Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Negara Abai Memenuhi Kebutuhan Tempat Tinggal


Oleh: Siti Hajar

Aktivis Dakwah di Depok

 

Peristiwa kebakaran Depo Pertamina Plumpang mendapat respons dari pengamat tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna. Ia mempertanyakan siapa yang memberikan rekomendasi permukiman penduduk di kawasan depo BBM. Menurutnya Depo itu pertama dibangun pada 1974 dan ketika itu, kawasan Jakarta tidak sepadat dan seramai sekarang.

Ia mengungkapkan, seiring dengan berkembangnya industri, kepadatan penduduk semakin meningkat. Bahkan ada satu RW yang jumlah RT-nya bertambah dari tujuh menjadi 11. Pembangunan permukiman pun meluas, bahkan jarak dengan tembok pembatas Depo hanya 20 meter. Padahal, ukuran tangki BBM yang semakin besar seharusnya diikuti dengan jarak yang semakin jauh dari rumah warga. Ia menilai dalam konteks sekarang ini tumbuh kembang permukiman kumuh dan tidak tertata yang difasilitasi air jalan dan listrik.

Dari peristiwa kebakaran tersebut warga yang tinggal di sekitar Depo Plumpang menjadi korban ledakan. Pasalnya, wilayah yang  seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pembentukan RT dan RW serta pemberian KTP.

Jika kita lihat, musibah ini menunjukkan adanya kesalahan tata kelola kependudukan dan abai terhadap keselamatan rakyat. Apalagi sebelumnya pernah terjadi kebakaran di tempat yang sama. Seharusnya menjadi catatan bagi pemerintah setempat. Nyatanya, bahaya yang mengancam keselamatan rakyat malah diabaikan.

Inilah fakta yang menunjukkan negara yang menganut sistem kapitalis abai dalam memenuhi  kebutuhan tempat tinggal, sehingga masyarakat tetap tinggal di tempat yang berbahaya, tanpa memikirkan hak layak tempat tinggal rakyat ke depannya. Anehnya, pemerintah malah menyalahkan rakyat telah membangun rumah secara ilegal, tanpa memikirkan solusinya.

Alhasil rakyat yang mengalami korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang hanya bisa gigit jari. Rakyat susah mendapatkan kemakmuran bahkan perlindungan pun kian hari semakin memburuk. Wajar jika kemudian rakyat tidak lagi percaya dengan pemerintah. Karena meskipun rakyat berkeluh kesah negara hanya diam seolah rakyat harus hidup mandiri dengan penderitaan yang dihadapinya.

Padahal dalam Islam keselamatan rakyat adalah hal utama. Penguasa/negara adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat, sehingga akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya. Salah satunya dalam membangun hunian. Pasalnya, rumah merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai tempat berlindung dan beristirahat.

Demikian pula penguasa dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga. Seperti halnya saat ini rakyat yang tidak memiliki tanah maka negara wajib menyediakan lahan tempat tinggal yang layak dan nyaman. Pengelolaan dan pemanfaatannya harus memperhatikan lingkungannya, apakah membahayakan nyawa rakyat di sekitar wilayah tersebut atau tidak? Jika membahayakan rakyat negara wajib melarang rakyatnya untuk membangun rumah rawan dengan kebakaran, banjir dan lain-lainnya.

Pengelolaan tempat tinggal layak bagi rakyat  yang dikelola berdasarkan syariat Islam akan dinikmati rakyat dengan aman dan sejahtera. Sementara itu, hasil pengelolaan negara dalam sistem kapitalis justru menyengsarakan dan mengancam keamanan nyawa rakyat. Oleh karenanya mari kita kembali kepada aturan Islam agar rakyat bisa memiliki hunian yang layak dan nyaman.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post