Ramadhan Momen Kembali kepada Al Qur'an


Oleh Uli ummu Taqiyuddin

Ramadhan terus berjalan, sebagian hari telah jauh meninggalkan. Syu'ur Islam lebih nampak meski belum diamalkan semua. Kekhusyukan nampak ditingkatkan. Namun, entah karena apa berbagai kemaksiatan terus berjalan dan nampak tak ada penurunan. Baik dijajaran penguasa sampai pada rakyat jelata. 

Sebut saja, pungutan pajak yang begitu memberatkan rakyat, korupsi, praktik riba, serta berbagi kebijakan yang dzalim  terus dijalankan. Sedang di lapisan bawah berbagai kerusuhan dan permusuhan sebab ashobiyah, kekerasan remaja, pembunuhan, dan pergaulan bebaspun masih terus berjalan. Ada pepatah, "ikan busuk dimulai dari dikepalanya" seperti itulah gambaran sistem kehidupan hari ini. Dimana jajaran atas berulah maka rakyat akan menerima getahnya.

Sekuler Menghapuskan Ruh Ramadhan

Kemaksiatan ini sejatinya adalah buah dari sekulerisme yg menjadi asas sistem kapitalisme. Sekuler memaksa umat untuk memisahkan agama dari kehidupan. Padahal Al Qur'an adalah kitab pedoman utama yang harus diamalkan dalam segala aspek kehidupan sekaligus sebagai pandangan hidup di dunia maupun setelahnya. Karena, hanya kitab Al Qur'an lah yang memberikan pembeda antara yang haq dan bathil, serta halal dan haram dalam setiap perbuatan.

Namun, sekulerisme merampas semua itu dari umat ini. Jadilah pandangan hidup menjadi singkat dan dangkal hanya pada tujuan kehidupan dan kesenangan dunia semata. 

Akhirnya umat kehilangan pengangan dan pandangan hidup yang benar hingga berjalan cenderung liar, tanpa ilmu dan tanpa adab. Dimana manusia menjadi penghamba pada dunia tanpa batasan yang jelas. 

Salah satunya ialah di momen setiap ramadhan yang harusnya menjadi momen untuk meningkatkan ketakwaan. Namun, masih engan untuk kembali kepada Al-Qur'an. Yang nampak tidak lebih kepada uforia belaka, seperti buka bersama (buber) yang tidak jarang acara ini malah melalaikan pada kewajiban sholat dan bahkan berihtilat, ramai berburu anekan makanan dan takjil. Hal ini, sangat nampak pula bahwa konsumsi masyarakat saat ramdhan justru meningkat, begitupun dengan baju baru, bahkan penggunaan petasan dan semisalnya masih mewarnai bulan-bulan ramadhan selama ini. 

Sedang disebagian yang lain ada yang lebih kepada ibadah, namun baru sebatas ibadah madhah belaka, seperti meningkatkan sholat, bacaan Al Qur'an hingga khatam berulang-ulang dan  sedekah. Tidak ada yang salah dengan hal ini, namun sebenarnya ini baru sebagian kecil dari amalan ibadah, sedang sebagian besar lainnya masih belum diamalkan atau ditinggalkan. Seperti, dalam pendidikan, ekonomi, kesehatan, muamalah, hukum dan bahkan politik. 

Padahal ancaman besar bagi umat yang mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian Al Qur'an, 
"...Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (TQS. Al Baqarah:85)

Hal ini memang telah nampak nyata, bagaimana umat ini telah hidup dalam naungan sekulerisme seabad lebih lamanya dengan tanpa menerapkan Al Qur'an. Yang ada kini umat ini telah rusak pemikiran, kemiskinan yang parah, terjajah, terhinakan, serta dirampasnya berbagai SDA nya. 

Inilah gambaran momen ramadhan yang kita lihat selama ini. Berulang dan nampak belum ada perubahan yang berarti dalam diri dan kehidupan umat muslim. Makna dan kemuliaan Ramadhan pun tidak mampu menjadikan umat ini lebih baik.

Ramadhan Bulan Al Qur'an 

Tentu datangnya Ramadhan haruslah menjadi kebahagian bagi setiap muslim. Sebab didalamnya banyak keistimewaan yang tidak terdapat dibulan-bulan lainnya. Seperti, turunnya Al Qur'an, dilipatgandakan amal serta terdapat malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Tentu dengan ini saja umat muslim yang memahami akan berlomba-lomba dan serius dengan aktivitas ibadah dalam mengamalkan Al Qur'an. 

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Tirmidzi)

Tentu ini harusnya menjadi pedoman kuat bagi setiap muslim untuk bersungguh-sungguh dalam mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya. Namun, hadist ini tidaklah hanya membatasi pada mempelajari dan mengajarkan semata. Sebagaimana umumnya umat hari ini yang berlomba-lomba untuk membaguskan bacaan dan mengajarkannya. Sebab, yang demikian ini hanyalah sarana. Sedang tujuan dari Al Qur'an ialah untuk diamalkan. 

Seperti halnya dua orang yang masyhur disebut sebagai pakar Tafsir di kalangan Sahabat, yaitu: Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan selain keduanya, berpandangan bahwa orang yang membaca Al-Qur’an dengan tartil dan mentadabburi (merenungi) maknanya, walaupun sedikit jumlah Ayat Al-Qur’an yang dibacanya lebih utama daripada orang yang cepat dalam membaca Al-Qur’an, sehingga banyak jumlah Ayat Al-Qur’an yang dibacanya, namun tanpa mentadabburi maknanya. Hal, ini menunjukkan bahwa amal sarana berbeda jauh dari amal tujuan. 

Begitulah Al Qur'an yang tidak sebatas untuk bacaan apalagi ajang perlombaan. Namun, Al Qur'an adalah pedoman seluruh aspek kehidupan yang harus diamalkan, baik ibadah, muamalah, uqubat dan hukum-hukum lainnya. 

Hanya dengan ini umat akan paham dengan isi Al Qur'an dan ajaran-ajaran didalamnya serta balasan atau dampak dari penerapan Al Qur'an dalam kehidupan dunia maupun setelahnya. Sehingga, umat dengan dorongan keimanannya akan berjuang untuk mengamalkan seluruh perintah serta meninggalkan semua larangan didalamnya tanpa terkecuali. Kemudian menyadari akan kewajiban untuk mengajarkannya atau mendakwahkannya, karena memang Islam untuk Rahmatan Lil 'alamin. 

Dengan demikian, umat akan meninggalkan sistem sekulerisme yang telah merusak segala kehidupan. Kemudian berjuang untuk menerapkan Al Qur'an dalam kehidupan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw selama bulan ramadhan. Dimana disetiap malamnya malaikat Jibril mendatangi beliau untuk membacakan Al Qur'an. 

Selain itu, Rasulullah juga melakukan berbagai perang untuk tegaknya agama diatas muka bumi. Seperti, perang badar, kemenangan agung pertama perjuangan Islam menentang kemusyrikan dan kebathilan. Dimana Rasulullah memimpin langsung dengan hanya melibatkan sekitar 313 orang muslim, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Sedang kaum Quraisy memiliki 1.000 orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta dan 300 kuda. Namun, semangat jihad yang membara di bulan Ramadan membuat pasukan Islam berhasil menewaskan tiga pimpinan perang dari kaum Quraisy, yakni Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah. Selain itu masih ada perang Khandak, penakhlukan kota Makkah, perang Ain Jalut dan perang Tabuk.
Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post