May Day Hanya Sebuah Ilusi Bagi Kesejahteraan Buruh

 




Oleh Hamsia
(Pegiat Literasii)

Setiap awal bulan Mei kita selalu dipertontonkan dengan aksi para buruh, dan setiap tahun pula aksi mereka tidak lepas dari tuntutan jaminan kesejahteraan kaum buruh. Tuntutan demi tuntutan yang  selalu diagungkan faktanya hanya menjadi tuntutan semata yang tidak pernah terpenuhi.

Dilansir dari MediaIndonesia.com, (1/5/2023), Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, sekitar 50.000 orang massa gabungan meliputi kelompok buruh akan ikut dalam gelar demo di Jakarta terkait peringatan Hari Buruh Internasional (May day).

Said menyebutkan ada tujuh poin tuntutan aksi May Day Hari Buruh 1 Mei 2023. Pertama, cabut omnibus law UU No 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker. Kedua, cabut ambang batas parlemen sebesar 4% dan ambang batas presiden sebesar 20 % karena membahayakan demokrasi. Ketiga, sahkan RUU DPR dan perlindungan pekerja rumah tangga (PPRT). Keempat, tolak RUU Kesehatan. Kelima, reforma agraria dan kedaulatan pangan di antaranya dengan menolak bank tanah dan menolak impor beras kedelai. Keenam, pilih capres yang pro buruh dan kelas pekerja partai buruh haram berkoalisi dengan partai yang mengesahkan UU Ciptaker. Ketujuh, hostum, hapus out sourcing, tolak upah murah.

May Day hanya sekadar menjadi peringatan hari buruh saja, berbagai aspirasi buruh melalui aksi demo yang dilakukan di Indonesia dan juga di berbagai belahan dunia lainnya menunjukkan dan menegaskan bahwa para buruh sangat jauh dari kata sejahtera.

Ditambah lagi mahalnya biaya kehidupan dalam sistem kapitalisme, sehingga membuat para buruh semakin sulit dalam memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Inilah fakta bahwa sistem kapitalisme telah  gagal menyejahterakan para buruh, sebab penguasa dan pengusaha saling mencari keuntungan sendiri tanpa memperdulikan nasib buruh.

Sejatinya permasalahan buruh ini masih menjadi PR bagi penguasa, karena permasalahan buruh tidak pernah usai. Setiap tahun selalu memperingati hari buruh nasional, para buruh selalu meminta agar buruh mendapat keadilan. Mereka juga meminta agar dibayar dengan upah yang sangat cukup, bukan dengan bayaran yang murah.

Namun faktanya tuntutan tersebut hanya menjadi tuntutan kosong yang tak bisa dipenuhi karena sistem yang dianut adalah sistem kapitalisme yang dimana buruh dieksploitasi untuk meningkatkan volume produksi demi keuntungan para pemilik modal. Buruh dipandang hanya sebagai tenaga kerja yang rendah, padahal para buruh termasuk SDM yang memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bukan hanya pemenuhan pribadi namun kebutuhan keluarga mereka juga.

Kondisi ini tidak pernah usai selama masyarakat hidup dalam sistem kapitalisme yang tegak di atas landasan sekularisme yang menjadikan pemilik modal sebagai sentral kekuasaan. Ditambah lagi tuntutan kenaikan upah membuat biaya produksi meningkat dan tentu saja harga jual barang juga akan naik, dan otomatis kaum buruh akan semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.

Seperti inilah nasib kaum buruh dalam sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme para pemilik modal ingin mendapat keuntungan materi sebanyak mungkin dengan biaya produksi serendah mungkin. Sekalipun itu harus mengorbankan kesejahteraan kaum buruh.

Kapitalisme juga membuat negara mengalami disfungsi negara akan membiarkan masyarakat berjuang mandiri menghadapi peningkatan harga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan yang semakin tidak terjangkau. Begitu pula kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan yang juga susah diakses karena berbiaya mahal. Oleh karena itu, sekalipun May Day digelar setiap tahun nyatanya nasib kaum buruh tidak semakin sejahtera tapi justru semakin berat beban hidupnya.

Sangat berbeda dengan sistem Islam, hal tersebut dapat terlihat dari beberapa mekanisme yang diterapkan sebagai UU oleh negara. Khalifah juga hadir sebagai pelayan umat bukan korporat. Hukum yang diterapkan bersumber dari hukum syariat bukan buatan manusia, maka masalah dalam ketenagakerjaan tidak akan lepas dari hukum syariat.

Terkait perburuhan Islam memiliki konsep antara buruh dan pemilik modal hal tersebut diatur dalam akad ijarah. Dalam akad ini memiliki kewajiban dan hak yang tidak boleh dilanggar satu sama lain.

Bagi pemilik modal hak mereka adalah mendapatkan jasa yang diberikan buruh sesuai kesepakatan. Sedangkan kewajibannya adalah menjelaskan waktu atau durasi pekerjaan besar upah yang diterima, jenis pekerjaan, tempat pekerjaan dan hal-hal yang terkait. Pemilik modal boleh mengulur pembayaran upah, tidak boleh memberi beban kerja diluar kontrak kerja, mendzalimi hak-hak buruh, semisal tidak memberi waktu libur, waktu salat, dan sebagainya.

Oleh karena, masalah buruh dan upah akan terus terjadi jika tidak ada aturan yang jelas dan adil. Aturan yang diterapkan seakan lebih condong pada pihak pengusaha atau  pemilik modal daripada buruh. 

Begitu pentingnya masalah upah ini, sehingga Islam memberikan pedoman kepada pihak yang memperkerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal yaitu adil dan mencukupi. 

Dengan demikian buruh hanya bisa sejahtera dengan sistem Islam, sebab Islam memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan persoalan buruh akibat penerapan kapitalisme dan menjamin kesejahteraan nyata bagi para buruh.

Wallahu a’lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post