Kemiskinan Ekstrim, Keniscayaan dalam Sistem Kapitalis

 




Oleh Dewi Sartika
( Pemerhati Masalah Publik)

Gemah ripah loh jinawi. Tanah kita tanah surga, kayu dan batu dan jadi tanaman, slogan ini selalu di banggakan oleh penduduk Indonesia. Tetapi faktanya itu hanya slogan dan lagu semata.

Tak dimungkiri negeri ini memang kaya akan SDA akan tetapi kekayaan alam yang melimpah tidak dinikmati oleh masyarakat melainkan dinikmati segelintir orang. Sehingga masyarakatnya banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan ekstrem menjadi persoalan besar bagi Indonesia, karenanya pemerintah memiliki target  akan menghapus angka kemiskinan  pada tahun 2024 nanti. Namun, banyak yang menilai target pemerintah menurunkan angka kemiskinan hingga nol persen akan sulit terwujud.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai upaya mengejar angka nol persen kemiskinan ekstrem di tahun depan tidak mudah karena ada pergantian pemerintahan. 2024 merupakan tahun transisi pemerintahan lama ke pemerintahan baru sehingga upaya menurunkan kemiskinan ekstrem di level 0 persen akan tergantung pada bagaimana proses dari transisi politik tersebut. (CNNIndonesia.com, 22/2/2023).

Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalis. Jika dikaji lebih dalam sangat mustahil mewujudkan penurunan kemiskinan ektrem hingga nol persen. Sebab, dalam sistem kapitalis ukuran kemakmuran suatu daerah berdasarkan pertumbuhan ekonomi semata. Karenanya, negara/ daerah sibuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan cara meningkatkan produksi kekayaan yang ada di daerahnya namun, mengabaikan masalah distribusi.

Jika perhatian pemerintah hanya berfokus pada meningkatkan produksi dan mengabaikan masalah pendistribusian atas hasil pengelolaan SDA  yang selama ini terjadi dalam sistem kapitalis, otomatis kemiskinan akan terus terjadi. Sebab, sumber daya alam  yang merupakan komoditas kepemilikan umum justru di monopoli oleh segelintir orang. Sehingga, yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya.

Di samping itu, peran negara dalam sistem kapitalis hanya sebatas sebagai fasilitator dan regulator semata, peran semacam ini jelas menghilangkan fungsi utama sebagai pemelihara urusan umat. Hingga pada akhirnya masyarakat berjuang sendiri dalam masalah ekonomi.

Dalam pandangan Islam, kemiskinan adalah  tidak terpenuhinya kebutuhan mendasar seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan. Dalam sistem ekonomi Islam meningkatnya kemiskinan adalah diakibatkan buruknya  cara yang unik dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan pokok dengan menjadikan negara sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. Selain kebutuhan pokok individu, negara pun menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, yakni  kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dalam Islam diwujudkan dalam mekanisme sebagai berikut:
Pertama mewajibkan laki laki/suami memberi nafkah pada dirinya dan keluarganya.
Allah memberi beban kewajiban mencari nafkah kepada laki-laki, dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangganya .
Sebagaimana firman Allah :” Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makan lah dari sebagian rezekinya. "( TQS Al-Mulk: 67)

Kedua mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya.
Kewajiban mencari nafkah memang dibebankan kepada seorang suami, namun jika dalam kondisi tertentu suami tidak mampu mencari nafkah karena dalam keadaan sakit, maka dalam kasus semacam ini Islam mewajibkan bagi kerabat dekat untuk membantu saudaranya.

Ketiga mewajibkan negara untuk membantu rakyat miskin.
Jika seseorang tidak mampu menafkahi keluarganya dan ia tidak memiliki kerabat, maka pemenuhan nafkah beralih kepada negara, melalui baitul mal, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’, maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR. Imam Muslim). Yang dimaksud kalla adalah orang yang lemah, tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai orang tua.

Dalam Islam pengaturan kepemilikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah kemiskinan dan upaya untuk mengatasinya. Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini sedemikian rupa sehingga dapat mencegah munculnya masalah kemiskinan. Bahkan, pengaturan kepemilikan dalam Islam memungkinkan masalah kemiskinan dapat diatasi dengan sangat mudah. Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan pendistribusian kekayaan di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga distribusi kekayaan di tengah masyarakat menjadi faktor terpenting penyebab terjadinya kemiskinan. Oleh karena itu, masalah pengaturan distribusi kekayaan ini menjadi kunci utama penyelesaian masalah kemiskinan. Dengan mengamati hukum-hukum syara yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akan kita jumpai secara umum hukum-hukum tersebut senantiasa mengarah pada terwujudnya distribusi kekayaan secara adil dalam masyarakat.

Keempat menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumuman hadis Rasulullah saw.: “Seorang iman (pemimpin) adalah ra’in, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas urusannya (rakyatnya).” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah saw. Pernah memberikan dua dirham kepada seseorang, kemudian Beliau saw. Bersabda, “Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak, lalu gunakan ia untuk bekerja.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika syariat Islam mewajibkan seseorang untuk memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, maka syariat Islam pun mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan cara ini, setiap orang akan produktif sehingga kemiskinan dapat teratasi.

Demikian mekanisme Islam dalam mengatasi masalah kemiskinan. Sudah saatnya kembali pada Islam yang merupakan sebuah ideologi yang mampu memecahkan berbagai problematika yang dihadapi manusia dalam kehidupan, termasuk problem kemiskinan.

Wallahu a’lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post