Kemiskinan Ekstrem Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme


Oleh Ratna Sari Dewi

Kemiskinan ekstrem menjadi persoalan besar Indonesia, yang ditargetkan akan dihapuskan pada tahun 2024. Namun banyak pihak yang pesimis akan keberhasilan upaya tersebut 
Kemiskinan adalah satu konsekuensi penerapan sistem kapitalisme, karena dalam sistem ini peran negara hanya sebagai regulator dan bukan penanggung jawab nasib umat.

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa akan diganti menjadi BLT Kemiskinan Ekstrem mulai 2023. Meski nilai bantuannya masih sama, tapi jumlah penerimanya akan berkurang.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menjelaskan, BLT Dana Desa ditiadakan karena landasan pembuatan program itu sudah tidak ada lagi, yakni pandemi Covid-19. Karena itu, landasan penyaluran BLT harus disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional 2023.

“Pada 2023, narasi yang mendasari BLT adalah percepatan penuntasan kemiskinan ekstrem, yang inpres-nya sudah keluar,” ujar Halim di Kantor Kemendes PDTT, Kamis (11/8/2022). Inpres yang dimaksud Halim adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

Pemerintah menargetkan ditahun 2024 tingkat kemiskinan 0%, namun ekonom menilai bahwa hal tersebut sulit terwujud. Terlebih adanya masa transisi politik. Beberapa waktu lalu pemerintah juga menurunkan target penghapusan kemiskinan ekstrem, sesuai fakta diatas menjadi 2,5 %. 

Kemiskinan ekstrem benar masih menjadi persoalan besar Pemerintah Indonesia, Namun perlu dipahami kemiskinan ekstrem adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme karena dalam sistem ini peran negara hanya sebagai regulator dan bukan penanggungjawab nasib umat. 

Jika sistem kapitalisme masih kokoh diterapkan ditengah kehidupan umat Islam, maka sejatinya lebih banyak lagi ketimpangan sosial antara rakyat miskin dengan para kapitalis. Dikarenakan sumber daya alam dan sumber daya manusia dikuasai oleh pihak kapitalis. Indonesia sejatinya sedang dimiskinkan oleh sistem kapitalisme yang sejati memegang tampuk kekuasaan. 

Karena pemerintah di sistem kapitalisme sama sekali tidak berpihak terhadap hajat rakyat tetapi berpihak terhadap hajat para oligarki. Penguasa dan pengusaha bergandengan tangan untuk menguasai aset negara. 

Wajar mental para penguasa bermental koruptor. Merauk uang rakyat demi kepentingan pribadi. Memperkaya diri dengan sumber daya alam yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan hajat umat. 

Berbeda dengan sistem Islam, Islam menjadi negara sebagai pengurus rakyat dengan berpedoman pada syariat Allah SWT. Ada banyak mekanisme Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyat.

Berikut beberapa konsep Islam berkaitan dengan hal tersebut:

 1. Mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan tanggungannya.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”[TQS. al-Baqarah:233].
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلًا، فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ
“Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia diberi atau ditolak.(HR. Bukhari & Muslim)
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidak ada orang yang makan makanan yang lebih baik daripada hasil pekerjaan tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil kerjanya sendiri”(HR. Bukhory) 

2. Mewajibkan kepada sanak kerabat yanh hidupnya sudah melebihi standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya.
ما آمن بي من بات شبعان وجاره جائع إلى جنبه وهو يعلم
“Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui” (HR.al Bazzar dan Thabarani, dengan sanad Hasan)

 3. Memberikan peluang yang sama untuk hidup lebih sejahtera. Khalifah Umar menyatakan: “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun.” [2] 

4. Melarang setiap hal yang dapat menimbulkan kekacauan ekonomi. Antara lain: 

a. Riba[3] 
b. Judi 
c. Ghabn Fâhisy (penipuan harga dlm jual beli) 
d. Tadlis (penipuan barang/alat tukar) 
e. Ihtikar (menimbun)
 f. Mengemis 

“Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta itu tidak dibolehkan kecuali dalam salah satu dari tiga hal, yaitu : Seseorang (yang mendamaikan pertikaian antara manusia lalu) dia menanggung beban biayanya maka boleh baginya meminta hingga dia mendapatkannya kemudian dia berhenti dari meminta.

