Infrastruktur Minim dan Tidak Terawat, Tanggungjawab Siapa?


Oleh Zidni Sa'adah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

Ironis, negara Indonesia sebagai peraih prestasi peringkat ke-2 pembangunan terbaik, tapi kenyataan di lapangan masih ditemukan 3.045 unit rumah yang tersebar di 16 desa dan 6 kecamatan belum memiliki jaringan listrik. Padahal daerah tersebut dikenal dengan beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak di daerah Lamajan, Plengan dan Cikalong Kabupaten Bandung.  Bahkan salah satu desa yaitu Sukamanah merupakan penghasil listrik (GalamediaNews, 19 Maret 2023)

Miris memang, di zaman modern seperti sekarang ini masih ada warga yang belum menikmati penerangan. Menyikapi masalah ini, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, meluncurkan program “Bedas Caang Baranang” di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan yang digagas oleh Dewan Mesjid Indonesia (DMI) setempat.  Namun, yang menarik perhatian dari upaya tersebut, Bupati menyebutkan langkah berikutnya akan dilakukan pendekatan Pentahelix (kolaborasi) dengan mengundang para pengusaha untuk duduk bersama, agar ribuan rumah dan sarana-sarana umum seperti masjid bisa mendapat jaringan listrik. 

Tidak hanya listrik, fenomena jalanan rusak masih banyak ditemukan, bahkan ada yang belum pernah diperbaiki sejak kemerdekaan Indonesia. Kondisi ini dijumpai di beberapa wilayah di negeri ini, salah satunya seperti video viral yang diunggah Kepala Desa Tenjolaya, Ismawanto Somantri yang mengeluhkan Kondisi jalan rusak sepanjang 10-20 kilometer  yang telah banyak memakan korban kecelakaan warganya. Fakta inilah yang mendorongnya membuat video agar diketahui oleh pemerintah setempat. 

Minim dan tidak terawatnya infrastruktur jaringan listrik dan jalan hingga sekarang masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Padahal keduanya merupakan kebutuhan yang penting untuk seluruh rakyat. Baik buruknya akan berpengaruh terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat. Namun sayangnya, pembangunan dalam sistem kapitalisme sebagian besar diserahkan kepada para pemilik modal yang berorientasi keuntungan. 

Pembangunan jalan tol ribuan kilometer dengan biaya yang sangat besar, digadang-gadang memberi kemudahan kepada rakyat karena jarak tempuh bisa dipersingkat. Tapi pemerintah mungkin lupa bahwa tidak semua rakyat bisa mengaksesnya karena pengguna dikenakan tarif yang cukup mahal. Jadi sebenarnya untuk siapa pembangunan jalan tol ini? Hal ini wajar terjadi, karena dasar pembangunannya terkait dengan bisnis para kapitalis. Lain halnya dengan jalur umum yang digunakan masyarakat yang tidak berbayar, terkesan lambat penanganan dan dibiarkan rusak tidak terurus, padahal rakyat sudah membayar pajak.

Seharusnya, kondisi ini menjadi evaluasi pemerintah sebagai pelayan rakyat. Yang seharusnya merasa malu karena tidak menjalankan tugasnya secara maksimal. Lalu apakah prestasi peringkat ke-2 pembangunan terbaik masih layak disematkan pada negeri ini? 

Itulah nasib rakyat di bawah sistem kapitalisme sekular. Kalaupun Bupati Bandung sudah memiliki program sebagai solusi bagi wilayah yang belum mampu mengakses listrik, akan tetapi kalau menggandeng pengusaha tidak mungkin terselesaikan karena pengusaha orientasinya keuntungan. Seharusnya pemerintah yang langsung turun tangan bukan mengandalkan pengusaha.

Menggandeng pengusaha menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menangani langsung kebutuhan rakyat. Utang besar negara pastinya akan mengurangi APBN yang ada untuk mengurusi rakyat. Ditambah lagi pengelolaan SDA yang seharusnya menjadi pemasukan bagi negara juga diserahkan kepada swasta baik lokal maupun asing. 

Berbeda dengan sistem Islam yang menempatkan hubungan penguasa dan masyarakatnya sebagai hubungan kepengurusan dan tanggung jawab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: 
 “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya”(HR. Bukhari dan Muslim). 

Jelaslah dari hadis tersebut, Islam memandang pembangunan infrastruktur merupakan bentuk pelayanan negara kepada publik. Tidak boleh terjadi ketimpangan antara satu tempat dengan tempat lainnya. 

Kondisi yang sifatnya mendesak seperti jalanan umum yang rusak parah akan mendapat perhatian dan prioritas untuk dilakukan peninjauan dan perbaikan secepatnya. Sementara, infrastruktur yang masih bisa ditunda pembangunannya, tidak boleh dipaksakan untuk dilakukan.
Listrik dalam pandangan Islam terkategori kepemilikan umum. Artinya semua rakyat harus menikmatinya tanpa harus membayar, atau kalaupun membayar dengan biaya serendah-rendahnya. Listrik maupun jalan harus dikelola langsung oleh penguasa tanggung-jawabnya. Negara akan memiliki dana yang lebih dari cukup karena menerapkan sistem ekonomi Islam.

Inilah paradigma yang dimiliki Islam, bukan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, namun berangkat dari kewajiban penguasa dalam memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya. Negara memiliki peran utama dan pertama dalam upaya pembangunan. Sehingga kerjasama dengan pihak swasta tidak diperlukan, apalagi menggunakan skema berbasis ribawi. Pemerintah akan berdiri sendiri, fokus untuk kemaslahatan umat. 

Alhasil, hanya dengan sistem Islam infrastruktur akan tersebar secara merata ke seluruh pelosok negeri dan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat secara adil. 
Wallahu’alam bi ash-Showwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post