Kemiskinan yang Ditentukan Angka, Menolak Realita?




Oleh  Irohima

Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang tak kunjung mendapatkan solusi tuntas. Angkanya pun terus bergerak naik.

Ketika Bank Dunia menyarankan Indonesia untuk mengubah batas garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity  melalui besaran pendapatan sebesar USS 3,20 perhari maka 40% masyarakat Indonesia seketika akan jatuh miskin. Begitulah yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara World Bank’s Indonesia Poverty Assesment di The Energy Building, SCBD, Jakarta. Menurut Sri Mulyani, ukuran itu tidak bisa diterapkan di tanah air mengingat masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda. Oleh karena itu ukuran yang jadi acuan Bank Dunia harus ditelaah lebih lanjut ( CNBCIndonesia, 09/05/2023 ).

Bank Dunia telah merekomendasikan berbagai usulan kepada pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Salah satunya dengan mengubah batas garis kemiskinan yang diukur melalu paritas daya beli. Diketahui, Bank Dunia menaikkan garis kemiskinan ekstrem dari USS 1,9 menjadi USS 2,15 per kapita per hari. Sedangkan batas penghasilan menengah ke bawah dinaikkan menjadi USS 3,65 dari 3,2 per kapita per hari. Tentu sangat berbeda dengan standar ukuran yang dipakai di Indonesia yang menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp 535.547.00 /kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 397,125.00 ( 74,15% ) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 138.422.00 ( 25,85 % ).

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang terlihat sulit terurai. Banyak negara mengalami problem yang sama. Meski Indonesia tidak termasuk dalam 10 besar negara dengan kategori negara miskin, namun kita tak dapat menampik kenyataan bahwa angka kemiskinan di negara kita juga memprihatinkan. Semakin banyak orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan terlebih pasca pandemi.

Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan pada bulan September 2022 tercatat sebesar 9,57%, naik tipis dari 9,54% pada bulan Maret 2022, tetapi lebih rendah dibanding September 2021 yaitu 9,7 %.

Banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan, salah satunya upah minimum yang tidak memadai, taraf hidup rakyat yang rendah, laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lahan pekerjaan, dan terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor maupun tsunami dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur serta psikologis masyarakat yang tertimpa bencana.

Kemiskinan akut ini bisa menimbulkan dampak yang berbahaya jika tak segera diatasi. Salah satunya adalah meningkatnya kriminalitas di tengah masyarakat, sulitnya mendapat akses pendidikan, tingginya angka pengangguran, timbulnya banyak konflik di masyarakat serta meningkatnya angka stunting.

Sejatinya kemiskinan yang terjadi sekarang adalah  buah dari di terapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Kehidupan dalam sistem kapitalis yang bersifat kompetitif meniscayakan kehidupan yang timpang antara si kaya dan si miskin. Kurangnya lahan pekerjaan, minimnya upah dan lain-lain adalah akibat adanya otoritas pemilik modal atau kapitalis untuk ikut menentukan berbagai kebijakan terkait ketenagakerjaan, upah bahkan SDM.

Bukan omong kosong belaka bahwa telah tersiar kabar banyaknya TKA yang masuk ke Indonesia. Sangat disayangkan, di sini peran negara sebagai periayah rakyat seolah hilang, mereka justru menjadi perpanjangan tangan kepentingan para kapitalis. Terbukti dengan diterapkannya standar batas garis kemiskinan yang sangat rendah tanpa menelaah fakta. Upaya pengentasan kemiskinan pun terkesan setengah-setengah, tak menyentuh akar masalah, bahkan bisa dilakukan hanya dengan mengubah angka. Jika masih berada di angka Rp 535,547/kapita/bulan maka kita akan dianggap kaya meski  uang sebanyak itu bahkan tidak cukup sekadar membeli beras saja.

Menetapkan standar kemiskinan dengan standar yang sangat rendah sejatinya adalah perbuatan zalim. Garis kemiskinan yang dibuat menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar sebesar Rp. 535.547,00/bulan sungguh sangat tidak realistis. Harga kebutuhan hidup yang semakin meningkat di tengah perekonomian yang terpuruk sama sekali tidak menjadi fokus perhatian penguasa. Inilah dampak dari sistem kapitalis yang menganggap kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan atas barang atau jasa secara mutlak, hanya peduli dengan angka dan menutup mata pada realita. Hal ini juga  menunjukkan bahwa adanya pengabaian negara terhadap kondisi rakyat dan membuktikan bahwa kesejahteraan rakyat bukanlah prioritas utama.

Berbeda dengan Islam, kemiskinan dalam Islam adalah sebuah kondisi di mana kebutuhan primer berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan tidak terpenuhi, Islam memiliki mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan jauh dari kemiskinan. Adapun langkah pertama yang akan dilakukan oleh negara sebagai penanggung jawab tentu akan mengurai masalah ini dengan memenuhi kebutuhan primer rakyat.

Sistem Islam akan menjadikan penguasa sepenuhnya  mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraan setiap orang hingga dapat hidup layak dan tercukupi semua kebutuhan dasarnya.

Dalam memenuhi kebutuhan primer rakyat, negara dalam Islam akan menerapkan beberapa kebijakan seperti mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarganya, mewajibkan kerabat dekat untuk menafkahi jika kepala keluarga tidak memungkinkan mencari nafkah seperti meninggal atau cacat, mewajibkan negara membantu kaum miskin, dan jika negara mengalami kekosongan kas maka tanggung jawab memberi nafkah beralih pada kaum muslim yang lain secara kolektif.

Islam juga mengatur hak kepemilikan yaitu individu, umum dan negara. Sistem kepemilikan seperti akan mencegah adanya dominasi kepemilikan dan mencegah kepemilikan harta atau barang milik umat seperti tambang, minyak, laut dan lain sebagainya diambil oleh individu atau golongan. Jika dalam kapitalisme harta milik umat diambil dan dikelola untuk kemudian keuntungannya mengalir kepada pemilik modal, dalam Islam, justru semua hasil pengelolaan yang dilakukan oleh negara akan dikembalikan dan digunakan untuk kemaslahatan umat.

Langkah lain yang dilakukan dalam sistem Islam agar kesejahteraan dapat dirasakan oleh rakyat adalah mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata kepada rakyat yang membutuhkan seperti lahan untuk penghidupan. Mengenai lapangan pekerjaan, negara akan memfasilitasi siapa pun dan memberdayakan mereka secara optimal untuk bekerja terutama bagi pemikul tanggung jawab pencari nafkah yaitu kaum laki-laki. Penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan juga akan diberikan secara percuma dalam salah satu upaya membantu mengentaskan kemiskinan secara efektif, menciptakan suasana kehidupan yang kondusif dan melahirkan individu-individu yang aktif.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post