Razia Miras Hanya Menjelang Puasa, Bukti Abai Penguasa Terhadap Pemuda

Oleh: Annisa Hamzah
Dalam beberapa hari ke depan, dunia terkhusus Indonesia akan memasuki bulan mulia penuh keberkahan. Sebab itu, diperlukan penciptaan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. Berkenaan dengan kondisi tersebut, Polresta Malang Kota (Makota) melaksanakan Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRDY). Salah satu kegiatan yang dilakukan berupa penindakan terhadap penjual minuman keras (miras).


Hal yang sama juga dilakukan oleh Kapolresta Kendari Kombes Pol Muhammad Eka Fathurrahman di Kendari, beliau mengatakan bahwa personel Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba) bersama Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Kota Kendari melakukan cipta kondisi dengan sasaran narkotika, minuman keras beralkohol, dan tempat-tempat penjualan minuman keras tradisional, serta indekos di wilayah hukum Polresta Kendari.

"Cipta kondisi itu dilakukan untuk membuat Kota Kendari yang kondusif", katanya (https://rejogja.republika.co.id.).

Demikian pula satuan Samapta Kepolisian Resor Situbondo, Jawa Timur, akan terus menggencarkan razia minuman keras dalam operasi penyakit masyarakat  menjelang bulan puasa Ramadhan 1444 Hijriah.


Pada Sabtu (25/2) malam, petugas merazia warung-warung di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, yang ditengarai menjual bebas berbagai jenis minuman keras. Polisi tidak hanya mengamankan barang bukti minuman keras dari warung dan rumah, tetapi juga menindak tegas pemilik atau penjual dengan tindak pidana ringan (https://www.antaranews.com).


Di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim, miras memang masih sangat sering ditemukan di mana-mana, termasuk di kios-kios atau warung-warung kecil sekali pun. Sedangkan, warung-warung kecil tersebut hampir semua kalangan bisa menjangkaunya. Tentu tak luput juga para pemuda. Mirisnya, sangat jelas bahwa kemudahan akses miras ini seolah membuka satu jalan yang dapat menjerumuskan pemuda dalam keburukan, dimana di zaman ini muda-mudinya terbentuk menjadi sosok yang materialistik dan cenderung lemah mental serta iman sehingga ketika mengalami kondisi terpuruk dalam hidupnya, menyendiri dan meneguk sebotol miras bisa jadi menjadi alternatif pelampiasan. Sehingga, tidak heran jika kasus demi kasus akibat miras menjadi berita biasa dikalangan masyarakat. Banyak pelakunya mabuk-mabukan dan tidak sadarkan diri, lantas bertindak semaunya. Pemerkosaan, penganiayaan hingga pembunuhan menjadi rentetan kasus yang kerap diawali dengan miras.

Memang benar yang menjadi tujuan utama pemerintah melegalkan miras di Indonesia untuk menarik para wisatawan asing dan meningkatkan ekonomi Negara. Namun, bukankah hal ini dapat merusak pemuda Indonesia? Mirisnya, pengonsumsi sebesar 48%-nya adalah remaja.


Terlihat jelas bahwa para penguasa saat ini tidak berniat untuk memberantas miras dari akar-akarnya, pasalnya razia miras hanya dilakukan pada kios-kios dan warung-warung saja. Sedangkan, pabrik yang memiliki surat izin atau tempat milik pengusaha besar seperti bar dan diskotik, bahkan perusahaan yang menjadi pusat pengelolaan miras tidak ditindak.

Inilah yang terjadi ketika Sistem Ekonomi Kapitalisme menjadi asas dalam pengelolaan negara. Mereka tidak segan-segan menumbalkan generasi masa depan sebagai penunjang ekonomi. Padahal, di satu sisi pemerintah menginginkan kehidupan masyarakat menjadi aman, jauh dari kesengsaraan dan penyimpangan dengan diberlakukannya pelarangan miras. Namun, di sisi lain pemerintah pun ingin mendapatkan cuan dari penjualan miras yang nyatanya bisa menyumbang pendapatan negara.


Kebijakan setengah-setengah razia miras menjelang Ramadan ini jelas menunjukkan bahwa sekularisme masih menjadi platform sistem kehidupan negeri ini. Kebijakan mereka seolah-olah menganggap bahwa miras halal diluar dari pada bulan puasa. Padahal, bukan pada bulan puasa saja miras itu haram, sudah jelas, kapan pun dan di mana pun kaum muslim berdosa jika menjual dan mengonsumsi miras. Namun yang menjadi tanda tanya besar, kenapa hanya pada bulan puasa saja razia miras digencarkan?


Selama Sistem Sekuler-Kapitalisme tetap diadopsi dan diterapkan maka masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala mudaratnya. Upaya pemberantasan yang dilakukan pemerintah tidak akan pernah tuntas, karena segala sesuatu yang mendatangkan manfaat akan terus diproduksi meski haram, membahayakan kesehatan, dan menimbulkan masalah sosial.


Sungguh saat ini tidak ada umat yang lebih membutuhkan perubahan melebihi umat Islam. Teriris rasanya ketika melihat saudara seiman dan seakidah melanggar aturan sang pencipta sehingga mendatangkan murka-Nya. Oleh karena itu dibutuhkan seperangkat peraturan yang mampu melahirkan generasi yang jauh dari miras maupun perbuatan penyimpangan lainnya. Aturan inilah yang akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggarnya. Dan hal ini hanya mampu terlealisasi jika syariat Islam diterapkan secara kafah dalam Insitusi Khilafah.


Dalam Islam, miras atau khamr telah jelas keharamannya dalam Surah Al-Ma'idah Ayat 90:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari miras, Islam juga tidak hanya memberlakukan larangan secara mutlak, tetapi juga harus dibangun pemahaman pada diri umat bahwa miras adalah benda yang haram karena zatnya. Dengan demikian, umat akan menjauhkan dirinya dari hal tersebut sekalipun seolah-olah mendatangkan manfaat bagi dirinya.

Wallahu a'lambishowwab

Comments