Dalam Sistem Kapitalis, Jalan Mulus dengan Fulus


Oleh: Astriani Lydia,S.S

Dekat dengan Hari Raya, biasanya pemerintah sibuk berbenah, salah satunya perbaikan jalan. Begitupun dengan Pemkab Bekasi yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 9 miliar untuk perbaikan jalan inspeksi Kalimalang. Ditargetkan perbaikan di sepanjang jalan 1,8 km tersebut rampung tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri. PJ Bupati Bekasi Dani Ramdan menuturkan, perbaikan jalan hanya masuk perbaikan ringan. “Karena kalau perbaikan berat seperti ini harus lewat tender. Namun kini sudah mulai diperbaiki sehingga masyarakat bisa melintasinya dengan nyaman,” tuturnya (SINDOnews.com, 31/3/2023)

Kerusakan jalan juga terjadi di ruas jalan Jenderal Sudirman di Kranji, Kota Bekasi. Proyek perbaikan jalan sudah memasuki tahap lelang,” kata Idi Sutanto selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) kota Bekasi, kepada detikcom, Kamis (30/3/2023)
 
Jalan Mulus Tanggung Jawab Negara
Sistem kapitalis yang kini diterapkan menyebabkan solusi atas berbagai persoalan umat hari ini lamban bahkan bisa jadi hanya sekedarnya, tambal sulam, dan seperti hanya dipermukaan saja. Karena sistem kapitalis sekuler memaknai pelayanan kepada masyarakat sebagai sesuatu yang mesti memberikan imbal balik kemanfaatan atau nilai materi. Hal inilah yang akhirnya membentuk hubungan antara penguasa dan rakyat seperti antara penjual dan pembeli. Hubungan terjadi jika ada keuntungan yang bisa didapat.
Wajar jika akhirnya layanan berupa jalan umum sebagai kebutuhan masyarakat yang penting, dipandang sebagai hal yang tidak urgent jika tidak memberikan nilai ekonomis. Belum lagi saling lempar kewajiban tentang siapa yang paling bertanggungjawab atas kerusakan jalan-jalan umum yang ada. Apakah pemerintah pusat, daerah, atau swasta. Ditambah dengan alasan minimnya dana, biasanya pemerintah menyerahkan pada pihak swasta untuk turut berkontribusi, hingga akhirnya jalan umum harus berbayar. Bahkan masyarakat terkadang harus merogoh kocek sendiri untuk memperbaiki jalan. Inilah yang menyebabkan masyarakat terpaksa menunggu lama dan membayar mahal jika ingin cepat mendapat akses jalan yang baik. Inilah kapitalisasi yang dilakukan penguasa dalam melayani rakyatnya. 
Islam sebagai agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya masalah pengurusan rakyat oleh pemimpin. Penguasa didalam Islam adalah penanggungjawab utama bagi terpenuhinya sarana dan prasarana penghubung di dalam masyarakat seperti jalan dan jembatan. Setiap orang berhak menikmati fasilitas jalan yang aman dan nyaman sehingga memudahkan mobilitasnya. Maka negara akan berusaha agar hal ini terpenuhi. Seorang pemimpin tidak akan membiarkan ada lubang sekecil apapun ada di jalanan tanpa perbaikan sehingga bisa membuat pengguna jalan terperosok yang bahkan menyebabkan kecelakaan hingga kematian. 
Hal ini dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab yang sering tidak nyenyak ketika tidur di malam hari karena khawatir ada jalan yang berlubang. Ia berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, “Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?”.
Inilah penguasa dalam sistem yang diberkahi. Mereka tidak akan memikirkan diri sendiri demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Namun, senantiasa berpikir bagaimana caranya agar rakyat bisa terlayani dengan baik. Sayangnya, kehidupan saat ini sangat jauh dari nilai dan aturan Islam. Sehingga para penguasa menganggap kekuasaan itu sebagai kesempatan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Tidakkah kita rindu dengan pemimpin yang bertanggungjawab, yang takut akan hisab di hari akhir? Semoga segera hadir pemimpin yang taat dan menerapkan Syariat, sehingga rakyat sejahtera dan hidup jadi berkah. Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post