UU Perampasan Aset Mampukah Menuntaskan Budaya Korupsi


Oleh: Khaizuran

Kasus korupsi negeri ini sudah semakin menggurita, mulai dari pejabat tinggi negara, kepala daerah, anggota DPR bahkan pejabat pajak. Kerugian yang dialami negeri akibat korupsi sudah tak terbilang lagi, padahal dana yang dikorupsi kebanyakannya adalah hasil dari pungutan pajak dari rakyat.

Seperti penemuan kasus dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal 10 tersangka dalam penyedikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun anggaran 2020-2022 ke luar negeri. Bahkan kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai 30 M rupiah. (Antaranews.com 31/03/23)

Ketua Komite Nasional Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD juga membahas adanya dugaan TPPU yang melibatkan 491 ASN Kemenkeu dengan total transaksi mencapai sekitar Rp349 triliun. (BBC Indonesia, 29/03/23)

Dari kasus korupsi yang semakin mencuat inilah Undang-Undang perampasan aset tindak pidana kembali  menjadi isu panas sebab diminta oleh Menkopolhukam Mahfud MD Kepada DPR RI untuk mendukung kehadiran aset tersebut.

Sementara anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (R1) Asrul Sani mengatakan pihaknya menyetujui pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya RUU tersebut diperlukan  agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa dimaksimalisasi lebih baik dan lebih cepat. (Kompas.com)

Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil mengungkapkan bahwa  terhabatnya pembahasan RUU perampasan aset diakibatkan RUU tersebut berpotensi menjadi bumerang bagi kepentingan individu dan kelompok mereka sendiri yakni pemerintah dan DPR. (antikorupsi.org)

Sebab mekanisme dalam RUU ini akan mempermudah proses pelacakan hingga perampasan aset yang diduga berasal dari harta kejahatan untuk dapat kembali ke kas negara. Namun setelah melihat kasus korupsi yang tanpa henti dan sudah membudaya di negeri ini mampukah RUU Perampasan Aset ini menjad solusi dan apa akar persoalan masalah korupsi??
/Asal Masalah Korupsi/

Kasus korupsi seolah tidak pernah berhenti dari tahun ketahun, dan herannya lagi yang menjadi pelakunya adalah pejabat negara sendiri, sungguh miris memang bagaimana bisa seorang pemimpin yang harusnya menjadi penopang bagi rakyat justru menjadi maling uang rakyat. 

Bahkan kata Mahfud MD beberapa waktu lalu”Menoleh ke mana saja ada korupsi” Persoalan korupsi merupakan persoalan cabang yang diakibatkan dari penerapan sistem kapitalis demokrasi dengan asasnya yaitu sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan, artinya bahwa persoalan ini terlahir sistematik.

Pertama, munculnya kasus korupsi sangat terkait dengan sistem politik demokrasi yang berbiaya tinggi, dimana harus membutuhkan dana yang begitu besar dalam mencalonkan diri menjadi pejabat negara, maka semakin mahal biaya politik semakin besar juga potensi korupsinya.

Parahnya lagi pasokan dana yang didapatkan juga berasal dari para investor atau cukong. Dana ini bukanlah sedekah tanpa imblan, artinya ketika mereka mendapatkan kemenangan ada jaminannya yaitu para investor ini dapat menintervensi setiap kebijakan untuk memuluskan kepentingan bisnis mereka.

Kedua, sifat tamak yang diakibatkan dari gaya hidup materialisme dan konsumtif yang ingin mengejar kesenangan duniawi semata mengharuskan mereka untuk melakukan korupsi dalam memenuhi keinginannya bukan pejabat jika tidak memiliki rumah dan mobil mewah, pun belakangan viral perilaku flexing keluaraga pejabat semakin menunjukan budaya konsumtif ini.

Ketiga, sulitnya sikap amanah dan sifat jujur di sistem sekuler kapitalisme, mengapa? Karena sistem ini telah mengaborsi iman dan takwa yang seharusnya menjadi perisai bagi pejabat negeri, bahkan tidak menjadikan halal haram sebagai patokan, dan orientasinya bukalah amanah dan beribadah kepada Allah melainkan mencari keuntungan duniawi semata

Keempat, hukuman yang diberikan untuk para koruptor ini tidak memberikan efek jerah sama sekali, tak heran jika kasus seperti ini terjadi berulang. Bahkan sel para koruptor ada yang mewah seperti diungkap dalam tayangan mata nazwa beberapa tahun lalu tentang fakta sel mewah koruptor di lapas Sukamiskin.

Maka jelaslah bahwa masalah korupsi adalah masalah sistemik yang tidak mampu diatasi dengan sekedar membuat RUU Perampasan Aset, apatahlagi dalam menggolkan undang-undang ini membutuhkan upaya yang sulit bahkan tergantung bos partai seperti ungkapan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto.
/Islam Menyelesaikan korupsi sampai ke akar-akarnya/
Islam tidak hanya agama yang mengatur ibadah ritual belaka, tetapi merupakan agama yang sempurna dan paripurna serta memiliki seperangkat aturan yang berasas dari akidah Islam yang menyeluruh dan mampu memecahkan segala problema kehidupan salah satuhnya adalah korupsi.

Korupsi dalam Islam merupakan perbuatan yang sangat tercela, sebab berkaitan dengan perampasan hak orang lain. Allah Swt. Berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang artinya:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Dalam syariat Islam korupsi merupakan salah satu dosa besar yakni Ghulul atau penghianatan terhadap amanah-amanah ummat, jika diteliti korupsi masuk kedalam aktivitas perampokan yang harus diberi hukuman yang berat. Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa di antara kalian yang kamu tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia meyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu maka itu merupakan ghulul (harta korupsi) yang akan dibawa pada hari kiamat”. (HR. Muslim)

Menurut Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nizhamul Uqubat sanski pada koruptor yaitu ta’zir yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya dari yang ringan sampai yang berat berupa teguran atau nasehat dari hakim, hukuman penjara, dikenai denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik, hukuman publik hingga sanksi yang paling tegas yaitu hukuman mati.

Berat atau ringannya ta’zir  sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan, sistem Islam telah mengatur langkah pencegahan serta memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi yakni:
Pertama, aparatur negara akan diberikan tunjangan yang memadai sehingga cukup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak melakukan korupsi. 

Kedua, sistem pemilihan kepala daerah/ negara tidak membutuhkan dana yang besar. Kepala daerah dalam Islam akan ditunjuk oleh Kholifah dengan syarat memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Yang tercermin dalam akhlak mulia, amanah, jujur, tawadhu’, rendah hati dan qona’ah sehingga mampu menjadi tameng bagi diri sendiri agar tidak mudah terjerumus dalam praktek suap maupun korupsi. Dan tidak perlu adanya sistem balik modal ketika jabatan telah diperoleh sebagaimana dalam sistem sekuler demokrasi.

Ketiga, sistem Islam menetapkan kebijakan perhitungan harta kekayaan sebelum dan sesudah menjabat. Keempat, memberikan hukuman yang tegas Dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi serta menjadi peringatan bagi yang lain. Maka sudah seharusnya untuk mengatasi korupsi ini kita harus kembali kepada Islam yang kaffah dan mencampakan sistem sekuler demokrasi yang telah nyata membawa petaka bagi kita. Wallahu’alam

Post a Comment

Previous Post Next Post