Kebakaran Depo Plumpang Bukti Abainya Negara


Oleh Ummu Muthya
Ibu Rumah Tangga 

Peristiwa kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara, hari Jumat  malam, kebakaran ini akibat viva pertamina tersambar petir, data sementara korban yang meninggal dunia sebanyak 19 orang, dan 49 orang luka luka, 46 orang dewasa dan 3 orang anak kecil, 37 orang di bawa kerumah sakit, sedangkan sisanya melakukan berobat jalan. Kejadian ini mendapat respon dari pengamat tata kelola Universitas Trisakti Jakarta  Yayat Supriatna. Ia mempertanyakan siapa yang memberikan rekomendasi menjadi pemukiman penduduk di kawasan Depo BBM. Menurutnya Depo Pertamina ini dibangun tahun 1974, waktu itu Jakarta tak sepadat dan seramai sekarang, bisa dikatakan,  Depo Plumpang bersih dari pemukiman, ada aset tanah yang diklaim milik pertamina. Seiring berkembangnya penduduk, maka pemukiman makin bertambah. (Compas tv com. 4/3/2023)

Kebakaran ini bukan kali ini saja, bahkan pernah terjadi sebelumnya, tetapi tidak menjadikan peringatan, seharusnya wilayah yang menjadi tempat hunian warga jangan  dibiarkan terus berkembang, dan dilegalisasi dengan pembentukan Rt, Rw dan pemberian KTP. Pemukiman ditembok pembatasan Depo pun hanya 30 meter, ukuran tangki BBM yang semakin besar, seharusnya diikuti dengan jarak yang jauh dari warga. 

Baik pemerintah atau pun pertamina harusnya sejak awal bertindak tegas, untuk tidak dibangun hunian penduduk di sekitar Depo Plumpang. Selain risikonya terlalu besar yang bisa mengancam keselamatan warga sekitar, juga kondisi tanah yang tidak cocok untuk pemukiman. 
Memberikan rasa aman dan nyaman adalah tanggung jawab negara termasuk tempat tinggal. Namun, akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler, tugas dan tanggung jawab negara sebagai pelayan kebutuhan rakyat kian hilang.  Rakyat harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, yang semakin lama tidak terjangkau. Warga yang ekonomi rendah sulit mendapatkan hunian yang layak dan aman, hal ini karena tata kelola negara kapitalisme hanya mengedepankan keuntungan materi bukan keselamatan warga, bahkan banyak lahan-lahan yang baik dijadikan hunian warga dikuasai oleh para  kapitalis properti.

Mereka membangun apartemen maupun hunian layak tinggal sebagai ajang  bisnis. Jelas hunian tersebut hanya bisa dijangkau oleh kalangan berkantong tebal, sementara bagi warga yang tidak mampu mereka terpaksa tinggal di tempat  yang tidak layak huni seperti di bawah kolong jembatan, atau di tempat yang tidak aman seperti Depo pertamina.

Dalam Islam keselamatan rakyat hal yang utama  dan penguasa adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat, penguasa akan tepat dan meneliti dalam pemetaan wilayah dan tata ruang kota tentu tidak semestinya hanya berfokus pada kawasan industri dan permukiman. Ada kawasan-kawasan yang juga harus diperhatikan fungsi ekologisnya sehingga musibah kecelakaan maupun bencana alam beserta dampaknya bisa diminimalkan. Rasulullah saw. bersabda, 

"Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.” (HR Al-Hakim dan Baihaqi).

Demikian pula penguasa dalam sistem Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga, keberadaan pemukiman tidak semestinya berdekatan dengan kawasan-kawasan industri, pabrik, maupun pertambangan. Sebaliknya, pemukiman sebaiknya berdekatan dengan kawasan peribadatan, pendidikan, ekonomi masyarakat, dan pusat-pusat pemerintahan, baik di pusat maupun pedesaan. Di samping itu, kondisi ini membutuhkan sistem infrastruktur dan transportasi yang memadai, bukan yang pembangunannya hanya demi gengsi dan reputasi.

Dalam sistem Islam, negaralah yang wajib mengurus kebutuhan rakyat, karena negara sebagai pelayan umat.  Negara tidak boleh mengambil keuntungan sedikit pun selain semata-mata menjalankan perintah Allah Swt. dalam mengemban amanah. Selain itu Keberadaan penguasa sebagai institusi praktis yang mewujudkan syariah, karena keselamatan rakyat menjadi hal yang utama yang diperhatikan (maqasid syariah).

Rancangan tata ruang wilayah akan diperhatikan negara dengan melibatkan para ahli dibidangnya lalu diformulasikan berdasarkan aspek kemaslahatan dan sisi sains. Negara akan memerintahkan para ahli memetakan beberapa jenis lahan, seperti lahan subur akan dijadikan pertanian dan perkebunan, sedangkan lahan yang kurang subur, akan dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan industri.
Demikianlah Islam memiliki serangkaian aturan yang sempurna dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan rakyatnya, sebelum atau setelahnya. Pemimpin yang menerapkannya dalam institusi negara akan berperan sebagai raa'in, sebagaimana sabda Rasulullah: 

"Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya." (HR Al-Bukhari)

Wallahu a'lam bi ash shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post