Konser Coldplay, Bukti Kesenjangan Sosial pada Masyarakat



Oleh Hasna Fauziyyah Kh

Pegawai Swasta

Indonesia tengah heboh dengan rencana akan digelarnya konser grup band asal Inggris, Coldplay di Gelora Bung Karno, Jakarta. Sebelumnya pada bulan April lalu, konser asal Korea juga, Blackpink berhasil digelar dengan menghadirkan sekitar 140.000 penonton. Konser Coldplay ini rencananya akan digelar pada 15 November 2023 mendatang dan pada tanggal 17-18 Mei 2023 kemarin, penjualan tiket Coldplay terjual keras. Tak tanggung-tanggung tiket Coldplay dibanderol dengan harga termurah Rp800 ribu dan paling mahal Rp11 juta untuk kelas Ultimate Experience. Khusus untuk kelas tertingginya, pihak promotor mempersembahkan sejumlah keuntungan bagi mereka yang membeli dan memiliki tiket kategori ini. Pemegang tiket tersebut bisa mendapatkan akses masuk ke backstage, ke panggung untuk berfoto, dan masuk ke venue dengan nyaman. (kaltimpos.jawapos.com)


Parahnya, meski harga tiket melangit, para fansnya rela mengeluarkan uang tabungan dalam jumlah besar demi memuaskan keinginannya untuk bertemu sang idola. Karenanya, bermuculan jasa titip (jastip) pembelian tiket konser, hingga disinyalir ada yang membeli tiket dengan memanfaatkan pinjaman online (pinjol). Banyak dari mereka juga yang bukan masuk kategori fans Coldplay, terkena efek FOMO (fear of missing out) alias khawatir melewatkan euphoria konser Coldplay ini. 


Hari ini, kesenangan dan mengedepankan hawa nafsu adalah hal yang memang dikejar-kejar oleh manusia. Bersenang-senang menjadi tujuan hidup manusia. Lupa, bahwa mereka berasal dari Allah Swt. dan akan kembali pada-Nya. Setiap detik hidupnya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. kelak pada hari penghitungan.


Mirisnya, budaya just for fun “senang-senang” ini justru difasilitasi oleh negara dan panitia penyelenggara. Penyelenggaraan konser ini menunjukan matinya empati penyelenggara dari pihak pemberi izin terhadap problem kehidupan masyarakat hari ini. Masalah tersebut di antaranya adalah kemiskinan, stunting, pengangguran, dan berbagai persoalan lainnya. Di sisi lain antusiasme masyarakat membeli tiket konser yang harganya selangit itu membuktikan tingginya kesenjangan sosial di negeri ini. 


Inilah, gambaran negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Paradigma liberal yang dijungjung tinggi oleh negara, tak lebih sekadar regulator atau pembuat kebijakan. Kebijakan yang ditetapkan pun hanya untuk memenuhi kepentingan para kapitalis seperti industri hiburan. Sebab, dalam sistem kapitalisme selama ada permintaan yang mendatangkan keuntungan maka produksi/pengadaan permintaan tersebut harus diberi ruang. Sekalipun pengadaannya merusak moral masyarakat atau ada unsur keharaman di dalamnya. 


Negara yang menerapkan sistem kapitalisme juga gagal membentuk masyarakat yang memahami hakikat hidupnya sebagai hamba Allah, beramal sesuai aturan Allah, hingga membentuknya memiliki empati atas nasib sesama. Sistem kapitalisme-liberal berhasil menjatuhkan taraf berfikir umat ke taraf yang sangat rendah.

 

Berbeda dengan Islam. Paradigma negara dalam bingkai khilafah dalam melayani rakyatnya  adalah riayah atau mengurus urusan umat. Negara wajib memenuhi kebutuhan asasi warga negaranya, seperti sandang, pangan, dan papan dengan berbagai mekanisme. 


Pertama, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat. 


Kedua, layanan fasilitas publik, seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan, akan dipenuhi oleh negara dengan pelayanan terbaik, cepat, mudah, professional, serta gratis. 


Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup warga negaranya sebagai khairu ummah, sehingga berhak mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik.


Sementara itu, negara akan melarang barang haram atau aktivitas haram beredar di masyarakat, meskipun hal itu akan mendatangkan keuntungan bagi negara. Pelaksanaan pendidikan yang berbasis aqidah Islam juga akan melahirkan generasi bervisi dunia sekaligus akhirat. Mereka akan menjadi individu masyarakat yang memahami bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan dan sebagai ladang mengumpulkan bekal untuk kebahagiaan akhirat. Alhasil lahirlah pribadi-pribadi bertakwa yang menyibukkan diri dalam amal shalih. Mereka juga akan memahami skala prioritas amal dan memiliki empati tinggi atas nasib sesama. Hanya dengan negara dalam bingkai khilafah, negara akan memuliakan manusia hingga mampu membangun peradaban yang mulia.


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post