu membutuhkan biaya, energi dan kekuatan militer. Maka kini, penjajahan itu tak lagi kontak senjata, cukup dengan pendekatan lunak (soft power) melalui pinjaman utang atau investasi. Terbukti negara-negara saat ini bertekuk lutut. Bahkan hingga terancam kedaulatan dan terampas kekayaannya sedikit demi sedikit. Mirisnya, para penguasa negeri-negeri muslim khususnya Indonesia malah senang dan menganggap dana yang difasilitasi Bank Dunia sebagai bentuk apresiasi dan prestasi yang layak untuk dibanggakan. 


Beginilah hidup dalam sistem kapitalisme-sekularisme, negara dengan bangganya melakukan utang piutang dan rakyat yang harus membayar atas nama pajak. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman yang haram dilakukan negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Tidak akan pernah masuk surga orang-orang yang menarik pajak." (H.R Ahmad) 


Dalam Islam, pembangunan akan sangat di butuhkan bahkan wajib diwujudkan jika menyangkut kebutuhan rakyat, seperti masjid, pasar, bendungan, sungai dan jalan ataupun tempat-tempat yang memang dibutuhkan. Pembangunan akan dilakukan dengan mengerahkan tenaga ahli yang handal, terpercaya serta bahan-bahan berkualitas.


Negara Islam memberikan fasilitas penuh dalam pembangunan umum, di mana dana yang dikeluarkan negara berasal dari baitul mal. Baitul mal adalah lembaga keuangan negara (kas) yang berasal dari beberapa sumber seperti: fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, usyr, dan zakat. Sumber-sumber tersebut dikelola oleh negara untuk kemaslahatan publik termasuk pembangunan. Rakyat tidak akan dibebani dengan berbagai pungutan pajak yang menyengsarakan, atau utang negara yang dibebankan kepada rakyat sebagaimana dalam sistem saat ini.


Kemampuan negara dalam memberikan hak publik secara tepat dan merata karena Islam memiliki mekanisme kepemilikan, sehingga hasilnya di kembalikan kepada yang berhak. Kepemilikan harta ini termasuk salah satu bentuk pengaturan Islam dalam bidang ekonomi yaitu:


1. Kepemilikan umum seperti air, api, dan padang rumput, tambang emas, nikel, tembaga, batu bara,  dielola negara hasilnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


2. Kepemilikan negara adalah berupa kas negara yang disatukan dari baitul mal, hasilnya digunakan untuk membangun negara dan membiayai oprasional negara. 


3. Kepemilikan individu. Dalam kepemilikan ini, rakyat boleh memiliki bisnis apapun yang dihalalkan oleh syariat.


Dengan demikian, negara tidak akan memungut pajak dari rakyat jika bukan hal yang darurat, misalnya baitul mal sedang kosong, sedangkan kebutuhan umat perlu segera dipenuhi. Selain itu, mekanisme pajak dalam Islam sangat berbeda dengan pajak ala kapitalisme. Maka membangun tanpa pajak dan utang akan terwujud jika bangsa ini mau dan bersungguh-sungguh menerapkan syariat secara sempurna, di mana segala aturan terikat pada hukum Rabb semesta alam. Inilah suatu bentuk ketakwaan negara sehingga Allah Swt. akan menurunkan keberkahannya dari langit dan bumi, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman yang artinya:


"Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, maka pasti akan Kami bukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi, namun bila mereka mendustakan Kami akan Kami siksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan itu." (Q.S al-A'raf:96)


Sebagai negara mayoritas muslim, apakah akan terus terjerumus dalam pemikiran bahwa investasi (hutang) adalah sebuah prestasi yang harus dibanggakan?

Wallahu a'lam bish shawwab.

NusantaraNews Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Bim. Powered by Blogger.