 Seseorang yang tertimpa bencana hingga musnah hartanya maka boleh baginya untuk meminta hingga dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Seseorang yang tertimpa kemiskinan yang sangat hingga 3 orang yang cerdik dari kaumnya berkata: telah menimpa orang itu kemiskinan yang sangat maka boleh bagi orang ini untuk meminta sampai dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. 

Selain ketiga hal ini -wahai Qobishoh- meminta-minta itu termasuk memakan harta yang haram”(HR Muslim) g. Setiap hal yang diharamkan Allah SWT, kalau dilanggar akan menimbulkan kerusakan.

 5. Mewajibkan Negara untuk memelihara urusan rakyat dg ancaman yg berat bagi yang melalaikannya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.”

[HR. Bukhari dan Muslim]. “Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.” (HR. Muslim) Diantara tanggung jawab yg dipikul negara antara lain: 

a. Memberikan pendidikan kepada rakyat, dan mendorong mereka untuk giat bekerja. Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan biaya pendidikan ke baitul maal, Rasulullah pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang Badar, apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk Madinah dalam hal baca dan tulis akan dibebaskan sebagai tawanan. Ad-Damsyiqy menceritakan suatu kisah dari al-Wadliyah bin Atha’, yang mengatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh khalifah ‘Umar bin Khaththab ra guru-guru tersebut digaji 15 dinar tiap bulannya. [4] Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja keras. Beliau bersabda, “Inilah dua tangan yang dicintai Allah dan rasul-Nya!”[5]

 b. Menciptakan lapangan kerja & menyuruh rakyatnya untuk bekerja. Rasulullah pernah menyuruh seorang shahabat yg meminta untuk mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan hasil penjualannya sambil berkata: …
وَقَالَ اشْتَرِ بِأَحَدِهِمَا طَعَامًا فَانْبِذْهُ إِلَى أَهْلِكَ وَاشْتَرِ بِالْآخَرِ قَدُومًا فَأْتِنِي بِهِ فَأَتَاهُ بِهِ فَشَدَّ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُودًا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ لَهُ اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ وَبِعْ وَلَا أَرَيَنَّكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا
“Belilah makanan dengan satu dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak kemudian bawalah kepadaku.” Kemudian orang tersebut membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya: “Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima belas hari.” … (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah) Ketika Khalifah Umar r.a. mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid di saat orang sibuk bekerja bahwa mereka bertawakkal, beliau berkata: “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid, dan memberi mereka setakar biji-bijian. Beliau katakan pada mereka: “Tanamlah dan bertawakkallah kepada Allah!” Dari sini, Imam Ghazali rahimahullah menyatakan bahwa wajib atas Waliyul amri (pemerintah) memberi sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. [6] 

c. Menyuruh rakyatnya yg hidup diatas standar untuk menanggung nafkah kerabatnya yg tidak mampu mencari nafkah.[7] d. Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga hidupnya tidak melebihi standard. “Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin yg tak mampu), maka itu menjadi tanggunganku kepadaku” (H.R. Bukhari). ‘Umar bin Khaththab. ra, pernah membangun suatu rumah yang diberi nama , “daar al-daaqiq’ (rumah tepung) antara Makkah dan Syam. Di dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai kebutuhannya terpenuhi. Diriwayatkan melalui Umar ra. di mana ia melihat seorang kafir dzimmi yang mengemis, padahal dia sudah tua. Umar pun berkata; “Kami tidak adil kepadamu, kami mengambil jizyah darimu ketika kamu masih muda, dan hari ini kami telah menyia-nyiakanmu.” Kemudian Umar ra memerintah untuk menjatah bahan makanan untuk orang ini dari Baitul Mal. (As Samarqandy, Tanbîhul Ghâfiliin) 

6. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak. Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah shalat Ashar, melangkahi pundak orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda: “Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-bagikannya.” (HR. Bukhory) Imam Ali juga meriwayatkan bahwa khalifah ‘umar pernah mencari unta zakat yg lepas, dan khawatir kalau diakhirat akan dituntut gara-gara menyia-nyiakan hak umat Islam (Al Ghazali, Mukâsyafatul Qulûb) 

7. Mewajibkan kepada setiap rakyat untuk menolong yang kekurangan Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin).

Post a Comment

Previous Post Next Post