Problem Kemiskinan di 2O24 Dapat Dituntaskan, Bisakah?

 



Oleh Waryati

(Pemerhati Kebijakan Publik) 


Rencana pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan sampai nol persen di 2024 nampaknya akan menemui banyak kendala. Terlebih banyak pihak meragukan tingkat keberhasilan program tersebut, mengingat tahun depan pemerintah akan melaksanakan pergantian kepemimpinan yang mungkin saja  terjadi transisi politik. 


Pengentasan kemiskinan yang digadang-gadang pemerintah akan sangat tergantung dari bagaimana proses transisi politik tersebut. Bagaimana tidak, percaturan pemilihan pemimpin di 2024 adalah pemilihan terbesar yang mana di tahun depan bukan saja pemilihan presiden, namun juga bersamaan dengan pemilihan kepala daerah di setiap wilayah. Hal itu sudah barang tentu menjadi kesibukan bagi para pemegang kebijakan atau pun mereka yang akan mengikuti kontestasi dalam membuat setrategi politik demi meraih suara. Akibatnya, alih-alih program penurunan angka kemiskinan mendapat prioritas, justru sebaliknya program yang dicanangkan akan sulit terealisasi mengingat transisi politik tahun depan akan menyita perhatian. 


Masalah kemiskinan seolah menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah usai. Patut direnungkan bersama, Indonesia dengan segudang sumber daya alam melimpah namun rakyatnya mengalami kemiskinan dengan jumlah tak sedikit. Lalu apa yang salah dengan pendistribusian kekayaan negara yang menyebabkan 5,6 juta penduduk Indonesia mengalami kemiskinan ekstream? 


Tak sampai di situ, kemiskinan yang melanda Indonesia sudah bersifat struktural. Bukan hanya 5,6 juta orang mengalami kemiskinan ekstream, namun lebih dari itu, ada sekitar 20 juta rakyat secara umum kesulitan memenuhi kebutuhan primer mulai dari sandang, pangan, papan, termasuk juga kesulitan mengakses pendidikan dan kesehatan. 


Kesalahan paling fatal yang terjadi dalam sistem kapitalisme penyebab angka kemiskinan kian melambung adalah terjadinya komersialisasi kebutuhan pokok kolektif. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut rakyat harus merogoh kocek tak sedikit. 


Tata kelola dalam berbagai pengaturan di sistem kapitalisme dengan asas manfaatnya telah menihilkan peran negara sebagai pengurus rakyat. Sebaliknya, negara hanya sebatas regulator bagi kepentingan kapital semata. Dengan demikian, wacana pemerintah untuk menurunkan kemiskinan menjadi 0 persen sangat tidak mungkin terjadi. Selama cara pengelolaan kekayaan negara serta cara pendistribusiannya tidak mengacu pada syariat. 


Di dalam sistem Islam, negara mempunyai cara jitu baik dalam mengelola sumber daya alam maupun mendistribusian kekayaan kepada rakyat. Kekayaan alam yang dimiliki oleh negara dikelola secara mandiri untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Pendistribusiannya pun merata ke seluruh lapisan masyarakat. Sehingga tak didapati kemiskinan di suatu daerah tertentu atau bahkan kemiskinan yang merata seperti halnya terjadi di sistem kapitalisme. 


Pememenuhan kebutuhan pokok untuk rakyat menjadi tanggung jawab negara. Dalam hal ini negara meregulasi berbagai aturan untuk mempermudah urusan rakyat. Bahkan berbagai kebutuhan dasar rakyat diberikan secara gratis. 


Mekanisme lainnya juga yang diberlakukan negara Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satunya negara memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kaum pria. Karena laki-laki diwajibkan untuk bekerja. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dan memberikan kesejahteraan bagi keluarganya adalah laki-laki. Dengan demikian, ketika di level keluarga permasalahan ekonomi sudah mampu dipetakan oleh negara dengan memaksimalkan fungsi kepemimpinan di dalam keluarga, mustahil masalah kemiskinan menimpa masyarakat. 


Pemberdayaan ekonomi bagi perempuan yang telah dijalankan pemerintah pun nyatanya belum memberikan hasil signifikan seperti yang diharapkan. Terbukti kemiskinan tetap ada dan justru bertambah jumlahnya. Lagi-lagi Islam mempunyai solusi terbaik bagi permasalahan perempuan, terkhusus masalah ekonomi mereka. 


Perempuan yang tidak memiliki garis nasab yang masih hidup dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka negara penanggung jawabnya. Pos yang digunakan negara untuk itu berasal dari baitul maal yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam negara Islam. Penjaminan ini termasuk dalam strategi negara untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di masyarakat. 


Alhasil saat Islam menjadi landasan baik untuk periyahan maupun cara kelola negara dalam menciptakan beragam strategi baru demi menyelesaikan berbagai persoalan umat, niscaya strategi yang ditempuh akan menemukan kesesuaian serta hasil maksimal sesuai harapan. 


Wallahu a'lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post